Mohon tunggu...
SDN 1 PAMUBULAN
SDN 1 PAMUBULAN Mohon Tunggu... Guru - SEKOLAH

WADAH BERBAGI GURU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah Gengsi Itu Tidak Sehat?

19 September 2022   21:29 Diperbarui: 19 Januari 2023   08:59 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika berada dalam kesukaran, kita tentu merasa dalam kesulitan dibanding orang lain. Itu bukanlah sesuatu yang egois

Sebuah kalimat  ini saya ambil dari buku yang ditulis oleh Baek Se Hee, membuat saya tersadar bahwa terkadang kita juga perlu menghentikan langkah bukan untuk menyerah tapi menikmati pemandangan di sekeliling yang terabaikan selama kita berjalan atau bahkan berlari tanpa jeda. Berhenti untuk mengambil jeda dan melakukan refleksi diri, saya rasa bukan berarti menggambarkan diri kita pribadi yang pesimis atau mudah menyerah.

Kita tidak perlu merasa gengsi untuk mengakui bahwa kita butuh jeda untuk istirahat. Rasa gengsi yang begitu tinggi diimbangi dengan rasa syukur yang rendah, tidak jarang membuat kita lupa bahwa diri ini hanya seonggok daging, yang Tuhan berikan ruh lalu diperkaya dengan hati dan dilengkapi oleh akal. Namun seringnya so tahu nya, melebihi Tuhan, itulah manusia yang katanya banyak lupanya, besar maunya, sedikit syukurnya apalagi maafnya. Kita hanya manusia biasa tegasku pada diri agar tidak lagi menuntut kesempurnaan pada manusia.

Manusia, si makhluk penuh harap, bergelimang mimpi namun runtuh ketika dipertemukan dengan tembok kecewa. Begitulah manusia, yang katanya bukan mahkluk sempurna, namun selalu berusaha terlihat sempurna, berusaha menjadi versi terbaik yang terkadang bersanding atas standar orang lain karena terlilit oleh gengsi. 

Selalu berdalih be your self namun masih saja berpikir mengikuti jalan orang lain karena gengsi dianggap berbeda dan berada di bawah standar orang lain dan itu juga katanya. Tentunya makhluk penuh kesadaran ini nyatanya masih harus tetap disadarkan, agar tidak terdampar dan tersungkur hingga akhirnya tidak dapat bangun melihat kebenaran tentang apa yang dibutuhkan bukan hanya tentang tuntutan dunia.

Rasanya berat dan engap kalau terus ngomongin manusia makanya tugas tersebut cukup kita percayakan pada netizen yang budiman :). Baiklah ngomongin manusia dan gengsi rasanya sudah seperti satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya molekul H2O jika dipisahkan tidak akan menjadi air. Begitu juga manusia jika dipisahkan dengan yang namanya gengsi nilainya akan berkurang dan pendapat tersebut pastinya masih bersifat subjektif.

Lantas apakah salah seseorang memiliki gengsi? Menurut saya pribadi memiliki gengsi bukan suatu kesalahan jika porsinya tepat, sebagaimana gengsi sendiri merupakan sebuah benteng yang dibuat oleh seseorang untuk menjaga harga diri dan menutupi kekurangnnya dan saya rasa itu hal yang manusiawi jika disesuaikan dengan kadar dan kapasitas yang kita miliki. 

Gengsi akan menjadi boomerang untuk kita ketika kita meninggikannya di atas kadar dan kapasitas kita yang jika dibiarkan akan merugikan diri kita sendiri dan tidak menutup kemungkinan akan merugikan orang lain juga. Maka dari itu hal yang perlu kita lakukan adalah mengelola gengsi sesuai dengan porsinya. Berikut adalah beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengelola gengsi agar gengsi yang kita miliki tetap sehat tidak menimbulkan penyakit untuk diri kita sendiri ataupun orang lain.

Bersyukur dengan apa yang Tuhan titipkan untuk kita

Bersyukur, yups rasanya itu adalah pondasi awal yang harus kita tumbuhkan dalam menjalani hiruk pikuk dan hingar bingar perduniawian yang jika terus kita kejar tak tahu ujungnya dimana, karena kita bukan Tuhan yang tahu akhir cerita kita akan seperti apa, jadi apa pun jalan ceritanya kerjakan peran kita dengan sebaiknya, jika kita merasa capek ataupun stress ingat wajar, kita manusia bukan malaikat tanpa sayap :). Walaupun wejangan tentang bersyukur sering sekali kita dengar dan kita baca, realitanya mempraktekannya tidak semudah mengucapkannya, ringan diucapkan, berat dijalankan namun besar pengaruhnya untuk hidup kita, itulah syukur.

Lantas bagaimana caranya kita tetap bersyukur dalam situasi apapun? Mungkin itu adalah salah satu pertanyaan mendasar yang akan keluar dari pikiran kita jika wejangan tentang bersyukur kita dapatkan. Membangun rasa syukur tentunya tidaklah mudah namun juga bukan sesuatu yang tidak mungkin dan untuk membangun rasa syukur dapat kita mulai dengan menyadarkan diri kita bahwa apa yang kita peroleh sekarang yang kita anggap milik kita nyatanya hanya sebuah titipan dan kita hanyalah tempat penitipan yang suatu saat, apa pun yang ada di tempat kita akan diambil oleh pemiliknya. 

Ketika kita sadar bahwa apa yang kita miliki sekarang adalah sebuah titipan, maka kita tidak akan sibuk membandingkan diri kita dengan orang lain. Sehingga akhirnya seperti apa pun jalannya kita akan berlapang hati menerimanya, tidak ada lagi perasaan rendah diri, membandingkan diri atau bahkan menyahkan diri.  

Menjadi diri sendiri dengan versi terbaik diri kita

Rasa gengsi biasanya hadir ketika kita mulai membandingkan diri kita dengan orang lain, merasa tidak ingin tersaingi dan berada di bawa standar orang lain, merasa diri kurang ketika tidak sejajar atau lebih dari orang lain, yang kenyataannya itu semua hanya perasaan negatif yang kita pelihara, sehingga dia berkembang dan mengendalikan kita, yang membuat kita tidak dapat mengenali diri kita sendiri dan menggali potensi terbaik yang kita miliki. 

Pada akhirnya, karena tidak ingin terlihat kurang kita terus menutupinya dengan tembok gengsi yang lebih tinggi dari diri kita sendiri. Tidak sedikit orang yang meninggikan gengsi di atas dirinya melakukan kebohongan untuk menutupi kelemahan atau kekurangan yang kita miliki. 

Jelas sekali jika rasa gengsi sudah mengendalikan diri kita tentunya itu sudah tidak sehat dan harus segera diobati salah satu caranya adalah mencintai diri sendiri. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Kristin Chenoweth "If you can learn to love yourself and all the flaws, you can love other people so much better. And that makes you so happy." 

Berdamai dengan diri sendiri    

Ralph Waldo Emerson pernah mengatakan bahwa "Nothing can bring you peace but yourself". Dari ungkapan Ralph jelas bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat membawa kedamain kalau bukan diri kita sendiri yang membangunnya. Dr. Jiemi Ardian Sp. KJ menyimpulkan bahwa berdamai dengan diri sendiri bisa dipahami sebagai penerimaan akan kondisi saat ini. Berdamai dengan diri sendiri merupakan sebuah proses dalam kehidupan yang harus kita jalani agar kita tidak terjebak dalam ruang perbandingan hidup yang tidak akan pernah ada akhirnya.

Bagaimana pun ceritanya, jalan cerita setiap orang tidak selalu sama dan hal yang membuat kita merasa sulit menerima keadaan ketika semua itu berjalan di luar ekspetasi adalah kurangnya pemahaman diri terhadap diri kita sendiri, kita terlalu sibuk menjadi sahabat yang baik untuk orang lain, tapi lupa bagaimana caranya menjadi sahabat yang baik untuk diri sendiri. 

Kita terlalu sibuk memahami orang lain namun lupa memahami diri sendiri dan terkadang kita menjadi pribadi yang begitu bijak untuk orang lain namun tidak untuk diri sendiri, karena kita terlalu fokus dengan orang lain sehingga diri sendiri kita abaikan, akhirnya kita tidak tahu apa yang kita butuhkan. Menjadi pribadi dengan penerimaan penuh akan diri sendiri menjadi langkah awal kita agar dapat mencintai dan berdamai dengan diri sendiri.

Dari tiga tips di atas semoga mampu menjadi solusi dalam mengelola gengsi yang tertanam dalam diri kita agar menjadi gengsi yang sehat. Jadi sudah jelas ya,baik atau tidaknya sebuah gengsi,  semua tergantung porsi dan kadarnya. kalau kata Socrates tuh "Eat to live, not live to eat." :) 

penulis : Ayu Uswah Munjiah, S.Pd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun