Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggali Makna Ungkapan "Mori ro Woko".

17 Juli 2014   10:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:05 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Prinsip Hidup dalam Membangun dari  orang Bima-NTB)

Filosofi yang dianut setiap daerah, amatlah membantu terutama dalam membangun kehidupan yang beramanah. Begitu juga di Dana Mbojo (Bima), memiliki prinsip hidup seperti tetuang pada judul di atas: "Mori ro Woko'. Mori itu bermakna 'hidup', sedangkan 'woko' maksudnya = tumbuh. Jika kita gabung kedua kata tersebut .maka akan menjadi sebuah ungkapan yang maknanya bukan dalam maknanya tetapi juga luas seluas samudra.

Kalau sudah menjadi sebuah ungkapan, maka kedua kata tersebut jangan dipisahkan lagi, karena nanti maknanya akan jadi lain. itu sebabnya, ketika kedua kata itu digabungkan menjadi satu jangan dimaknai seperti kata, akan tetapi sebagai sebuah ungkapan yang mempunyai makna tersendiri. itulah ciri sebuah ungkapan dalam sebuah bahasa.

Kembali ke filosofi dou Mbojo tadi, ternyata 'mori ro woko' dimaksudkan sebagai syarat untuk menjadi manusia 'nggusu waru' (=persegi delapan: nggusu = persegi dan waru = delapan). Secara bebas makna 'nggusu waru' = model bangunan khas Bima. Seperti tiang 'lare-lare' tiang pintu masuk halaman rumah). bentuknya tidak hanya gagah tetapi juga amat kuat meskipun angin kencang menerpanya.

Leluhur Mbojo, menghadirkan ungkapan 'mori ro woko' bukan tanpa maksud. 'Mori ro woko' meung mengandung makna bahwa dalam membangun kehidupan harus berlandas pada beberapa prinsip, antara lain : (1) rombo = jujur; dan (2) toa taat).Konkretnya dalam hidup, harus jujur, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.Keduanya bermula dari hati, tentu hati yang ikhlas/jujur. Lalu 'toa' atau taat berarti 'patuh'. seperti patuh pada Tuhan, patuh kepada pemerintah, patuh kepada orangtua, dll.

Nah, dalam bulan Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat ini, mari kita kibarkan bendera jujur, bendera yang lurus dan tidak bengkok lagi, konkretnya patuh pada komitmen jujur dalam perkataan juga jujur dalam perbuatan. Selain itu, harus patuh, seperti patuh pada Tuhan juga pada kedua orangtua. Jika ini, dilaksanakan maka filosofi 'mori ro woko' membangun kehidupan) tercapai dengan sukses.

nah, untuk meraih sukses, memang perlu ada usaha, bukan malah bermalas-malasan, akan tetapi ada upaya untuk mengisi hidup ini dengan bermula pada kejujuran dabn ketaatan. Kata Chairil Anwar Sang Pelopor Angkatan '45 itu, "Sekali berarti, sesudah itu, mati". Tentu maksudnya,"berilah arti hidup, sebelum kita 'lampa ulu' (nggahi Mbojo) = mati/meninggal. ***)

17/07/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun