Inilah alasan utama yang membuat teman saya akhirnya memilih menjadi TKI. Sebab dengan ijazah yang sama, ia bisa bekerja dengan gaji berkali-lipat dari lulusan S1 di negeri sendiri.
Macet!
Dulu saya sering banget melihat adegan sinetron di mana salah satu karakternya mengeluh mengenai Jakarta yang macet. Saya kira mengeluh soal kemacetan itu hanya basa-basi saja.
Ternyata oh ternyata, macetnya Jakarta sangat luar biasa. Saya merasa hidup saya hanya habis di tempat kerja dan di jalanan. Saya juga merasa seperti robot, bukan lagi manusia yang butuh ketenangan jiwa.
Kesenjangan yang Membuat Marah
Entah kenapa Jakarta sukses membuat saya sangat pesimis dengan negeri ini. Betul, sebagai orang kampung saya memang terkesima dengan bangunan-bangunan tinggi yang tidak ada di tempat lain.
Namun saya miris melihat kesenjangan yang ada dan dinormalisasi dengan kata-kata "Jakarta memang begini bung!" Di satu sisi jalan, saya bisa melihat orang-orang mengendarai mobil milyaran rupiah, sementara di sisi jalan yang lain, ada pengemis dengan pakaian compang-camping. Benar-benar tidak habis pikir.
Sulit bagi saya membiasakan diri dengan hal itu. Apalagi, saya tahu betul saya bisa bernasib mengenaskan seperti mereka yang hidupnya terlunta-lunta. Karena kegilaan itulah, akhirnya saya memutuskan menjadi ODGJ sementara teman saya menjadi TKI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H