Mohon tunggu...
uswah hasanah
uswah hasanah Mohon Tunggu... -

mahasiswa psikologi universitas islam negri maulana malik ibrahim malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

REMAJA MASA KINI

31 Oktober 2013   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:46 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada dewasa ini, masyarakat sebagai pengawas pertumbuhan remaja semakin kehilangan fungsinya. Pasalnya remaja sebagai subjek memiliki lingkungan yang tidak sedekat dulu dengan masyarakat. Hal itu disebabkan remaja memiliki waktu yang relative sedikit untuk berinteraksi dengan para tetangga atau masyarakat lainnya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu di sekolahnya. Rata-rata sekolah jaman sekarang memiliki program belajar hingga sore hari. Akibatnya remaja lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya.

Remaja merupakan masa pertumbuhan yang rentan. Pada masa ini, seorang remaja berada dalam wilayah percarian jati diri. Mencari bagaimana sebenarnya ia di masyarakat dan bagaimana ia bisa diterima di lingkungannya. Maka lingkungan individu saat ia remaja sangatlah penting. Karena di sanalah remaja akan membentuk pribadi dirinya.

Pembentukan kepribadian bisa dimulai dari konsep diri . Konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, social dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan ineraksi kita dengan orang lain. Artinya bagaimana seorang remaja mempersepsi siapa dan apa peranannya di dalam masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan, masyarakat yang dominan selalu berinteraksi dengan remaja adalah masyarakat sekolah di mana semuanya berupa remaja pula.

Standar kompetensi dan tujuan sekolah yang lebih pada kognitif atau prestasi akademik, membuat guru di kebanyakan sekolah hampir tidak berperan sebagaimana mestinya. Guru berkewajiban untuk mendidik siswanya. Menurut kamus besar bahasa indonesi (KBBI), mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Jadi tidak hanya berfokus pada usaha-usaha bagaimana seorang siswa harus berprestasi secara akademik, tetapi juga sosial.

Masyarakat lainnya adalah keluarga. Selain waktu yang banyak dihabiskan di sekolah, salah satu perubahan pada perkembangan remaja juga menyebabkna keluarga kurang bisa berperan aktif dalam membantu perkembangan remaja. Remaja awal berada pada tahap penerimaan terhadap bentuk & kondisi fisik serta adanya konformitas yg kuat dengan teman sebaya. Di sinilah remaja bisa sangat mudah saling mempengaruhi satu sama lain.

Konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain (Cialdini & Goldstein dalam Taylor, 2012). Remaja di sekolah dapat diandaikan seperti sekelompok yang berada dalam kebingungan bersama dan dalam situasi perang global mencoba bersama-sama menciptakan sebuah kesepakatan bersama. Kesepakatan mulai dari cara berpakaian, berperilaku, bahkan berpikir. Semuanya diciptakan oleh para remaja yang pada masa kini menjadi subjek tempat para produsen menjajakan jualannya lewat iklan-iklan.

Melalui konformitas perilaku remaja terbentuk. Seorang remaja yang berada dalam kelompok konsumtif kemungkinan besar ia akan berperilaku konsumtif pula. Ketika ia tidak memiliki suatu prinsip untuk menentangnya. Contoh perilaku lainnya adalah pacaran. Beberapa remaja lelaki yang penulis wawancarai mengakui bahwa sebagian alasan mereka berpacaran adalah untuk sebuah prestise atau kebanggaan. Sedangkan yang lainnya sebagai kebutuhan akan kasih saying atau perhatian. Keduanya dapat dijelaskan melalui psikologi perkembangan, social, atau bahkan kepribadian.

Dalam teori maslow tentang motivasi, salah satu kebutuhan manusia adalah eksistensi diri. Remaja cenderung bersikap sama dengan lingkungannya untuk diterima atau menunjukkan siapa dirinya. Masalahnya adalah jika alasan berpacaran hanya untuk prestise atau seseorang yang berpacaran maka diartikan memiliki sebuah kemampuan. Dari mana atau bagaimanakah persepsi ini terbentuk? Apakah benar masyarakat lebih memandang seseorang yang berpacaran dibandingkan yang tidak? Apakah budaya kita, Indonesia, yang mengajarkan hal itu? Atau dari lainnya seperti iklan dan film sebagai salah satu pembentuk persepsi masyarakat masa kini?

Persepsi adalah bagaimana kita menginpresentasikan informasi yang kita terima melalui indera yang kemudian diolah secara kontruktif atau rekontruktif. Persepsi kontruktif adalah persepsi yang dilahirkan hanya berdasar pada informasi yang didapat pada saat itu, sedang rekontruktif adalah persesi yang dibentuk dengan dipengaruhi oleh pengetahuan yang sudah ada sebelumnya (berkaitan dengan memori). Menurut Calhoun & Acocella dalam Sobur, 2003, persepsi di bagi menjadi 2 yaitu persepsi diri dan social. Persepsi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kognitif, memori, indera dan atensi atau perhatian.

Jadi dalam mengonsep diri dan berperilaku, seorang remaja juga sangat dipengaruhi oleh persepsinya. Sedangkan persepsi dipengaruhi oleh informasi dan memori yang ia dapatkan dari hasil interaksinya dengan lingkungan. Salah satu macam memori adalah memori palsu. Hal itu dipengaruhi oleh persepsi, social, dan hasrat. Kembali lagi pada alasan berpacaran. Jika dinyatakan bahwa berpacaran dapat meningkatkan kemampuan kita di mata masyarakat, maka hal itu adalah salah satu contoh memori palsu. Memori yang dibentuk berdasarkan:

1.Persepsi; persepsi para remaja atas sinetron picisan yang banyak ditayangkan di TV dan menjadi tontonan sehari-hari para remaja dan parahnya lagi, ibu-ibu.

2.Hasrat; “hei, dia pacarku loh…” ucap seorang remaja pada teman-temannya seraya menunjuk seorang  gadis. “wah…” koor teman-temannya menanggapi. Remaja pertama kemudian tersenyum bangga. Tanpa sadar salah satu dari teman-teman di sampingnya berpersepsi  sepertinya jika punya pacar bisa bangga. Kalau begitu saya mau pacaran ah…

3.Social; anggapan di atas mulai meluas dan menjadi anggapan umum sehingga mempengaruhi remaja-remaja lainnya.

#opini ini juga dishare di blok penulis dengan alamat psikologi sosial c-6 pada tanggal yang sama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun