Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puisi Bukan Benda Eksakta (1)

31 Januari 2016   17:13 Diperbarui: 31 Januari 2016   17:21 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andai saja dirimu berada di sini
Kita buka kembali desiran ombak
Di sana ada rindu terlipat buih
Adakah hatimu seperti yang kau rasakan?

Aku tahu kau masih sangat mencintaiku
Ketika binar-binar matamu bercahaya
Menatapku...
Teduh, penuh bunga-bunga cinta

Kini, di tepi samudra ini
Sendiri meramu sejuta khayal
Dan melipat kembali rindu itu
Ke dalam buih

Sudah dilakukan? OK, pertanyaan selanjutnya, adalah, sudahkah kita temukan bobot puisinya? Lalu, kita gunakan alat timbangnya apa? Apakah kita gunakan alat timbang untuk ukuran gram/kilogram? Tentu tidak! Puisi , bukanlah benda eksakta. Puisi adalah rasa. Oleh karena itu, kita pakai ukuran terkait bobot puisi. Bagaimanapun , perkara bobot puisi, demikian kata Ragil Suwarna Pragolapati dalam artikelnya berjudul "Bobot Puisi", disebutkan bahwa perkara bobot puisi adalah urusan penilaian seni.

Pertanyaan-pertanyaan terkait tahap (1) dan tahap (2), apalagi tahap (3) sudah digali (terkait isi puisi), tibalah kita pada evaluasi/penilaian terhadap puisi itu, kita manfaatkan penilain berupa penilain dari sisi seni.

Selamanya, demikian, Ragil Suwarna Pragolapati (Bobot Puisi, 1982 dalam Majalah DIAN, edisi 14 Thn.IX, 10 Mei 1982, halaman 15), penilaian terhadap puisi :(1) Subjektif, tergantung sang subjek atau pribadi-pribadi penilai, jika 1001 subjek maka akan ada 1001 penilaian; (2) Relatif, artinya tidak mutlak/pasti/tetap, selalu berubah-ubah , menurut faktor orang , saat (waktu) dan ruang (tempat) penyebab perbedaan; (3) Salera-tif, artinya tergantung salera (cita -rasa) dan apresiasi orang per seorang yang melakukan penilaian .

Dalam puisi dan seni, tidak ada penilain objektif dan mutlak, demikian lanjut Ragil. Paling banter sifat subjetif-relatif-saleratifyang sungguh-sungguh jujur, serius, netral, , sudahlah cukup bisa dianggap objektivitas di dalam puisi/seni. Ada pun berat ringan (bobot) puisi hanya dijajagi pakai pikiran (akal, budi, perbandingan) serta batin(rasa, jiwa, hati, intuisi, dll) yang menyatu, luluh, berupa apresiasi (wawasan, ilmu, referensi), dan evaluasi -kritis, (daya nilai, daya beda, atau daya banding).

Hal-hal yang menetukan bobot puisi adalah (1) baik-buruk bahasa/ungkapan yang dipakai; (2) Berat-ringan idea/tema/isi pesan yang dipilih dan disajikan penyair; (3) Matang-mentahnya pengolahan data oleh penyairnya; (4) Enak-tidaknya penampilan/penyuguhan ; dan (5) komunikatif-tidaknya isi puisi yang ditampilkan penyair.

Nah, bagaimana bahasa/ungkapan; idea/tema; pengolahan data; penampilan; dan kominikatif-tidakkah isi puisi yang ditampilkan penyair kita Sdr.Frans hamid di atas? Mari kita pakai sifat subjetif, relatif, atau saleratif, tetapi tentu bermula dari kejujuran, keseriusan, dan kenetralan dalam menilai bobot puisi.***)

Kota Kesultanan Bima, 31 Januari 2016

Usman D.Ganggang*) Kelahiran Bambor -NTT, kni berdomisili di Kota Kesultanan Bima.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun