Mohon tunggu...
Nar
Nar Mohon Tunggu... Editor - dewi

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Tahan Polusi Jakarta, Saya Pilih Jadi ODGJ

20 Januari 2025   05:10 Diperbarui: 20 Januari 2025   05:10 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski saat ini cukup gembira menjadi IRT, namun saya memiliki pengalaman bekerja yang cukup berlika-liku. Apalagi, mau tak mau saya memang pernah harus keluar daerah bila tak ingin menjadi ODGJ alias Orang Dengan Gaji Jogja.

Salah satu kota tujuan saya untuk mencari sesuap nasi tentu saja ibukota Jakarta. Saya inget banget, saya ke Jakarta bersama seorang teman SMK. Namun setelah beberapa lama, kami akhirnya berpisah. Lama tak bersua, ternyata kami mengambil jalan yang sama; keluar dari Jakarta.

Saat ngobrol dengan kawan saya itu, ia curhat kalau ia akhirnya memutuskan menjadi TKI di Hongkong. Adapun saya terpaksa menjilat ludah sendiri dengan kembali ke Jogja dengan gaji seadanya. Namun kami tidak menyesali pilihan tersebut.

Jakarta memang keras. Kata teman saya Jakarta bahkan lebih keras dari Hongkong dan Taiwan yang di luar negeri sana.

5 Hal yang Membuat Jakarta Bukan Pilihan Kami

Berdasarkan obrolan dengan kawan saya itu, saya merangkum beberapa hal yang membuat kami akhirnya menyerah dengan Jakarta.

Jakarta adalah Medan Perang

Saya terbiasa hidup di kota pelajar dengan segala privilege sebagai akamsi. Keluarga dan teman-teman saya ada di sini yang bisa membantu bila saya mendapatkan masalah.

Jogja juga merupakan kota yang menurut saya santai dan kalem. Sementara di Jakarta, saya hidup sendiri di lingkungan yang kompetisinya gila-gilaan.

Bila Jogja adalah kota yang memungkinkan seseorang belajar dari kesalahan, Jakarta bisa menghukum orang yang berbuat salah sedikit saja. Ada banyak orang yang siap menggantikan posisi kita bila kerja kita terlalu naif dan bermental 'slow living.'

Lingkungan Penuh Polusi dan Mengancam Kesehatan

Sedari kecil, saya punya masalah dengan pernafasan. Saya juga paling rentan dengan yang namanya batuk pilek. Iklim Jakarta benar-benar tiada ampun untuk orang seperti saya.

Di kota ini juga, teman saya sering gatal-gatal karena air yang keruh. Apalagi saat itu kami memang tinggal di kos-kosan yang sangat sederhana.

Kurang Ideal untuk Kami yang Bukan S1

Saya dan teman saya sama-sama bukan lulusan perguruan tinggi. Kami hanya lulusan SMK. Pilihan kerja kami sangatlah terbatas dengan gaji yang belum tentu UMR. Jangankan bagi kami, mereka yang lulusan S1 saja kadang susah mendapatkan pekerjaan yang layak.

Inilah alasan utama yang membuat teman saya akhirnya memilih menjadi TKI. Sebab dengan ijazah yang sama, ia bisa bekerja dengan gaji berkali-lipat dari lulusan S1 di negeri sendiri.

Macet!

Dulu saya sering banget melihat adegan sinetron di mana salah satu karakternya mengeluh mengenai Jakarta yang macet. Saya kira mengeluh soal kemacetan itu hanya basa-basi saja.

Ternyata oh ternyata, macetnya Jakarta sangat luar biasa. Saya merasa hidup saya hanya habis di tempat kerja dan di jalanan. Saya juga merasa seperti robot, bukan lagi manusia yang butuh ketenangan jiwa.

Kesenjangan yang Membuat Marah

Entah kenapa Jakarta sukses membuat saya sangat pesimis dengan negeri ini. Betul, sebagai orang kampung saya memang terkesima dengan bangunan-bangunan tinggi yang tidak ada di tempat lain.

Namun saya miris melihat kesenjangan yang ada dan dinormalisasi dengan kata-kata "Jakarta memang begini bung!" Di satu sisi jalan, saya bisa melihat orang-orang mengendarai mobil milyaran rupiah, sementara di sisi jalan yang lain, ada pengemis dengan pakaian compang-camping. Benar-benar tidak habis pikir.

Sulit bagi saya membiasakan diri dengan hal itu. Apalagi, saya tahu betul saya bisa bernasib mengenaskan seperti mereka yang hidupnya terlunta-lunta. Karena kegilaan itulah, akhirnya saya memutuskan menjadi ODGJ sementara teman saya menjadi TKI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun