Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Cinta Buat Guruku

2 Mei 2016   16:36 Diperbarui: 2 Mei 2016   18:28 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Kadoh buat Ibu/Bapak Guruku di Hari Pendidikan)

Oleh Usman D.Ganggang *)

Ibu Guru bersama smurid-muridnya (Usman D.Ganggang)

Surat ini kutulis ketika rintik hujan mulai turun. Aku tidak mengerti, mengapa pada saat yang sama justru gemuruh Guntur turun? Tetapi pada akhirnya, kurungkan niat untuk menjawabnya. Soalnya, kenangan indah saat kita bersama, kembali terbayang indah depan mata, kata – kata bijakmu yang hingga kini masih terpatri di relung hati terdalam kami.

“Anak – anakku, kamulah harapan bangsa ke depan! Karena itu, kamu harus pahami kata – kata sarat makna dari penyair Ali Hasijmi yang materinya sudah kuajarkan buat kalian sewaktu kamu masih duduk di kelas dua tahun lalu”, ujarmu menjelang berpisah.

“Iya, Bu Guru. Kata –kata puitis penyair Ali Hasijmi itu sangat bermanfaat buat kami. Salah satu baitnya, masih kami rekam dengan baik:/ Atur barisan di pagi hari/ dst..nya.Kemudian salah satu lariknya memberi motivasi bagi kami untuk tidak membuang waktu karena :/ Menyesal tua tak berguna/…..

Tak terasa butir air mata kami, turun membasahi pipi. Bagaimana tidak? Kenangan indah itu terlalu pahit untuk ditinggalkan. Apalagi, saat hujan begini, pencerahan-pencerahanmu yang mengandung berbagai nilai, terngiang-ngiang di telinga. Dan ini dia, sambil pasang senyum di bibir, kata-kata mutiaramu meluncur indah hingga kini tetap kutebarkan sesuai katamu,”Kamu tidak datang dari mana-mana tetapi kamu menyebar ke mana-mana”. “Wah puitis sekali. Luar biasa!”gumamku dalam seketika.

dsc01637-jpg-57271f1ad47e613a0689ee0a.jpg
dsc01637-jpg-57271f1ad47e613a0689ee0a.jpg
Guru sedang memotivasi siswanya (usman D.ganggang)

Guruku! Aku teringat, ketika aku dan teman-temanku hendak berpisah di sekolah, engkau berpuitisasi tentang profesi guru sekaligus kehidupan keluargamu.Kami anak – anakmu, bersorak ria, tapi kemudian tercenung hadirkan sedih. Begitu hebatnya kegigihanmu dalam membesarkan kami dengan berbagai disiplin ilmu. Berawal dari sikap dan tutur katamu yang enggan berubah itu, tetap kusimpan dan tercatat indah. Bagaimana tidak, setiap pagi menjelang KBM, engkau menyapa kami penuh damai,”Assalamualaikum wr.wb. selamat pagi anak-anakku!” Wassalamualaikum wr.wb, selamat pagi, guruku”, balas kami dengan serta merta.

Terus terang, kami anak – anakmu, tak habis pikir, kenapa engkau begitu perasa? Ketika kami berpura-pura memahami materi ajarmu, engkau masih mengulangi lagi hingga tuntas. Engkau sungguh memberi peluang emas dalam meraih sukses bagi kami anak-anakmu, untuk bertekad memacu diri dalam menanggapi tanda-tanda zaman. Dengan demikian pada gilirannya, kami menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri, bagi bangsa, bagi Negara, dan bagi agama.

Guruku! Sadarlah kami akan serangkaian ucapan,” Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Kemudian, tanpa canggung-canggung dibuatkan hymne guru, bukan sekedar didengung-dendangkan. Posisimu menempati kedudukan yang seolah-olah sacral mendekati kiayi atau alim ulama lainnya. Rupanya, pemerintah pun berhutang budi padamu. Posisi yang demikian didukungf dan berusaha dilestarikan sepanjang masa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun