Nah, dalam konteks ini, untuk membuat tersenyum dipakailah masker yang menampilkan wajah tersenyum pula. Dengan harapan seseorang tadi ingin membagikan senyum kepada prang lain yang melihatnya, seperti yang barusan saya alami.
Setelah berlalu dari seseorang itu, saya berpikir bahwa perilaku orang tersebut, produsen maskernya, dan situasi yang diciptakan memang diarahkan untuk humor dan guyon maton agar semua orang bisa tersenyum gembira.Â
Saya teringat kemudian dengan apa yang dilakukan oleh Rod Martin, seorang Psikolog dari University of Western Ontario, Kanada yang mengelompokkan model humor dari dan untuk seseorang yang dipublikasikan di Research and Personality tahun 2003.
Martin mengelompokkan selera humor menjadi empat, yakni affiliative, aggressive, self enhancing, dan self-defeating. Gaya affiliative adalah menggunakan humor untuk menarik orang lain agar menyukai dirinya, sedangkan gaya aggressive yakni humor yang digunakan untuk mengkritik orang lain.Â
Sementara itu, self enhancing adalah humor yang yang bertujuan untuk menertawakan diri sendiri. Dan, gaya self-defeating adalah gaya humor yang menempatkan dirinya sebagai bahan lelucon atau bahan guyonan.
Kita mungkin memasukkan gaya masker bermotif wajah tersenyum sebagai sebuah gaya humor affiliative dan self-defeating atau yang mana saja. Intinya kita dibuat untuk tersenyum.Â
Ini merupakan kode semiotis untuk menghiasi suasana wabah ini dengan aktif, aman, dan senyuman, bukan meratap dan pasif. Sebuah kreasi yang cerdas secara semiotis. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H