Mohon tunggu...
Usman Bone
Usman Bone Mohon Tunggu... Buruh - Buruh, Kuli, Pembantu

Kumpulan Cerita Pendek, Cerita Rakyat Puisi, Tokoh dan Sosok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Cerita dari Seminar Nasional KPPI, Apakah Sistem Proporsional Tertutup Jadi Solusi untuk Perjuangan Politik Perempuan

6 Desember 2024   13:13 Diperbarui: 6 Desember 2024   14:35 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Suasana Diskusi di Seminar KPPI (Sumber Dok / Usman Bone Kompasiana)

Pagi itu, Kamis cerah menyambut langkahku yang terburu-buru. Rencana awalnya, aku akan menghadiri Seminar Nasional Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) bersama seorang teman. Namun, ketika kabar sakitnya tiba, aku tahu perjalanan ini harus kutempuh sendiri.

Perjalanan menuju Hotel Royal Kuningan tak terlalu macet. Aku memesan mobil online, menghindari risiko hujan yang bisa saja datang tiba-tiba. Sesampainya di lokasi, aku mendaftar sebagai wartawan dan masuk ke ruang acara yang perlahan mulai ramai.

"Pak Iwan!" seruku, menemukan sosok wartawan dari majalah yang sering menyoroti isu perempuan. Ia menyapaku hangat, seperti biasa membawa cerita segar dari dunia jurnalistik.

Menunggu acara dimulai, aku menyempatkan diri makan siang. Sambil mengunyah makanan, aku melihat manual acara ketua Presidium KPPI seorang perempuan Gerindra yang kukenal, Ia adalah pejuang politik dari Partai Gerindra, Rahayu Saraswati. 

Selanjutnya, aku melirik susunan acara. Nama-nama besar terpampang di sana: Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, Prof. Dr. Siti Zuhro, Titi Anggraini, dan Zulfiani Lubis. Kehadiran mereka menjanjikan diskusi yang mendalam dan inspiratif. Acara dibuka dengan sambutan dari Ispahan Setiadi, Sekretaris Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri. Ia menyoroti pentingnya sistem pemilu yang inklusif, terutama bagi perempuan.

"Keterwakilan perempuan dalam politik tidak cukup hanya dengan kuota 30%," ujar Dr. Ir. H. Siswanda H. Sumarto, Direktur Senior B_Trust Advisory Group. Kalimat itu mengawali diskusi yang menukik pada persoalan inti.

Zulfiani Lubis memandu acara dengan piawai. "Peningkatan jumlah kursi perempuan di parlemen hanya bertambah tujuh kursi pada Pemilu 2024," ujarnya. Statistik itu terdengar menyedihkan di tengah gempita demokrasi Indonesia. Pikiran melayang. Dalam hati, aku bertanya-tanya, apakah sistem proporsional tertutup benar-benar solusi? Biaya politik yang fantastis menjadi hambatan besar bagi bagi saya walaupun laki-laku yang saat ini hanya hidup dari gaji ke gaji.

Prof. Dr. Siti Zuhro menyampaikan pesan yang menenangkan. "Kita tidak boleh saling membonsai, tetapi harus membesarkan satu sama lain," katanya, menyerukan sinergi antarpolitisi perempuan. Aku mencatat setiap kata yang keluar dari para pembicara. Dr. Hetifah menyoroti pentingnya partai politik memberikan nomor urut prioritas kepada perempuan. Sebuah tantangan besar mengingat budaya patriarki masih kuat.

Kemudian Titi Anggraini memberikan perspektif global. "Dari 400 lebih sistem pemilu di dunia, Indonesia hanya terpaku pada perdebatan terbuka versus tertutup. Fokus kita seharusnya pada sistem yang relevan bagi demokrasi dan keterwakilan perempuan," tegasnya.

Sebuah video sambutan dari Rahayu Saraswati memecah keheningan. Ia menyampaikan pentingnya pendidikan politik untuk meningkatkan kapasitas perempuan, sesuatu yang juga menjadi sorotan acara ini. Seminar ini menghadirkan banyak wawasan baru. Aku terhanyut dalam diskusi yang menggali strategi untuk mengatasi hambatan sistemik, termasuk masalah biaya politik yang memberatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun