Jika tak punya modal, Paman Sarbani masih tetap bisa mendapatkan dagangan, yakni dengan cara utang dan memberi janji. Janji itu bisa ditepati dan bisa juga diingkari. Beruntunglah orang yang janjinya ditepati oleh Paman Sarbani. Akibat janji yang tidak ditepati, Paman Sarbani pernah dilaporkan ke polisi dan sempat mendekam sehari semalam di sel tahanan Polsek Kaligempur. Atas usaha Bibi Asmanah dengan mencari pinjaman kepada saudara-saudara dari pihak Paman Sarbani utang pun terbayarkan.
Berkali-kali Bibi Asmanah pergi dari rumah dan pulang ke rumah kakek karena kesal terhadap kelakuan suaminya. Katanya dia ingin bercerai. Tapi ketika Paman Sarbani merajuk dan mengajaknya pulang hati Bibi Asmanah selalu luluh. Urusan negosiasi memang dialah jagonya. Pembawaan dan bahasanya yang lemah lembut mampu memengaruhi lawan bicaranya. Tak ada kesan galak pada dirinya kendatipun ketika dia marah. Begitulah Paman Sarbani. Aku dan saudara-saudaraku menyukainya, terlebih dia sering memberi kami uang.
O ya, satu lagi yang aku sayangkan dari Paman Sarbani, kendati di KTP-nya Islam tapi dia bukan muslim yang taat. Seperti kerap disebut Bibi Asmanah, kendati sudah dibelikan sarung, baju koko dan peci tetap saja Paman Sarbani tak mau melaksanakan salat lima waktu. Salatnya hanya idulfitri dan iduladha. Katanya, Bibi Asmanah kerap mengadukannya kepada ustaz di lingkungannya. Nasihat ustaz itu pun ditanggapinya dengan anggukan-anggukan mengiyakan. Tak ada ucapannya yang dibantah Paman Sarbani. Seolah Paman Sarbani sangat menyadari kesalahannya. Namun kenyataannya tetap saja dari waktu ke waktu tak ada salat wajib yang dikerjakan. Â
Ketika berkunjung ke kediamannya ibu mencoba menasihatinya agar Paman Sarbani mau menjalankan salat wajib sedikit-sedikit. Paman Sarbani menanggapinya dengan penuh takzim. "Iya Kak, terima kasih sudah diingatkan, tapi bagaimana yah, untuk saat ini belum mau, hati belum tergerak, susah Kak."
"Mumpung masih ada waktu, Dik. Mumpung masih sehat."
"Alhamdulillah sekarang sehat. Mungkin nantilah kalau dagangnya sudah pensiun."
"Kayak pegawai negeri saja, pensiun."
"Dulu ada di kampung sini, Pak Sukiman namanya, pensiunan jongos Pemda DKI, ibadahnya rajin banget juga sering azan subuh di masjid."
"Dik Sarbani bisa mengumandangkan azan?"
"Kalau pelan-pelan bisa Kak, tapi pelan sekali. Kalau azan pakai pengeras suara di masjid saya tidak sanggup. Baru pegang mikrofonnya saja sudah gemetaran. Tapi masuk masjidnya juga jarang."
Masuk telinga kanan, keluar telinga kanan juga. Berbagai teguran dan nasihat ibu sepertinya percuma saja. Namun ibu senang menasihati Paman Sarbani karena biasanya begitu pamit pulang Paman Sarbani mengepalinya uang seraya berujar, "Buat jajan." Â Â