Mohon tunggu...
Usmar Hanafi
Usmar Hanafi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

perantau, pekerja sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fauzi Bowo dan Ledakan Penduduk

4 September 2012   07:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai Lebaran ada hal menarik yang diucapkan Fauzi Bowo beberapa waktu lalu. Dia mengatakan dirinya sukses menekan angka migrasi ke Jakarta.Menurut dia, di awal kepemimpinannya di tahun 2007, jumlah migrasi pasca Lebaran mencapai 150 ribu penduduk. Tapi di tangannya, jumlah itu menurun hingga 50 ribu penduduk.

"Dari data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta 2011 lalu, selama kepemimpinan saya, migran hanya 51 ribu. Memang kami bisa mengendalikan, buktinya tiap tahun selalu menurun jumlahnya," jelasnya.

Jika dibaca sepintas keberhasilan ini memang terlihat sepele. Hanya saja kalau dipikirkan lagi sebenarnya apa yang telah dilakukan Fauzi Bowo dalam menekan jumlah migrant ke Jakarta itu sebenarnya sangat penting.

Saya jadi teringat teori Ledakan Penduduk yang diberikan oleh Robert Malthus dan Karl Marx. Menurut Robert Malthus, dalam karangannya yang berjudul An Essay on the Principle of Population (1798). mengatakan jika laju pertumbuhan penduduk tidak dibatasi kata Malthus maka diramalkan akan banyak penduduk yang kekurangan bahan pangan, dikarenakan ketidak seimbangan antara pertumbuhan makanan dengan pertumbuhan penduduk. Tetapi pertumbuhan penduduk itu sulit untuk dihentikan karena semua manusia membutuhkan hubungan seksual.

Lain lagi dengan Karl Malx yang berpendapat bahwa kemelaratan penduduk bukan terjadi karena kekurangan bahan pangan, dan bukan karena pertumbuhan makanan lebih lambat, tetapi karena kesempatan kerja yang berkurang. Tentu saja karena Karl Marx adalah dedengkot dari Komunis, kambing hitamnya adalah sistem kapitalisme yang dianut negara. Berbeda dengan Malthus, Marx menganggap pembatasan penduduk tidak perlu dilakukan yang harus dibuat adalah kesempatan kerja seluas-luasnya.

Beberapa efek dari ledakan penduduk tentu saja bermacam-macam. Untuk lingkungan misalnya, ledakan penduduk akan memunculkan masalah polusi. Diketahui tingkat polusi bergerak naik seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk disuatu area permukiman.

Polusi ditimbulkan dari asap hasil pembuangan kendaraan bermotor yang jumlahnya saat ini semakin meningkat tajam. Hal ini terlihat semakin tingginya frekuensi kemacetan yang terjadi dijalan-jalan yang membuat jalan di kota tidak lancar lagi dilalui.

Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampak ikutannya seperti menurun kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan serta hilangnya fungsi ruang terbuka.

Dampak lainnya adalah dampak sosial dan kesehatan. Dampak sosial yang terjadi akibat masalah ledakan penduduk adalah kemiskinan, karena banyaknya penduduk, lapangan pekerjaan terbatas, akibatnya banyaklah yang menganggur.

Jika ditarik kesimpulan, akibat ledakan penduduk di Jakarta tentu perlu penanganan yang cermat. Apalagi Jakarta masih memiliki daya tarik yang spesial bagi masyarakat di luar Jakarta. Kota ini masih diminati meskipun masih sering dibilang BERantakan KUmuh dan MISkin (Berkumis).

Solusi paling ringkas tentu saja adalah menekan perpindahan penduduk ke Jakarta dan itu sudah dilakukan dengan baik oleh Fauzi Bowo. Namun sepertinya Fauzi Bowo menyadari pentingnya peningkatan ekonomi dan lapangan kerja. Dia mungkin tidak kenal dengan teori Karl Marx soal peningkatan lapangan kerja. Tapi kenyataannya hal itu tetap dilakukan oleh Fauzi Bowo.

Brookings Institute dalam riset terbaru di 2012 berjudul "Global Metro Monitor 2011: Volatility, Growth and Recvovery" yang disusun Emilia Istrate, Alan Berube, dan Carey Anne Nadeau menempatkan Jakarta di peringkat ke-17 pada daftar metropolitan global dengan pertumbuhan ekonomi tercepat sepanjang 2010-2011.

Dalam riset tersebut disebutkan pendapatan Jakarta disebutkan meningkat +5,5 persen, sementara lapangan pekerjaan meningkat +3,0 persen. Sebagai pembanding, ibukota negeri jiran Malaysia, Kuala Lumpur, berada pada posisi ke-20 dalam daftar itu dengan peningkatan pendapatan +1,0 persen dan lapangan pekerjaan +4,9 persen.

Jakarta dan Kuala Lumpur merupakan kota Asia Tenggara yang berada pada posisi 20 besar dalam laporan itu. Sementara Shanghai di dalam daftar yang berisi 200 kota itu berada di urutan pertama dengan peningkatan pendapatan +9,8 persen dan peningkatan lapangan pekerjaan +5,8 persen.

Peningkatan lapangan kerja yang dilakukan selama Fauzi Bowo menjabat tentu merupakan gambaran bahwa Fauzi Bowo tidak melarang siapa pun untuk memasuki Jakarta. Namun, tentu saja mereka-mereka yang ingin datang ke Jakarta perlu menyiapkan dirin untuk mendapatkan pekerjaan yang baik guna meningkatkan diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas Ibu Kota pada umumnya.

Keberhasilan Fauzi Bowo dalam hal ini memang cukup baik bagi saya. Tidak bisa dipandang remeh sekalipun publikasi masalah ini tidak begitu intens. Ya semoga saja jika nanti dia terpilih lagi dia bisa memenuhi janji-janjinya lebih baik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun