[caption id="attachment_342541" align="aligncenter" width="563" caption="Ket.Gambar: Sedang pecut-memecut (caci). foto usman d.ganggang"]
Pada dasarnya,tarian ini ditampilkan bertujuan untuk : (1) menyatakan bahwa ada hiyang (= Sang Pencipta alam semesta alam); (2) Naring (= memuji/memuja atas kemuliaan-NYA, yang telah memberikan rahmat karunia kepada hamba-NYA; dan (3) menyatakan bengkes (=menyatakan senang karena memperoleh rezeki), karena itu pernyataan bengkes itu, diwujudkan dalam tarian caci.
Dalam mempertunjukkan tarian caci ini,kata seorang tokoh adat yang ditemui, selalu diikuti dengan hadirkan bunyi-bunyian gendang dan gong. Kesemuanya, bertujuan memotivasi pemecut dalam memecut, sehingga pemecut sambil melompat untuk memecut tetap memperhatikan seni pecutnya.
"Apa yang diuraikan di atas, benar adanya. ketika kami bersama para peneliti berkunjung ke Melo Kecamatan Mbeliling Kab.Manggarai-Prov.NTT", sambung Aco salah seorang guide, warganya menyambut kami dengan acara adat.Selanjutnya, kami dipersilakan untuk menonton tarian caci yang mempesona ini. Bagaimana tidak? Tarian merupakan cerminan budaya setempat yang menyumbangkan sekian banyak nilai seperti terurai di atas.
[caption id="attachment_342542" align="aligncenter" width="552" caption="Ket.Gambar: Sunset di depan pantai Labuanbajo"surga kecilnya NTT; foto usman d.ganggang"]
Nilai-nilai itu, demikian simpulan para peneliti, sangat bermanfaat, karena itu, dibutuhkan adanya upaya tindakan penyelamatan dalam artian perlu digali, dikembangkan dan dihidupkan kembali melalui upaya pembinaan dan revitalisasi yang pembinaannya seperti berikut: disosialisasikan, baik oleh pemerintah maupun oleh orangtua. Boleh juga melalui program-program khusus seperti membuka perpustakaan untuk menampung buku-buku karya para penulis terkait sastra lisan atau terkait kebudayaan pada umumnya.***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H