Oleh karena itu, Kyai Nasirudin selalu menekankan pentingnya menjaga dialog terbuka antar umat beragama, baik di lingkup musholla maupun di masyarakat yang lebih luas.
Dalam pandangannya, Islam tidak pernah mengajarkan eksklusivitas (saklek) yang menutup diri dari golongan lain. Justru sebaliknya, Kyai Nasirudin percaya bahwa dalam interaksi sosial, harus ada kesediaan untuk memahami satu sama lain.
Kerukunan, menurutnya, bukan hanya sekadar toleransi pasif, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk aktif, di mana umat saling membantu dan mendukung dalam kebaikan.
Keramahan dan Keterbukaan: Karakter Kyai Nasirudin
Salah satu ciri khas Kyai Nasirudin yang sangat melekat dalam ingatan para jamaahnya adalah keramahannya. Beliau selalu menerima siapa pun. Saat penulis nderek pengajian beliau, dengan siapa pun beliau dapat akrab, dan beliau sangat gemar ber-silaruahmi. Terlihat setelah usai ngisi pengajian mesti mampir ke salah seorang teman atau rekannya.
Dengan senyuman dan sikap hangat, tanpa memandang status sosial atau latar belakang mereka. Keramahan ini tidak hanya memupuk rasa persaudaraan di kalangan muslim, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan masyarakat non-muslim.
Keterbukaan beliau terhadap berbagai isu membuat para jamaah merasa nyaman untuk berkonsultasi mengenai berbagai masalah kehidupan. Kyai Nasirudin selalu memberikan refleksi yang bijak dan meneduhkan hati, sembari mengarahkan agar setiap individu tetap berintrospeksi diri. Inilah yang menjadikan beliau sosok yang sangat digandrungi dan dihormati di lingkungannya.
Teologi Kerukunan dalam Praktik Nyata
Prinsip kerukunan yang dijalankan Kyai Nasirudin tidak hanya sebatas teori. Beliau aktif menggerakkan jamaahnya untuk selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial yang memupuk kebersamaan. Sekalipun kegiatan kecil gotong royong di Musholla. Kyai Nasirudin mendorong partisipasi jamaah dalam membantu sesama tanpa memandang latar belakang, baik dalam hal gotong royong, bantuan kemanusiaan, hingga acara-acara kebudayaan yang mempererat persatuan.
Pesan beliau sangat sederhana namun mendalam: Islam bukan hanya tentang hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Hablumminallah wa Hablummninannaas.