Kita menjadi “terbiasa” dan “nyaman” dengan situasi yang kita hadapi. Kenyamanan dan kebiasaan ini terus mengendap sebagai kesadaran bahwa itu lah kondisi kehidupan kita.
Saat ini terjadi wabah Covid-19, dan ke depan akan diberlakukan pola hidup baru yang mengubah kenyamanan dan kebiasaan kita. Siapkah kita? Untuk beberapa hal dan beberapa kelompok orang tentu akan siap, tetapi untuk yang lain apakah siap?
Misalnya, siapkah kita tertib aturan baru ketika berada di pasar tradisional, di tempat wisata umum, tempat transportasi umum, dan tempat yang memungkinkan berkumpulnya banyak orang di sana?
Kita berharap semua tertib sesuai harapan dan aturan. Namun, kita perlu mengingat bahwa endapan kesadaran (mentality) kita sudah lama terbangun, tentu mengubah habituasi menjadi adaptasi akan terlalu sulit dilakukan jika tidak ada kesadaran baru tentang stimulus yang ada.
Ironisnya, sebagian orang mengalami kegirangan baru dan begitu “euforia” ketika sebuah mall dibuka, stasiun dibuka, bandara dibuka lalu mengaksesnya seperti biasanya tanpa menghiraukan lagi aturan-aturan dalam kondisi wabah.
Perlu pendekatan holistik bagi kita dalam menyikapi Normal Baru ini, agar tidak muncul anggapan bahwa kelonggaran mengakses fasilitas-fasilitas umum sebagai sebuah kondisi yang Baru Normal.
Artinya, kelonggaran-kelonggaran ini dianggap sebagai kondisi yang normal kembali setelah sebelumnya ditutup aksesnya sehingga berperilaku selayaknya yang biasa dilakukan. Ini persoalan mentality, namun kita berharap kesadaran ini betul-betul utuh ketika berada pada suasana Normal Baru, dan berusaha menghindari anggapan bahwa suasana ini sebagai keadaan yang Baru Normal sehingga terlalu “easy going” dengan apa yang terjadi dan merasa yang penting nyaman. Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H