Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menanti Momongan

20 Desember 2023   12:20 Diperbarui: 20 Desember 2023   12:27 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istriku meninggal dunia akibat kanker kelenjar getah bening ketika anak semata wayangku berusia satu setengah tahun. Delapan bulan berselang aku berjodoh dengan Elma, gadis asal Bima, Nusa Tenggara Barat. Kuboyong dia ke kediamanku di Tangerang. Setiap pagi aku berangkat kerja dan pulang sore, sedangkan Elma memilih menjadi ibu rumah tangga sambil mengurus anakku, Delia.

Dari hari pernikahan hingga tiga ratus lima puluh lima hari berlalu belum ada tanda-tanda kehamilan pada diri Elma. Kendati amat menyayangi Delia dia juga sangat menginginkan anak yang lahir dari rahimnya. Aku pun sama. Kukira punya anak dua cukuplah. Kami pun bersepakat untuk melaksanakan program kehamilan.

Sebelum menyerahkan soal kehamilan kepada dokter ahli kandungan kami mulai mencari-cari informasi berkaitan dengan kehamilam. Aku memesan buku Cepat Hamil secara daring. Begitu bukunya tiba, kami membacanya dan mendiskusikannya. Hal-hal yang harus dipraktekkan kami praktekkan hingga berulang-ulang. Kendati tak ada tanda-tanda kehamilan, kami mencoba mengetesnya dengan tespek, tentu saja garis satu, yang berarti negatif. Iseng-iseng kujemur dalam beberapa jam tespek tersebut barangkali berubah menjadi garis dua. Ternyata tetap bergaris satu.    

Ibu mertua menyarankan agar Elma meminta bantuan kepada Nenek Nikmah di Sambina'e seperti yang pernah dilakukan oleh Eriana, kakak kembar dari Elma. Atas izin Allah, Eriana pun hamil dan punya anak. Sedangkan kehamilan keduanya terjadi dengan mudah. Aku setujui keinginan Elma untuk meminta bantuan Nenek Nikmah.  

Pada momentum lebaran 2014 kami pulang kampung ke tempat kelahiran Elma dengan pesawat dari Jakarta. Kami berada di sana dua pekan. Dalam dua pekan itulah secara berselang hari aku mengantar Elma. Kendati sudah sepuh, Nenek Nikmah masih tampak sehat. Dia tinggal bersama cucunya di rumah panggung yang kayu-kayunya tampak sudah lama dan sebagian rapuh. Konon dia cukup berpengalaman membantu orang yang sulit mendapatkan keturunan dan umumnya berhasil.

Selain diurut pada bagian perut, Elma diberi minuman ramuan herbal yang dibuatnya. Tanpa kesulitan, Elma pun meminumnya satu gelas walaupun aroma bau bawang merahnya menyengat. Ramuan serupa diberikan juga untuk diminum di rumah. Sesuai permintaan, pada kesempatan berikutnya kami membawa kepala hijau. Kelapa hijau itulah yang digunakan untuk ramuannya. Entah dengan apa lagi campurannya selain dengan bawang merah. Karena bau bawang merahnya yang menyengat aku tak sanggup meminumnya walaupun dibolehkan.

Masa program itu harusnya tiga bulan. Namun karena keterbatasan waktu kami di sana hal itu diselesaikan dalam dua pekan. Hal teknis yang disarankan Nenek Nikmah kami praktekkan di rumah. Namun hingga bulan-bulan berganti belum juga ada indikasi kehamilan.

Aku menemani Elma mendatangi dokter Rini, spesialis kebidanan dan kandungan di Rumah Sakit Assyifa di Jalan Wedang Jahe. Elma mendapat nomor antrean 20. Yang sedang ditangani baru pasien nomor antrean 3. Sambil menanti giliran yang masih lama Elma menemani aku ke tukang bubur ayam. Makan bubur ayam hal biasa bagiku, tapi ternyata tidak bagi Elma. "Gak doyan," katanya. Rupanya di kampungnya tidak ada tukang bubur ayam. Aku bujuk dia agar mau mencicipi. Setelah cicipan pertama, lalu kedua dan ketiga. "Enak?" kataku. Dia mengangguk. Aku pesankan semangkuk untuk Elma. Elma pun menghabiskannya. Itulah kali pertama Elma makan bubur ayam yang ternyata enak.

Program dengan dokter Rini dijalani sampai tuntas. Hasil diagnosanya tak ditemukan faktor penghambatnya. Tinggallah kami menunggu hasilnya. Hingga pekan berganti bulan, ibarat bercocok tanam, tak ada benih yang tumbuh. Kami tak merasa perlu untuk kembali ke rumah sakit tersebut.

