Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kartini-kartini Hari Ini, Tidak Hanya Sebagai Pendamping Pria, Tapi Juga Berkarya (2)

25 April 2018   13:38 Diperbarui: 25 April 2018   16:11 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Berdialog-ria bersama penyair Batam, Mbak Eva Devlina)

Oleh Usman D.Ganggang*)Meraih sukses dalam dunia dan akhirat? Ternyata, bekerja keras saja, memang belumlah cukup! Karena itu, kerja keras harus didukung dengan kerja cerdas. Sampai di sini saja juga belum cukup kalau tidak didukung dengan kerja ikhlas . Keikhlasan ini, harus ditanamkan dalam mencari nafkah. "Semoga  Allah SWT menuntun kita kaum wanita khususnya pada jalan kebaikan", tulisnya dalam sebuah status Facebook yang disodorkan Mbak Eva Devlina seminggu lalu.

Eva yang penyair berdarah Pati Jawa Tengah dan dibesarkan di Batam ini, beralasan dalam berpremis. Bagaimanapun dalam Islam (sesuai dengan keyakinanya) bahwa  kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas itu merupakan ibadah. Karena itu, dia berharap Kartini-Kartini hari ini, tidak dibenarkan bermalas-malasan, apalagi hanya berharap belas kasih dari sang suami. "Jadilah perempuan hebat lagi berakhlak mulia", tegasnya mengulang pernyataan sebelumnya.

Sampai kemudian akhirnya, Eva menggugat, Kartini --Kartini hari ini, jangan hanya untuk pria tapi berkaryalah membantu sang suami melalui berkarya nyata. Maksudnya,  Kartini-Kartini hari ini, hadir tidak hanya berusaha mengasuh anak, tapi harus mengimbangi kekuatan sang suami meningkatkan taraf pendapatan apalagi di era globalisasi saat ini, kalau tidak berhati-hati, bakal bangkrut.

Eva pun berpuisi, jika tak berujung, begitu  juga harapan, jangan pernah berhenti menggapai asa. Walau terasa sulit, namun tak ada yang tak bisa. 

Teruslah berusaha . Karena tak ada hasil yang didapat  tanpa usaha ."Diam dan menyerah  hanya akan membuat sia-sia", tegasnya berulang-ulang.

 Ketegasan yang disampaikan Eva di atas, bukan tanpa dasar pijak. Setidaknya, premis( = pernyataan yang mendasari sebuah pendapat) yang diungkapkannya, bermula dari pemahamannya terhadap agama yang dianutnya adalah Islam. Bagaimanapun, setiap umat Islam sudah memahaminya bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja keras dalam mencari nafkah. "Islam sangat mencela umat yang malas" sambungnya.

Dijelaskan Eva, Tuhan menciptakan  kita dengan khualitas dan kemampuan diri berbeda, tapi Tuhan tidak pernah menutup  jalan kita untuk meng upgrade khualitas dan kemampuan diri kita menjadi lebih baik.  Karena itu, dia mengajak, mari bersama kita tingkatkan khualitas  dan kemampuan diri kita ."Jangan pernah takut akan kekurangan kita , karena kekurangan kita akan  menuntun kita untuk memperbaiki diri  menjadi lebih baik dan semakin berkhualitas", ajaknya.

Dalam percakapan dengan penulis semalam, Eva yang sudah berkepala empat ini, akhirnya mau berpantun-ria. Berikut ini, pantunnya!

  • Rambut uban disemir dahulu
  • Agar terlihat muda sedikit
  • Bekerja keras amatlah perlu
  • Agar ekonomi menjadi bangkit
  • Pergi ke salon memotong rambut
  • Bersama kawan bersenda --gurau
  • Carilah rezeki sampai ke seberang laut
  • Agar hidup kaya bedelau
  • Rambut lurus dibuat keriting
  • Karena manusia tak ada puasnya
  • Tak ada uang membuat pusing
  • Makanya janganlah malas bekerja

(Viola Marsha/Vareen adalah temannya)
(Viola Marsha/Vareen adalah temannya)
Pantun-pantunnya di atas, amat bermakna, dalam dan luas, sedalam lautan dan seluas samudra, bagaimana tidak, setelah kita mengapresiasi, kita tokh akan tergugah  karena hadir motivasinya dalam karya sastra pantun. Boleh jadi, setelah kita tangkap makna tersiratnya, kita terseret ke dalam dorongannya. Dengan demikian, ujungnya, nilai yang terkandung dalam pantunnya itu, dapat dijadikan bahan konsumsi penikmat dalam menjalankan hidup dan kehidupan keseharian penikmat.

Iya, boleh jadi juga, bermula dari sini, dia berprinsip, dalam hidup ini, semestinya senantiasa hidup ini "ibarat bunga", senantiasa menebar wangi yang meskipun diakui suatu ketika dia layu, namun kewangian dan keindahannya tetap jadi ingatan. Mbak Eva, selalu memasang bendera keintimannya dengan "bunga", karena itu prinsipnya yang utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun