Lare Lare berbentuk Segi Delapan dan bersusun tiga. Segi Delapan berkaitan dengan konsep kepemimpinan yang disebut Nggusu Waru atau delapan syarat kepemimpinan di tanah Bima. Fahru Rizki menyebut, Uma lare-lare dulunya berfungsi sebagai pintu masuk untuk para pejabat dan abdi kerajaan, dan di atasnya sebagai podium Sultan tampil di hadapan rakyatnya para perayaan maulud.
Pada masa Sultan Muhammad Salahuddin, Lare-Lare menjadi tempat " ngge'e ada" atau menunggu bagi para pelajar yang akan pergi merantau dan menuntut ilmu ke luar Bima, Ngge'e ada adalah menunggu Sultan untuk melepas kepergian para calon pemimpin dan ulama masa depan Dana Mbojo. Sepeninggal Sultan Muhammad Salahuddin, tradisi Ngge'e ada pun tiada. (Prof.Dr. Abdul Gani Abdullah, Peradilan Agama di Kesultanan Bima 1947-1957, Ngali Aksara        Â
Menjelang pulang, Bung Alan menginfokan , Dua buku yang menarik untuk menemani secangkir kopi di teras rumah di kala hujan menyapa semesta. Dan buku ini menjadi penting terkait pengetahuan tentang bagaimana jejak para Sultan dalam membangun Dana Mbojo, serta mengapa hari ini lahir sebuah novel mengenai Mbojo Mambure!
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H