Ketersediaan dana juga menjadi salah satu penentu kami berobat ke dokter atau tidak. Dalam waktu yang agak lama kami hanya mengikuti resep-resep tradisional dan mengonsumsi nutrisi yang memungkinkan terjadinya kesuburan rahim. Seorang teman menganjurkan aku mengonsumsi sate kelinci, selain banyak makan tauge. Semua yang menurut aku masuk akal dan aku mampu melakukannya aku turuti.  Kukira ikhtiarku tidak kurang.

Sampai putriku masuk SD, Elma tak kunjung hamil. Kerabat, sahabat atau siapa pun dari kampung yang kebetulan bertemu langsung atau berkomunikasi lewat media sosial yang kerap ditanyakan adalah "rezeki", maksudnya momongan.  Sesekali Elma merasa hidupnya hampa, tak bermakna. Elma pun sering tampak murung. Menyadari hal itu akau pun berinisiatif menawarkan kembali program kehamilan. "Semoga dalam waktu dekat dananya ada," kataku.

Informasi tentang keberadaan dokter Azril telah lama aku dengar, sehingga pada saatnya kami mendatanginya di rumah sakit Qodarullah. Program kehamilan Elma ditanganinya secara bertahap. Obat yang diberikan selalu tak tersisa. Pada kunjungan ketiga Elma dirujuk ke rumah sakit Sahabat Keluarga untuk menjalani hidrotubasi karena alat yang dibutuhkan di rumah sakit Qodarullah belum tersedia. Hal itu kami turuti.

Jarak dari kediaman kami ke rumah sakit Sahabat Keluarga belasan kilo. Setelah menanti beberapa antrean Elma masuk ke ruang pemeriksaan. Aku menunggu di luar. Sekira setengah jam pemeriksaan selesai. Elma tampak meringis. "Dibius, dimasukkan kamera," bisik Elma. Aku merinding ngeri. Elma hanya diberi obat pereda nyeri. Hasilnya pekan depan baru bisa diambil. 

Walhasil tidak terdapat sumbatan pada tuba falopi, yakni area sistem reproduksi tempat sel telur dan sperma bertemu dan tempat biasanya pembuahan terjadi. Kembalilah kami ke dokter Azril. Dia tampak bingung. Sepertinya kekhawatirannya tidak terbukti. Dia telah  mengerahkan semua kemampuannya. Belum ada titik terang penyebab Elma tak kunjung hamil. Tiba-tiba terbersit dalam pikiranku untuk mengatakan sesuatu kepada dokter Azril. "Mohon maaf dok, apa tidak sebaiknya saya juga diperiksa, harus ke bagian apa tepatnya?"

Dia telah diberi tahu bahwa tidak mandul. Dia tampak berpikir sejenak. "Baik, silakan bapak periksa ke bagian andrologi di rumah sakit lain. Di sini tidak ada dokternya." Dokter Arzil memberikan surat pengantar dan formulir untuk pemeriksaan laboratorium. Meskipun sepertinya mendapatkan jalan buntu tapi dokter Azril masih memberikan resep obat untuk Elma. Kami pun menebusnya di apotek rumah sakit. 

Kendati tidak mandul kukira ada baiknya aku pun memeriksakan diri kepada ahlinya, yakni ahli andrologi guna memeriksa struktur dan fungsi sistem reproduksiku. Aku memilih rumah sakit  Siloam yang konon fasilitasnya lengkap dan canggih. Konsekuensinya, tentu kami harus menyediakan dana yang memadai.

Karena faktor danalah kemudian upaya kami terhenti hampir setahun. Setelah tersedia dananya, aku memeriksakan diri ke laboratorium di Klinik GOR. Sesuatu telah dikeluarkan, ditampung pada sebuah tabung kecil untuk diuji di laboratorium. Hasilnya bisa diambil tiga hari kemudian.

Aku minta izin tidak masuk kerja. Pukul delapan seperempat aku tiba di Rumah Sakit Siloam untuk mendaftar berobat ke bagian andrologi. "Dengan dokter Heru ya Pak," ujar petugas pendaftaran. Ternyata jadwal praktek dokternya sore sehingga pada waktunya aku kembali bersama Elma. Beruntung biaya jasa dokter spesialis itu masih terjangkau. Hasil tes laboratorium dan surat rujukan aku serahkan kepada dokter Heru.  Dokter Heru memeriksa dengan cermat hasil tes laboratorium tersebut. "Ini salah ni, ini salah, ini juga salah." Dia mencoret bagian yang menurutnya salah.

Aku diarahkan ke ruang pemeriksaan. Gorden ditutup. Dimintanya aku membuka celana luar dan dalam selanjutnya telentang. Onderdilku dipencet-pencet. Dokternya memakai sarung tangan. Aku merasa geli dan risih. Aku khawatir susternya masuk dan melihat. Sekira lima menit kemudian pemeriksaan selesai. Kupakai kembali celanaku. Dokter kembali ke kursinya, aku kembali duduk di samping Elma.

"Begini Pak Dahlan, bapak saya yang tangani. Istri bapak saya serahkan kepada teman saya dokter Dessy di Rumah Sakit Hermina. Nanti saya buatkan pengantarnya. Bapak saya kasih obat yah."  Dokter Heru menulis resep, selanjutnya memberikannya kepadaku, menyusul surat pengantar untuk dokter Dessy.

Dua macam obat kami tebus di apotek rumah sakit seharga satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah, suatu harga yang menurutku tidak murah. Tertulis untuk diminum dua kali sehari, selama tiga hari.

Esok sorenya kami ke dokter Dessy. Pasiennya lumayan banyak. Elma termasuk antrean ke tiga puluh. Untuk program kehamilan Elma harus menjalani sepuluh kali terapi. Apa pun yang dokter sarankan kami siap mengikutinya. Elma diobservasi dan diberi terapi penghangatan pada bagian perut. Obat yang diresepkan dokter Dessy kami tebus dan Elma meminumnya. Sesuai jadwal, pekan berikutnya kami kembali dan Elma diberikan terapi penghangatan pada bagian perut. Itu terhitung terapi pertama. Terapi kedua dan seterusnya berselang sepekan.

Setelah terapi kelima, tiga hari berikutnya dalam perjalanan pulang kerja aku iseng membeli tespek paling murah seharga lima ribu rupiah. Sekali lagi aku cuma iseng, siapa tahu hasilnya positif, pikirku. Elma mengetes air kemihnya. Ternyata hasilnya di luar dugaan, yakni muncul garis dua, yang berarti positif. Kami kaget, gembira dan terharu. Namun  rasa itu kami tahan, khawatir tespek murah itu tidak akurat.  

Rasanya kami tidak percaya dengan fakta itu. Mumpung belum terlalu malam, aku pergi ke apotek untuk membeli tespek merek lain. "Yang paling mbak," kataku. Ternyata yang paling mahal harganya tujuh belas ribu. Aku membelinya dua buah. Sampai di rumah, malam itu juga digunakan. Hasilnya positif. Satu lagi digunakan pagi saat Elma belum makan dan minum. Ternyata hasilnya positif juga. Kutahan Elma agar tidak mengabarkan hal itu kepada orang tuanya di kampung sebelum dokter menyatakan kepastian hamilnya.

Sementara itu, meskipun obat dari dokter Heru sudah habis belum ada keinginanku untuk kembali memeriksakan diri, terutama karena belum ada dana yang cukup. Kami lebih fokus kepada penanganan Elma.

Sesuai jadwal Elma kembali memasuki ruang praktek dokter Dessy. Ketiga tespek bergaris dua ditunjukkan kepada dokternya. "Wah, semua positif. Coba kita periksa yah." Dokter Dessy memeriksa Elma dengan USG. Pada layar monitor tampak tanda kehamilan. "Selamat yah."

"Alhamdulillah," ucap kami spontan. Kami gembira bukan main. Kupeluk Elma. "Terima kasih Kakak." Air mata Elma menetes.

"Terapinya cukup yah, tapi ada obat yang harus diminum." Dokter Dessy menulis resep.  Untuk selanjutnya Elma dipersilakan melaksanakan kontrol secara berkala.

Keberhasilan ini Elma kabarkan kepada keluarga di kampung. Mereka senang dan bersyukur. Teman-teman di kampung yang terkoneksi melalui media sosial pun  menanyakan hal itu untuk memastikan kebenarannya. Pada akhirnya mereka mengucapkan selamat.

Hari-hari berlalu, sekira usia bayi dalam kandungan mencapai tiga bulan Elma mules-mules dan segera dilarikan ke bidan terdekat. Ternyata Elma mengalami keguguran. Seketika kami berduka. Perjuangan melelahkan, terutama Elma, seakan sia-sia. Dalam kesedihan dan kecewa Elma masih merasakan kebahagiaan dan bersyukur. Karena baginya Tuhan telah memberikan bukti bahwa dirinya tidak mandul dan masih ada kemungkinan kembali hamil.

Kondisi yang mengkhawatirkan pasca keguguran mengharuskan Elma dirawat di rumah sakit. Dan pada akhirnya dokter mengambil tindakan terbaik berupa kuretase untuk membersihkan sisa-sisa kehamilan dalam rahim. Kendati merasakan sakit, beruntung semuanya berlangsung tanpa hambatan berarti sampai Elma kembali ke rumah.

Kondisi kesehatan Elma berangsur membaik hingga aktivitas sehari-hari berjalan sebagaimana biasanya. Belum ada rencana untuk menerapkan program kehamilan. Namun tips-tips agar cepat hamil seperti mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asam folat tetap dilakukan Elma. Sekira tujuh bulan berlalu Elma mengalami mual-mual. Segeralah aku membelikan tespek paling mahal yang ada di apotek terdekat dan terlengkap. Walhasil, garis dua. Elma positif hamil.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun