Nah, bagaimana dengan pantun berikut ini?
1. Luas nian samudra raya,
Pagi-pagi nelayan melaut.
Tak berguna memberi si kaya,
Bagai menebar garam di laut.
Makna pantun ini, tidak lain dari: usaha yang tidak ada gunanya
2. Anak angsa mati lemas,
Mati lemas di air masin.
Hilang bahasa karena emas,
Hilang budi karena miskin.
Artinya/maknanya adalah Meskipun kita miskin, jangan sampai kita kehilangan budi pekerti yang baik
3. Pisau seraut dua tiga ,
Letak di peti dalam perahu.
Dalam laut dapat diukur,
Dalam hati siapa tahu.
Artinya : Kita tidak mengetahui isi hati orang lain.
Konkretnya, jika kita berusaha memahami makna pantun, maka inilah langkah-langkahnya: (a) memahami makna kias/samping sebuah pantun’ (b), mengusut pelaku yang berinteraksi dalam pantun’ (c) melakukan kegiatan parafrase (= mengubah bahasa pantun (terikat) menjadi bahasa prosa (bebas); dan sejumlah langkah lainnya yang berusaha dengan cepat memahami isi sebuah pantun.
Pantun yang merupakan hasil karya sastra lama itu, ternyata banyak mengandung nilai. Nilai-nilai itu amat bermanfaat bila kita mau berusaha menggalinya. Itu sebabnya, diperlukan sebuah upaya sebagai langkah praktis mengantisipasi masalah. Mari kita berusaha menggali untuk kemudian mendokumentasikan pantun yang kini hampir tenggelam ditelan zaman. Caranya, kita menggali pantun yang tersebar di Nusantara ini, sekalian hasil galian itu diubukukan.***)
Sumber bacaan:
Usman D.Ganggang. 2014. Karya sastra Harus Diapresiasi (Kantor Pusat Bahasa: Jakarta) Usman D.Ganggang, 2008. Mengapresiasi Dongeng,Mengapa Penting, dalam Kompasiana.
dan dari berbagai sumber.