Setiap individu sejatinya harus mempunyai motivasi dalam mewujudkan cita-citanya. Motivasi tersebut memang sangat penting dimiliki, karena tanpa motivasi, hidup ini dapat diibaratkan sebagai “kapal tanpa motor” atau balon tanpa gas”. Itulah sebabnya, para pakar dari berbagai disiplin ilmu menyuarakan penting artiinya kehadiran motivasi dalam menjalani kehidupan dan karena itu juga, mereka senantiasa menyarankan untuk mencari hal –hal yang dapat memberikan motif, sehingga ketika waktunya tiba, kita dapat menekan tombol dan pada gilirannya pintu yang kita buka akan terbuka menuju dunia keajaiban.
Pertanyaan mengganjal dalam kaitan dengan motivasi ini adalah ,” Kunci manakah yang paling tepat untuk membuka dunia keajaiban itu?” Jawabannya, tentu bergantung kepada niat kita sebagai khalifah. Yang jelas, masing-masing kita sudah berhak menyandang predikat khalifah dalam artian sebagai insan dhoif yang mengembara di bawah kolong langit ini. Dan ketika pulang nanti (baca : meninggal) pasti melaporkan tentang apa aktivitas selama hidup di alam fana ini.
Kembali ke persoalan motivasi yang dijadikan topik perbincangan kali ini. “Mengapa motivasi penting dicermati?” tanya kita sekenanya. Paling kurang, ada latar belakangnya. Iya, menyaksikan koncdisi dewasa ini, tampaknya begitu carut-marutnya kehidupan ini, seperti dalam bidang politiknya misalnya, orang-orang sering berdebat hingga terjadi perang urat saraf tanpa berakhir tuntas. Atau dalam soal narkoba dan pemerkosaan, semakin dijerat malah sering dilakukan. “Ada apa di balik ini semuanya?” komentar kita tentunya.
Salah satu penyebabnya adalah dalam melakukan sesuatu acapkali tidak didukung oleh motivasi yang bermakna, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Seperti kata teman penulis, “Di antara pelamar CPNS D ada yang motivasinya sekedar coba-coba. “Mengapa harus coba-coba, bukan sesungguhnya?” tanyanya tak mengerti. Lalu ada cerita selintangan, dari teman penulis , yaitu cerita lucu, terkait seoran pejabat yang marah besar ketika ada kunjungan bertepatan dalam menyumbang korban banjir. Dia marah lantaran tidak ada seorang pun wartawan yang hadir. Lalu, ada lagi cerita menyedihkan, seorang korban banjir , namanya dicatat sebagai korban, malah tidak mendapat sumbangan . “Ke mana jalannya sumbangan itu?” tanya tak mengerti.
Iya, motivasi setiap individu memang berbeda-beda. Meski lewat mulutnya untuk hal-hal yang positif , tapi pemberian bantuannya terkadang, ‘ ada udang di balik batu’. Sebenarnya dengan mudah kita mengetahuinya , cukup dengan ambil pemukul, lalu pecahkan batunya, pastilah udang yang bersembunyi di balik batu itu, ikut terkena pukulan, dan ujungnya, hehehe..., mati. Untuk melakukan hal yang demikian, mremang rada sulit, kalau berbicara tanpa ada data yang objektif (benar adanya) , sahih ( benar) , dan akurat (tepat).
Merespon hal yang dimaksud, memang dibutuhkan sebuah kreatitivitas. Lalu, intuisi kraeatif’ semestinya jangan pernah mati. Karena itu, para pakar dalam berbagai disiplin ilmu, senantiasa menyuarakan pesan agar selalulah memulai dengan hadirkan niat meskipun dalam hal kecil. Fakta riil, terlalu banyak yang berbicara tanpa ada niat yang baik.
Banyak pekerjaannya dilakukan untuk memperoleh pujian atasannya atau oleh kekakasihnya. Untuk membacanya, iya gampang, dilihat saja pada ekspresinya, ketika dia berbicara dengan orang lain. Katakan saja, ketika dia berbicara tanpa ada data tapi berpura-pura mengetahuinya , tapi tangannya menggaruk-garuk kepala , itu artinya, dia tidak tahu , tapi hanya berpura-pura tahu. “ Hehehe, apa betul? Bukankah kata pepatah ,”Dalamnya laut dapat diduga, sementara dalamnya hati, siapa tahu?” gugat pembaca.
Terkait dengan motivasi ini, benangan , atau kenikmatan. banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu menghadirkan teori. Seperti apa teorinya dan seperti apa sasarannya, tentu bergantung kepada tujuannya sekaligus kebutuhannya , mana kebutuhan yang diprioritaskan dalam melakukan sesuatu, dan mana pula yang kurang dibutuhkan. Sekedar contoh, teori hedonisme yang berarti kesukaan , kesenangan, kenikmatan. Implikasi dari teori ini ialah adanya anggapan bahwa semua orang akan cendrung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan atau mengandung resiko berat dan lebih suka melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan bagi dirinya bukan untuk orang lain.
Kemudian ada teori naluri yang membenarkan bahwa dalam pribadi manusia tiga dorongan nafsu yaitu: (1) naluri untuk mempertahankan diri; (2) mengembangkan diri; dan (3) pengakuan dari orang lain. Ada lagi yang dikembangkan dewasa ini, yakni teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.
Senanda dengan yang telah diungkapkan di atas penulis teringat Selinder dalam bukunya “How to live 365 days a tear”, mengungkapkan kebutuhan dasar setiap individu, antara lain: (1) kebutuhan akan cinta; (2) kebutuhan akan rasa aman; (3) kebutuhan akan mengalami pengalaman baru dari oeang lain; (4) kebutuhan akan pengakuan orang lain; (5) kebutuhan kan harga diri.