Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengintip Malam Pertama “Empat Malam” di Manggarai Barat NTT

14 Juli 2014   06:18 Diperbarui: 4 April 2017   17:55 3333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilih CalonIstri LewatJalan Dini Hari(3)

(Catatan :Usman D.Ganggang)



Seorang dara manis Manggarai sedang menenun kain adat. Orang yang sedang kerja inilah yang dipilih cowok pada jalan dini hari (foto Usman D.Ganggang)

Lain daerah lain pula kebiasaannya. Pernyataan ini dapat dipahami bahwa meski kita memiliki rambut hitam yang sama tetapi alur berpikir bisa saja tidak sama. Begitu juga dalam hal memilih calon isteri. Setiap daerah, pasti memiliki strategi atau caranya berbeda. Seperti yangterjadi di Kempo dan sekitarnya di Kab.Manggarai Barat Prov. Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama padazaman tempo doeloe, orangmemilih calon isteri bukan semata – mata dari “molas”-nya (kecantikannya). Tetapi yang paling utama adalah diukur dari kinerja kerja si “molas” (dara manis) misalnya, apakah si “molas” atau gadis yang diidamkan itu rajin bangun pada pagi hari, lalu berusaha untuk menumbuk padi, rajin menenteng keranjang beras, menimba air di kali, atau sibuk membersihkan kotoran di sekitar rumah? Lalu, dia kole wa lusi weki (bawa diri yang baik) , dalam artian , apakah pola tingkah lakunya kepada orangtua dan sesama tetangga baik atau tidak?

Kinerja kerja seorang” Molas” (dara manis ) seperti terurai di atas, harus dicerahkan juga kepada anak cowok yang usianya menjelang remaja. Ini merupakan keharusan bagi orangtua kalau mau mendapatkan anak mantu yang baik sekaligus rajin berdoa dan bekerja.Maka, kalau sudah saatnya, si pemuda tidak ragu lagi dalam mencari calon isterinya sesuai dengan kehendaknya juga kehendak orang tua. Dengan demikian, si pemuda yang ingin cari calon isteri, sekurang – kurangnya, dia harus bangun pagi juga. Apa kerjanya? Ya, selain dia harus mencari kayu api atau memindahkan ternak yang diikat dekat rumah juga berpola tingkah laku yang baik terhadap orangtua dan keluarga besarnya juga sesama warga di sekitarnya.

1405267315474527873
1405267315474527873

Ket.gambar: Jika cowok sudah menemukan buah hatinya, dia wajib beritehu kepada orang tuanya. (foto usman d.ganggang)

Terkait dengan strategi untuk memilih calon isteri ini, si “reba” (pemuda) harus bangun dini hari untuk mandi sekaligus mengenakan busana yang rapi ,lalu dia mengitari kampong lain. Di sana dia berusaha mengamati tentu dari jauh, tentang apakah dara manisyang disebut molas itumempunyai kegiatanmenjelang dini hari? Dia harus hati - hati, jangan sampai dilihat orang, karena kalau dilihat orang malah orang menganggap dia pencuri. Atau kalau dekat dengan dara manis, malah dianggap sudah selingkuh dan tentu saja bakal siap diarak keliling kampong.

Dalam perjalanan menuju kampong gadis, si pemuda harus hati –hati, terutama kalau melewati “wae teku” ( sungai,tempat mengambil air), si pemuda harus “kepok” ( memanggil) dengan cara panggilnya memanfaatkan bahasa daerah: “Cebong?”( = ada yang mandi kah?). Kalau ada yang mandi dia wajib menjawab,”cebong!” (mandi!). Kalau sudah mendengar itu, maka si pemuda dilarang melewati.Tetapi kalau tidak mengindahkan jawaban seperti itu, maka si pemuda bakaldiberi sanksi berupa ternak dari seekor kambing sampai seekor kerbau. Maklumlah di zaman itu, orang mandi telanjang bulat dan taat pada adat istiadat yang diturunkan oleh leluhurnya..

1405267925627067166
1405267925627067166

Ket.gambar: dara manis yang sedang galau, andai tdk menerima cowok pilihan orangtua, akan di"nggepit" (foto usman d.ganggang)

Begitupun, jika si pemuda tiba di kampong di mana seorang dara manis berada, dia harus berhati – hati dalammengamati dara manis. Dia harus cermatpula dalam memperhatikan kinerja kerja si dara manis. Misalnya, apakah dia sibuk menumbuk padi? Sibuk menimba air di kali? Sibuk menanak nasi? Atau sibuk menyapu kotoran di samping rumah? Andai kesibukan ini tidak ditemui, misalnya sampai pukul 06.00 , si “molas”masih ngorok, maka si pemuda mengurungkan niatnya untuk memilih calon isteri . Tetapi jika ditemui dengan sibuk, maka dia kembali memberitahukanorangtua untuk melakukan proses “tulak pau mbau”(bahasa kias; mengikuti jejak bayangan = mendekati orangtua molas). Orang tua yang baik, tentu tidak percaya begitu saja. Oleh karena itu, orangtua meminta bantuan keluarga dekat untuk melakukan “elor” ( = melakukankegiatan meninjau kembali si molas / dara manis), apakah yang diceritakan anaknya tepat dan benar? Apabila sesuai dengan informasi anaknya, maka orangtua dan dipimpin seorang”pateng “untuk menyatakan bahwa mbau (bayangan) yang membayang di kepala mereka ada di rumah si molas. Cerita ini terjadi saat sebelum ada istilah “tulak surak” yang isinya sama ( = mencari kebenaran apakah surat anaknya sudah diterima? Karena itu harus dicek).

Sesampai di rumah sang molas/dara manis,orangtua si pemudatentu melalui “pateng” (juru bicara) melakukan dialog. Kami datang, demikian pateng pemuda membuka percakapan,” Ai wa tana kaut e mbau, agu eta sekang ninu na(= karena kami melihat bayangannya di tanah juga bayangannya di atas/ dalam rumah ini), “mai gami ga tulak puu mbau (= mengikuti batang jejaknya bayangan itu). Maksudnya, “Kami berusaha datang untuk menyatakan bahwaanak kami menaruh hati atau jatuh cinta pada si molas /dara manis anak bapak”, demikian ucapan pateng.

Orangtua gadis tidak serta – merta menerima permintaan pihak si pemuda. Tetapi diupayakan seperti ada kebingungan dan tentu tidak diekspresikan. Adat leluhur mereka pantang untuk langsung menyatakan terima apalagi si dara manis yang diidamkan sudah dipinang oleh pemuda lain. Oleh karena itu, orangtua si dara manis harus terlebih dahulu menanyakan kepada si dara manis melalui “pateng” (jubir) juga.”Inu, gori ko toe hau, lorong wa langkas tenteng mese de ata tua si reba hoo?” (= Nona, apakah engkau mau menerima pinangan dari orangtua si pemuda itu?”), tanya kedua orang tuanya atau si pateng dengan penuh hati-hati dan tentu penuh dengan kasih sayang.

Si molas/ dara manis biasanya bersitegang,lalumenunduk di depan orang tuanya. Ia malu mengungkapkan pernyataan setuju. Maklum bagi gadis pada saat itu, agak kurang pantas untuk langsung menyatakan , ya. Karena, ia pun yakin tidak bakal “dinggepiti”(= pemaksaan secara kekerasan fisik dengan cara pecahan tempurung kelapa dipasang pada kedua belah pipinya) karena orang tuanya mengungkapkan isi hatinya dengan lembut. Sebaliknya jika tidak meminta persetujuan anaknya, maka orangtua biasa melakukan kegiatan nggepit kedua pipi anak gadisnya dengan menggunakan tempurung kelapa tua yang kreas dan warnanya hitam. Artinya, ada unsur tindakan pemaksaan. Dan tindaka ini dilakukan jika kedua orangtua ( pihak wanita dan pihak laki-laki) sepakat untuk mengawinkan anaknya, tetapi anak molas-nya tidak mau maka dilakukan pemaksaan yang sering disebut “NGGEPIT”.

Selanjutnya,jika kedua belah pihak sepakat, maka pihak si pemuda menyerahkan anting-anting dan cincin serta sejumlah uang yang merupakan “cengkang”(=sebuah tanda larangan dengan menggunakan ranting kayu berduri yang dipotong dan diikat pada bagian tanaman yang berbuah misalnya pada pohon kelapa agar buah kelapa jangan dipetik oleh orang lain, yakni sebuah kiasan yang menyatakan bahwa dara manis sudah ada yang meminangnya). Biasanya orangtua si gadis tidak lupa membalasnya dengan selembar kain adat Manggarai namanya songke dan sebuah cincin sebagai tanda suka anak gadisnya.

1405268166247138195
1405268166247138195

Bupati Gusty Dulla, mendukung penelitian sastra lisan di Manggarai Barat-NTT (foto usman d.ganggang)

Adat leluhur mengamanatkan kalau seorang gadis sudah dicengkang, maka itu berarti jangan dilanggar lagi. Jadi, jika ada salah satu pihak mengingkarinya, sebentar lagi diberikan sanksi adat yang cukup berat. Oleh karena itu, diharapkan agar kedua belah pihaksama – sama mematuhi proses cengkang ini.Tetapi kalau si gadis dan orang tua menyetujui, boleh dirundingkan melalui adat, Selanjut setelah melalui proses “elor”(datang bertandang ke rumah orangtua gadis).dan secepatnya ditentukan hari “tulak surat” (secara seremonial melakukan kepastian orang tua gadis, kapan penentuan hari akad nikah.*** (bersambung)

*) Sumber dari A.Dersa Pua de Ganggang (81 tahun) dan Achmad Tandi Batjo(82 tahun)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun