Tertutup terhadap pendekatan metodologi untuk memahami Islam  yang dilakukan oleh orang diluar Islam, justru merupakan sikap eksklusivisme teologis yang berbahaya bagi kerukunan dalam melaksanakan perintah agama. Hasil usaha mereka dalam memahami Islam, boleh jadi merupakan kebenaran-kebenaran baru yang kemudian dapat diaplikasikan dalam kehidupan umat Islam.
Pemikiran semacam ini sangat dilematis. Sebelumnya kita dilarang mengklaim kebenaran, selanjutnnya malah diminta menerima hasil pengkajian orang lain (baca: orientalis) yang melakukan diskursus tentang keislaman sebagai kebenaran baru, padahal orientalis ini pun patut dikritisi, apakah hanya karena dia bukan seorang muslim lantas dapat diakui objektif dan kredibel pendapatnya?
Lebih jelasnya, dalam bukunya tersebut ia mengatakan bahwa,
Sikap eksklusivisme teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain, tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit bagi masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa. (Abuddin Nata, 2000: 32-33)
Penutup
Ulama Islam terdahulu telah memiliki metodologi yang pakem untuk memahami Islam. Dus, Islam tidak membutuhkan metodologi baru dan tidak akan merugi pula bila tidak mengambilnya. Metodologi  yang telah disusun oleh ulama sudah berhasil menorehkan peran bagi kemajuan tradisi ilmiah di dalam Islam. Kita tinggal memanfaatkan warisan intelektual tersebut kemudian melakukan diseminasi dan pengembangan sesuai kemaslahatan zaman, tanpa harus mengubah substansi metodologinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H