Di sebuah kantor kecil yang sibuk di pusat kota, aku bekerja sebagai karyawan junior, menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh bosku, Pak Rudi. Pak Rudi adalah pria paruh baya dengan gaya bicara yang tegas, selalu berpakaian rapi, dan dikenal keras terhadap bawahannya. Meski begitu, ia tak pernah sungkan memberi pekerjaan, dan itulah yang membuat kami, anak buahnya, sering berada dalam tekanan.
"Ini kerjaan baru, kerjain sebelum akhir pekan," ucap Pak Rudi sambil meletakkan setumpuk dokumen di mejaku.
Aku melihat tumpukan itu. Dokumen-dokumen berisi laporan keuangan, proyek baru, dan penawaran yang harus disusun dengan rapi. Aku tahu pekerjaan ini bukan sesuatu yang mudah, tapi aku sudah terbiasa dengan tugas-tugas berat.
"Siap, Pak," jawabku tanpa banyak bicara.
Hari-hariku berlalu dengan pekerjaan yang menumpuk. Setiap kali satu tugas selesai, Pak Rudi datang dengan tugas lain. Setiap kali aku berhasil menyelesaikan proyek besar, ia selalu mengakuinya di hadapan klien, tetapi uangnya? Selalu masuk ke kantongnya. Aku pernah berharap, setidaknya sekali, mendapat bonus atau ucapan terima kasih lebih dari sekadar formalitas.
Aku teringat suatu hari ketika Pak Rudi berkata dengan senyum penuh arti, "Aku kasih kamu kerjaan, aku yang ambil uangnya. Gampang, kan?"
Aku hanya bisa menelan kesal. Bekerja keras, namun tak pernah melihat hasil langsung dari keringat sendiri. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri, sampai kapan aku bisa bertahan?
Namun, di balik semua itu, aku belajar banyak. Setiap tugas yang Pak Rudi lemparkan padaku membuatku semakin terampil. Aku tahu satu hari nanti, aku akan berada di posisi di mana aku bisa memetik hasil dari kerja kerasku sendiri.
Hari itu tiba lebih cepat dari yang kukira. Saat Pak Rudi menghadapi masalah besar dengan klien penting, ia tak mampu menangani situasinya sendiri. Klien tersebut menolak bekerja sama karena ada kekeliruan dalam kontrak, dan Pak Rudi panik.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanyanya padaku, suaranya penuh kekhawatiran.
Aku menatapnya dengan tenang. "Biar aku yang tangani, Pak."
Aku menyelesaikan masalah itu dengan cepat, memulihkan hubungan dengan klien dan menyelamatkan perusahaan dari potensi kerugian besar. Kali ini, aku yang berdiri di depan, menerima apresiasi dari klien dan tim.
Setelah semua selesai, Pak Rudi mendatangiku. "Kerja bagus," katanya, kali ini tanpa nada angkuh. "Kamu menyelamatkan kita."
Aku hanya tersenyum. Mungkin sekarang giliran aku yang mengambil lebih dari sekadar uang. Aku mengambil pelajaran, pengalaman, dan kehormatan yang sesungguhnya dari semua kerja keras ini.
NB : Ini hanya cerita pendek, bukan kisah nyata , mohon maaf jika ada nama yang samaa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H