Aku berdiri di atas puncak, Menatap dunia yang terperangkap, Dogma dan dusta berkelindan erat, Menyelubungi bumi yang tak pernah pekat.
Pengkhianatan bersayap gelap, Merasuk dalam dendam yang senyap, Dada yang dulu penuh kasih, Kini beku dalam luka yang pedih.
Di jalan-jalan, vaksin dititipkan, Pada tangan yang penuh keraguan, Tak sembuhkan luka di dalam dada, Yang terselipkan kebohongan lama.
Perampokan menggema di malam bisu, Menjarah harapan dari hidup yang kelu, Air mata jatuh tanpa suara, Bersatu dalam tanah yang beku dan kering membara.
Darah mengalir, bukti kejamnya dunia, Di antara air mani dan luka yang membara, Hidup bercampur dalam tragis sengketa, Di mana mimpi menjadi bara yang sia-sia.
Aku hanya saksi, diam membisu, Menyaksikan dunia yang kian kelabu, Mengetahui rahasia dari gelap dan terang, Dalam dunia yang tak lagi kenal tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H