Indramayu merupakan salah satu kabupaten dalam provinsi Jawa Barat yang terletak pada bagian utara dan bersentuhan langsung dengan laut utara Jawa. Indramayu menyimpan segudang potensi baik dari sektor pertanian yang bahkan sempat disebut oleh presiden Joko Widodo sebagai lumbung padi nasional karena jumlah produksi padinya adalah yang tertinggi di Indonesia, selain itu pada tahun 2021 produksi perikanan tangkap Indramayu menyumbang 40% dari total produksi perikanan tangkap untuk Jawa Barat.
Namun, dibalik potensi sumberdaya alamnya yang begitu besar, kabupaten Indramayu memiliki masalah serius di bidang kesehatan khususnya pada kasus stunting. Dilansir data Open Data Jawa Barat kasus stunting di Indramayu pada tahun 2016 mencapai 23,48% sebuah angka yang tinggi untuk wilayah penyumbang 40% perikanan tangkap bagi Jawa Barat.
Dalam artikel ini kita akan membahas tren menurunnya stunting di Indramayu, mengapa stunting perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat serta bagaimana antisipasi yang bisa kita lakukan untuk mencegah stunting.
Tren Menurunnya Stunting di Indramayu dalam 6 Tahun Terakhir
Melihat tren menurunnya kasus stunting di Indramayu pada gambar di atas tentunya sangat menggembirakan. Berdasarkan data statistik yang dikumpulkan dari tahun 2016 hingga tahun 2021 terlihat angka stunting di Indramayu terus mengalami penurunan. Persentase kasus stunting yang pada tahun 2016 ada pada angka 23,49% telah turun cukup signifikan dalam 6 tahun menjadi 4,83% saja pada tahun 2016. Ini memunjukkan adanya perbaikan yang konsisten pada bidang kesehatan di Indramayu.
Selama periode tersebut terlihat terjadi penurunan yang konsisten dan signifikan dimulai dari tahun 2017. Penurunan persentase paling signifikan terjadi antara tahun 2020 yang awalnya berada pada angka 10,23% menjadi 4,83% pada tahun 2021 yang berarti terjadi penurunan sebesar 5,4% dalam periode tersebut.
Pemerintah kabupaten Indramayu telah berkomitmen untuk menurunkan angka stunting dan meningkatkan kesehatan anak-anak di wilayah mereka. Dalam upaya tersebut, pemerintah Indramayu telah melaksanakan berbagai kegiatan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi yang baik dan pentingnya perawatan anak yang optimal. Pemerintah kabupaten Indramayu juga meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan untuk memudahkan masyarakan mengakses fasilitas kesehatan agar stunting dapat diidentifikasi dan dicegah secara dini. Selain itu, pada tahun 2021, pemerintah Indramayu meluncurkan tim Gesit (Gerakan Penurunan Stunting Indramayu Terpadu) yang bertugas khusus dalam mengatasi stunting. Tim Gesit ini terdiri dari tenaga kesehatan dan relawan yang berfokus pada upaya pencegahan dan pengurangan stunting melalui berbagai program dan intervensi gizi. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah Kabupaten Indramayu dalam mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kesehatan generasi masa depan.
Dengan menurunnya stunting di Indramayu diharapkan hal ini akan membawa perubahan yang lebih baik lagi, terutama bagi tahap tumbuh kembang anak secara fisik hingga emosianal dan intelektual untuk kedepannya. Hal in tentunya akan membawa dampak yang sangat positif untuk kabupaten Indramayu secara keseluruhannya.
Mengenal Apa Itu Stunting
Stunting merupakan kondisi kurang maksimalnya pertumbuhan pada anak yang dapat diidentifikasi dengan tidak sesuainya tinggi badan anak dibandingkan dengan usianya. Anak yang menderita stunting akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan tinggi rata-rata anak seusianya. Stunting umumnya terjadi pada masa awal kehiduoan sang anak dimulai dari masa kehamilan hingga anak berumur 2 tahun. Diperkirakan tak kurang dari 165 juta anak di bawah 5 tahun diseluruh dunia mengalami stunting.
Selain tinggi badan, ada beberapa parameter lain yang bisa digunakan untuk mengecek apakah anak mengalamai stunting atau tidak, anda bisa menggunakan standar internal dari WHO. Beberapa parameter lain diantaranya adalah berat badan terhadap usia, berat badan terhadap tinggi badan dan perkembangan motorik anak. Untuk lebih detailnya anda bisa kunjungi halaman resminya di sini.
Stunting tidaklah muncul tanpa sebab, terdapat beberapa faktor utama yang mengakibatkan terjadinya stunting pada balita seperti masalah gizi yang buruk, kurangnya asupan nutrisi yang baik saat masa kehamilan dan masa awal pertumbuhan anak, serta pola makan yang tidak seimbang. Selain itu terdapat juga faktor sosial-ekonomi meliputi rendahnya tingkat pendidikan dan literasi akan gizi, kemiskinan, serta terbatasnya akses kesehatan yang baik kepada masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar stunting terjadi di negara berkembang dan Indonesia merupakan salah satunya, fakta tersebut sejatinya tidak bisa dijadikan pemakluman bagi kita untuk tidak berupaya mengatasi stunting mengingat dampak jangka panjangnya yang sangat berbahaya.
Stunting perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan dampak jangka panjang yang bisa berakibat buruk bagi individu penderitanya serta bagi masyarakat secara umumnya. Anak yang mengalami stunting sangat rentan akan gangguan perkembangan kognitif, rendahnya produktivitas di masa dewasa, dan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap penyakit kronis. Jika terdaoat kasus stunting yang masif dalam suatu negara maka efek jangka panjangnya akan berakibat negatif pada ekonomi suatu negara karena dapat menghambat potensi sumber daya manusia. Maka sudah seharusnya setiap elemen masyarakat mulai sadar akan bahayanya stunting bagi masa depan anak dan negara.
Kerja Sama Antar Elemen untuk Pencegahan Stunting
Dalam upaya pencegahan stunting, kerja sama antar berbagai elemen sangat penting. Melibatkan peran aktif dari pemerintah, masyarakat, sektor kesehatan, pendidikan, dan lembaga terkait lainnya dapat menciptakan sinergi yang kuat untuk mencapai hasil yang lebih baik. Sinergi ini memungkinkan upaya pencegahan stunting menjadi lebih holistik dan komprehensif, dengan melibatkan berbagai aspek yang saling terkait, seperti gizi, perawatan anak, sanitasi, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. Â Diantara hal yang bisa dilakukan itu antara lain:
- Pemerintah sebagai regulator yang harus berperan proaktif dengan mengadakan program-program yang membantu mecegah terjadinya stunting seperti meningkatkan kemudahan akses ke fasilitas kesehatan dan makanan dengan gizi yang baik, pendidikan gizi bagi Ibu hamil dan balita, kampanye penyuluhan mengatur komposisi makan dan pola makan yang sehat. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan dan mempermudah masyarakan untuk mengakses fasilitas kesehatan.
- Masyarakat yang dapat berperan aktif untuk mendukung program pemerintah seperti ikut dalam kampanye pencegahan stunting, ikut memberikan edukasi untuk masyarakat yang lain serta turut aktif memantau lingkungan sekitarnya apabila ada indikasi seseorang yang berpotensi mengalami stunting untuk memberikan arahan maupun menginformasikannya pada pihak yang terkait.
- Petugas kesehatan setempat dapat berperan sebagai edukator bagi masyarakat dengan terus memberikan penyuluhan dan pemahanan akan dampak stunting bagi masa depan anak serta dapat memberikan solusi akan pentingnya menjaga asupan gizi yang seimbang bagi tahun tumbuh kembang balita.
Upaya pencegahan dan antisipasi stuntung bukanlah tanggungjawab satu atau sebagian pihak, akan tetapi setiap elemen masyarakat harus berperan aktif dalam mengentaskan stunting agar masa depan anak-anak Indonesia menjadi lebih baik lagi, keberhasilan kabupaten Indramayu dalam menurunkan stunting tentunya memberi pelajaran pada kita semua bahwa dengan upaya yang tepat maka permasalahan stunting sedikit demi sedikit dapat bisa diatasi.
Catatan Penulis
Artikel ini merupakan salah satu tugas yang harus penulis kerjakan sebagai bagian dari progrma pelatihan Jurnalisme Berkebangsaan Batch 10 yang diselenggarakan oleh Kompas Gramedia dan bekerja sama dengan JDS (Jabar Digital Service). Banyak pelajaran baru yang didapatkan oleh penulis untuk diimplementasikan langsung dalam pembuatan artikel ini seperti pembuatan konten kreatif untuk social blog, pembuatan atrikel yang runut dan teratur serta bagaimana membuat tulisan berbasis data real untuk memberikan fakta agar tidak ada bias kepada pembaca.
Referensi
- Prendergast, A. J., & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in developing countries. Paediatrics and International Child Health, 34(4), 250-265.
- https://diskominfo.indramayukab.go.id/cegah-stunting-pemkab-indramayu-siapkan-tim-gesit/
- https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/persentase-balita-stunting-berdasarkan-kabupatenkota-di-jawa-barat
- https://www.who.int/toolkits/child-growth-standards/standards
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H