Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anggota KPPS Honornya Lumayan Mestinya Banyak Peminat

2 Januari 2024   21:29 Diperbarui: 2 Januari 2024   21:37 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari informasi yang saya dapati jadi petugas KPPS pemilu 2024 honornya memang lumayan. Bagi warga biasa cukuplah untuk membeli dua karung beras. Ketua mendapat satu juta dua ratus ribu rupiah, anggota satu juta seratus ribu rupiah, dan satlinmas tujuh ratus ribu rupiah. 

Ada kenaikan signifikan dibanding dengan honor pada Pemilu 2019, yakni ketua lima ratus lima puluh ribu, anggota lima ratus ribu rupiah, dan satlinmas lima ratus ribu rupiah. 

Namun walaupun sepertinya menggiurkan, tidak ada kabar warga berebut ingin jadi ketua ataupun anggota di enam RT di kampung saya, Kampung Gurubug, Kabupaten Tangerang.

Seperti halnya melaksanakan tugas  anggota KPPS yang gampang-gampang sulit, mencari anggota KPPS untuk pemilu 2024 pun sama.   Diakui Bapak Asmat, ketua RW di wilayah saya, untuk tujuh TPS dibutuhkan tenaga 49 orang dengan usia 17 sampai dengan 55 tahun. 

Ternyata tidak terlalu mudah mendapatkan warga yang bersedia menjadi anggota KPPS. Hal tersebut dimungkinkan karena faktor pendidikan yang umumnya rendah dan kesibukan yang umumnya warga punya pekerjaan. Dikhawatirkan  warga  ada urusan pemilu yang harus dikerjakan pada jam kerja mereka.

Pada Pemilu 2019 saya diminta oleh ketua RT menjadi ketua. Semula saya ragu, tapi ketua RT yang berpengalaman terlibat dalam kegiatan Pemilu dan Pilkada tersebut membujuk saya. 

Gampanglah, kalau ada rapat-rapat bisa diwakilkan,  katanya. Diberitahu juga jumlah nominal honornya. Akhirnya saya terima, sekalian cari pengalaman. Itulah kali pertama saya terlibat dalam Pemilu.

Dengan honor segitu saya rasa cukup. Kesediaan saya untuk terlibat dalam kegiatan Pemilu tentu tidak semata-mata karena ada honornya. Bagi saya melibatkan diri dalam urusan kenegaraan dan kemasyarakatan tentu ada nilai idealisnya.

Pada tulisan ini saya coba ingat-ingat pengalaman saya pada saat itu. Kampung saya terbagi menjadi dua RW, tiap RW ada tiga RT. Di wilayah RW saya ada enam TPS, di pusatkan di satu gedung SD, menggunakan ruang kelas.  

Sekian hari sebelum pelaksanaan saya mengikuti penjelasan teknis di satu tempat yang diikuti oleh anggota KPPS sekelurahan. Mungkin karena posisi saya di belakang, sehingga saya tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai teknik pelaksanaannya. Selain itu, mungkin ada penjelasan teknis lain sebelumnya yang tidak dapat saya hadiri karena alasan kesibukan kerja. 

Selanjutnya, sehari sebelum pelaksanaan kami menyiapkan tempat. Malamnya kami begadang, mulai dari bakda isya kami berkumpul di lokasi sambil menanti kabar datangnya kartu suara dan lain-lain di gedung kelurahan.  

Sekitar pukul tiga pagi barulah kami menjemput perangkat pemilu  berupa kotak suara, surat suara, dan lain-lain dengan mobil bak terbuka. Dalam perjalanan yang  jarakanya hanya sekira satu kilometer rekan kami yang duduk di ujung bak ada yang nyaris celaka, yakni kejedot kotak suara akibat sopir tancap gas dan mengerem mendadak.

Waktu yang terlalu singkat dalam mempersiapkan segala sesuatunya untuk segera melayani calon memilih berdampak juga kepada mental kami. Lumayan stres. Minimnya konsumsi juga turut menguragi stamina fisik kami. Namun sebagai ketua saya berusaha menunjukkan optimisme dan semangat.  

Pemungutan suara berlangsung lancar di enam TPS kala itu, tak ada kendala berarti. Masalah muncul justru dalam hal teknis administrasi akibat kurangnya pemahaman saya. Proses penghitungan suara dan pengadministrasiannya ternyata  amat melelahkan, terlebih kami tengah malam lapar.

Sesuai jadwal, semua kotak suara diangkut ke kelurahan  dengan satu mobil bak terbuka. Satu petugas satlinmas duduk di ujung bak. Tak ada tali pengikat kotak suara. 

Akibatnya, begitu roda mobil menlindas gajukan  alias polisi tidur sang petugas itu terjengkang. Bagian atas kepalanya terbanting ke aspal jalan. Dia langsung pingsan. Kepalannya bocor. 

Saya menyaksikan kejadian itu di belakangnya.  Mengerikan.  Ada rekan lain yang membantu. Saya bersama rekan terus ke kelurahan. Suasananya "pakewuh" dan tegang karena banyaknya orang dan tumpukan kotak suara serta dengan urusan yang dianggap sangat rawan demi menjaga keamanan kotak suara.

Ternyata, pada saat yang relatif bersamaan, seperti yang dilansir Kompas.com kemudian, tercatat sebanyak 894 petugas KPPS meninggal dunia. Penyebabnya sakit dan kelelahan. Mungkin itu pemilu paling tragis sepanjang sejarah. Beruntung di kelurahan kami tidak terdengar kabar ada yang sampai meninggal dunia.

Pertanggungjawaban ketua tidak hanya sampai di area kantor kelurahan menyerahkan kotak suara beserta isinya dan hasil rekapitulasinya. Jika suatu saat diketahui terdapat kesalahan saya harus siap memenuhi panggilan ke ditingkat kecamatan. Itu jadi beban pikiran bagi saya. Saya kira beban anggota lebih ringan.

Sedikit trauma bagi saya, sehingga jauh-jauh hari saya katakan kepada ketua RT agar tidak lagi menunjuk saya untuk Pemilu 2024. Saya saya ingin bebas. Namun jika nantinya ternyata masih kekurangan tenaga untuk jadi anggota rasa-rasanya saya tidak bisa menolak jika diminta. Saya juga ingin pelaksanaan pencoblosan di kampung saya berjalan baik.  Andai saya menjadi  anggota dan mendapat honor satu juta seratus ribu rupiah saya kira lumayan juga bahkan cukup besar jika dibandingkan dengan gaji UMR sebulan mengingat jam kerjanya relatif singkat.

Untuk mengurangi hal-hal yang tidak dikehendaki, menjadi anggota KPPS diharuskan dalam kondisi sehat. Namun jika terjadi sesuatu semisal kecelakaan pemerintah tidak menyediakan asuransi melainkan hanya memberikan santunan yang bersumber dari APBN. Begitu katanya. Namun apa pun itu kita semua berharap semoga Pemilu 2024 berlangsung kondusif, tanpa kecurangan. Baik paslon maupun para pendukungnya bersedia menerima kekalahan jika itu terjadi.[]           

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun