Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Risiko Jadi Orang Kaya

29 Oktober 2017   21:21 Diperbarui: 31 Oktober 2017   06:21 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya rasa untuk menjadi kaya tidak harus berpendidikan tinggi. Saya cuma lulusan SMP karena faktor biaya, walaupun tidak saya pungkiri bahwa banyak orang yang jadi kaya berkat pendidikan. Untuk menjadi pejabat harus berpendidikan, kecuali pejabat ketua RT dan RW. Di kampung saya, jabatan sosial yang sering bikin tekor keuangan  itu dipegang oleh mereka yang tidak berpendidikan. Mereka bangga jadi ketua RT dan RW, tapi jiwa sosial mereka juga tinggi, mengalahkan mereka yang berpendidikan tinggi.

Seperti kata orang-orang kampung saya, apa pula artinya pendidikan tinggi jika ujung-ujungnya cuma jadi ketua RT seperti si Usin, atau jadi kacung seperti Madroni, bahkan jadi penipu seperti Sudayat yang sering dicari polisi.  

Bukan saya sombong, saat ini, jika berhitung harta, tak ada yang lebih kaya dari saya di kampung ini. Tak ada warga yang memiliki tanah di atas satu hektare. Paling banter setengah hektare. Sedangkan tanah saya mencapai belasan belas  hektare. Jika harga per meternya minimal satu juta rupiah, sudah berapa duit saya di situ? Rumah saya, walau tidak bertingkat, ukurannya 30 x 35 meter, berdiri di atas tanah seluas lapangan sepak bola. 

Bukan omong kosong. Ini kenyataan. Mobil saya ada seratus dua, meskipun yang seratusnya dagangan. Tapi itu juga kepunyaan saya. Saya pernah tiga kali menunaikan haji dan beberapa kali umrah. Istri, anak, dan kedua orang tua serta adik dan kakak saya juga sudah saya ongkosi berhaji. Anak-anak yatim dan fakir miskin, sekurang-kurangnya setahun sekali saya santuni. Sejujurnya, duit saya tak pernah benar-benar habis.

Saya berguru kepada beberapa kiayi. Saran-sarannya saya patuhi. Beragam bahan wiridan yang mereka ijazahkankan saya amalkan. Tidak cuma wirid, puasa berapa hari pun saya lakoni. Kerja keras itu memang nyata buahnya. Harta yang saya punya saat ini semuanya hasil jerih payah saya dibantu istri. Tak ada harta, semisal tanah, yang diberikan orang tua saya. Begitu pula istri saya. Kami berasal dari keluarga miskin. Saya tidak mau hidup miskin.  Itu sebabnya saya bekerja keras dengan berbisnis.

Sumber penghasilan saya berasal dari berjualan mobil, kini berada di tiga lokasi. Ketiganya di lahan milik pribad saya.  Saya kira, berkat doa kedua orang tua saya juga usaha saya lancar. Sekarang saya bos, sekaligus karyawan. Tidak setiap orang seberuntung saya. Segala pencapaian saya bukan diperoleh dengan mudah. Sebelumnya saya pun mengalami jatuh-bangun. Saya sempat ditipu rekan bisnis. Ratusan juta duit saya melayang. Saya juga pernah mendekam di sel penjara gara-gara tertipu, ternyata mobil yang saya beli hasil curian.

Berbisnis seperti saya tidak bisa terhindar dari hubungan dengan bank, bank konvensional. Tahu sendirilah bagaimana bank konvensonal, juga sistem leasing, seperti kata para ulama, mengandung riba. Untuk membersihkan harta, saya harus memperbanyak sedekah dan membayar zakat.

Hidup ini seolah serba salah. Kaya seperti saya ini telah membuat banyak orang iri. Mungkin mereka senang kalau saya susah. Di waktu-waktu senggang dan saat memijit saya ada saja yang diceritakan si Oping  ihwal omongan orang lain terhadap saya. Saya percaya si Oping tidak mengarang-ngarang. 

Saya tahu dia. Dia orang jujur, tepatnya lugu, polos. Apa-apa yang dibicarakan orang lain mengenai saya, selalu disampaikannya kepada saya tanpa disaring-saring, tidak peduli saya bakal marah karenanya. Saya tetap menanggapi setiap pembicaraannya.  Setiap selesai bercerita, saya memberinya duit antara dua puluh sampai seratus ribu rupiah. Tugas pokok anak muda di show room sebagai pelayan merangkap petugas kebersihan.

Berkat segala cerita si Oping  saya jadi tahu apa saja yang dibicarakan orang di kampung mengenai diri saya. Ketika saya menyantuni anak yatim dan fakir miskin, apa kata orang? Itu cuma syarat. Jika tidak, saya bisa dimarahi bahkan dibunuh dengan cara halus oleh makhluk yang berada di tempat pesugihan yang saya mintai bantuan. Intinya saya mendapatkan kekayaan dengan cara pesugihan. Ada bantuan makhluk lain sehingga duit saya banyak. Lihat saja, nanti juga bakal ada yang menjadi tumbalnya.

Seseorang menceritakan bahwa ada makhluk halus berwujud perempuan cantik datang ke rumah saya, masuk kamar khusus dengan membawa koper besar berisi  duit. Cuma saya yang dapat melihatnya. Dari duit yang banyak itulah sumber kekayaan saya. Banyak orang lainnya menceritakan, ada makhluk lain yang bertugas menggiring calon pembeli untuk datang ke show room saya. Saya juga diisukan memakai susuk di bibir agar calon pembeli selalu percaya atau menurut pada setiap ucapan saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun