Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mau Bersatu ? Kembali Ke “Lako Pang Loleng Salang”

27 Juni 2014   05:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:41 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Yang tersisa dari penelitian sastra Lisan di Labuanbajo-Manggarai Barat,NTT)

Kata bijak leluhur negeri ini, adalah kalau mau maju, perlulah adanya kebersamaan. Mengapa? Karena melalui kebersamaan, demikian para leluhur bangsa ini, maka yang berat jadi ringan dan yang sulit jadi mudah. Intinya, selalulah bersatu, karena kalau bercerai masyarakat negeri ini, akan mudah runtuh. Oleh karena itu, dalam membangun negeri ini, perlulah kembali ke , pesan bernilai dari paraleluhur . Salah satunya seperti yang dianut oleh orang Kempo-Manggarai Barat-NTT yang hingga kini, meski terasa kuno tapi dalam pengaplikasiaannya oleh masyarakat pendukung masih terasa hangat dan aktual.

(foto : usman D.ganggang)

Bagaimana tidak? Ungkapan yang dihadirkan para leluhurhur, bukan sekadar untuk dihadirkan tetapi melalui pengalaman yang diendapkan terlebih dahulu, dan akhirnyamengkristal sekaligus memberi makna tertentu buat generasi berikutnya. Di antara sekian mutiara kata kata para lelhur,di negeri ini,berbunyi:” Lako pang loleng salang, cuki cama deko lewe, hang cama nakeng panggang( “berjalan bergandengan sepanjang jalan (lako pang loleng salang), pakai bersama sebuah celana panjang (cuki cama deko lewe), dan makan bersama seekor ikan besar yang dipanggang (hang cama nakeng panggang ).

Konsep yang bermakna dalam dan luas ini, dalam bentuk syair seperti terurai di atas tadi, ditarikan secara bersama sekaligus disuarakan dengan nada yang sama. Sikap menyanyikannya adalah berdiri sejajar sambil meletakkan kedua tangan di atas pundak melingkari seputar leher yang lain, lalu bergerak ke depan untuk jarak sepanjang halaman rumah, kemudian balik lagi, dan begitu pun seterusnya. Dalam pelaksanaannya, boleh juga disambung dengan syair lain yang nafasnya masih sama, bertujuan yang sama, yakni terkait dengan kebersamaan. Tapi perlu diingat, bukan kebersamaan ‘semu’. Akan tetapi kebersamaan yang diharapkan adalah kebersamaan ‘sejati’.

14037955621107036368
14037955621107036368

Ibu Mujizah dari Peneliti Bahasa Jakarta,"Ungkapan penuh makna!", decaknya kepada penulis (foto: usman d.ganggang)

Kebersamaan ‘sejati’ itu, sangat berkolerasi dengan syair yang isinya kurang lebih berharafiah “berjalan bergandengan sepanjang jalan ( pang loleng salang), pakai bersama sebuah celana panjang (cuki cama deko lewe), danbersama seekor ikan besar yang dipanggang (hang cama nakeng panggang). Melingkari tangan seputar leher sambil bergerak maju rupanya dirasa lebih kuat ketimbang dengan bergandengan tangan yang gampang terlepas. Maknanya, ke mana pun kita pergi harus selalu bersama, kalau makan, iya bersama, apalagi kalau ikan, biar ikannya kecil, apalagi kalau besar, iya bagi-bagilah kepada sesame , kalau memang tidak sempat makan bersama.Intinya, sama-sama merasakan dan tentu terkait dengan kerja, maka “berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing”.

1403796235379384016
1403796235379384016

Keterangan gambar: Tetua adat di Cecer-Melo Manggarai Barat, sedang berpepatah-petitih, dalam menerima tamu peneliti dari Jakarta. (usman d.ganggang)

Apa yang diungkapkan leluhur di atas, selaras dengan isi buku karya W.W.Broadbent,berjudul “How to be Loved”. Inti isi buku ini mengupas hubungan yang mengasyikkan antara cinta dan rasa kebersamaan. Konkretnya tak ada kebersamaan kalau tidak ada cinta dalam hubungan itu. Rasa kebersamaan dalam cinta, menurutnya ada dua macam, yakni actual belonging atau rasa kebersamaan sejati, dan quasy belonging atau rasa kebersamaan semu .Iya, disinilah bertemunya syair pebuh makna leluhur orang Kempo Manggarai Provinsi NTT itu.

1403796428952168005
1403796428952168005

Pemain caci di Cecer-Melo. sedang mendendangkan lagu " Lalong ko cama-cama" (ayam berjalan beriringan dalam menuju kebersamaan). Usman D.Ganggang

Kebersamaan yang dianut oleh orang Kempo yang merupakan bagian wilayah ini, tidak menganutkebersamaan semu. Iya, kalau semu, mengapa pula sampai pakai celana panjang secara bersama, apa ini tidak lucu? Tetapi demi kebersamaan sejati, mengapa tidak? Inilah yang namanya ungkapan yang penuh makna.Di sini ada kejujuran diikuti dengan tanggung jawabnya. Konkretnya, kejujuran dalam arti mampu berbuat tidak manipulatif.****)bersambung

Labuanbajo, 12 Juni 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun