Ku tuliskan resah ini diantara hembus angin dan khayalan,
dinding yang ku ajak bicara membisu dengan rindunya,
tak ada jawaban sepatah kata pun tentangmu.
Gelisah dengan usia yang kian senja,
namun tetap saja, senjamu tak mampu ku terjemahkan,
dalam rindu yang bermunajat di separuh purnama.
Â
Perlahan ku buka etika yang memenjarakan resahku,
namun diujung logika, rindu kehilangan estetikanya melukis wajahmu.
Lalu, haruskah aku menjilati firman Tuhan yang suci?
Hanya untuk meminta perhatian dan belas kasihmu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!