[caption id="attachment_250979" align="aligncenter" width="434" caption="Poster seminar tempo hari"][/caption]
Tidak seperti biasanya pagi diakhir pekan ini begitu berbeda, bersemangat sekali. Pagi-pagi sekali di hari Minggu itu saya sudah memanaskan motor kakak yang saya pakai setiap waktu ketika pulang ke rumah Majalengka. Pakaian batik favorit dan jeans juga sudah rapih dikenakan. Dengan hanya memakai sandal dengan kaos kaki hitam, saya harap cukup formal untuk ikut sebuah seminar. Kebetulan sepatu satu-satunya sudah rusak. Tidak lupa bawa mushaf Qur’an, buku bacaan dan notes di tas punggung yang akan dibawa.
Jauh-jauh dari Majalengka ingin sekali ikut dan hadir di Seminar Qur’an di Kuningan, tetangga kampung sebelah dengan memakan perjalanan paling cepat 1 1/2 jam-an. Seminar ini dalam rangka milad Rumah Qur’an Bina Ukhuwah Kuningan yang ke-3 dan yang istimewa (menurut saya) dengan mengundang model keluarga Qur’an 10 bintang Alqur’an. Sekali lagi Keluarga 10 Bintang Alqur’an! Begitu seorang izzatul jannah pernah bercerita dalam buku nya Keluarga 10 Bintang Alqur’an 4 tahun silam. Ya, keluarga ini pernah dibukukan karena prestasi besarnya: hidup dengan Qur’an hingga kesepuluh anak-anaknya menjadi hafidz dan hafidzah. Selain itu kelurga ini insyaAllah patut dijadikan teladan karena kesepuluh anak-anaknya sukses diberbagai bidang entah itu ilmu syar’iah maupun umum. Semakin berkembang teknologi informasi, buku tersebut semakin terkenal dan bersinar pula, bersinar dihati orang-orang yang ingin dekat Alqur’an.
Masya Allah, I can’t wait to come there and see such a beautifull family like them.
Dalam perjalan bisa dibilang tidak mudah. Selain jarak yang jauh juga dihadang hujan yang cukup deras. Dan saat itu hanya tersisa jas hujan yang sudah tidak layak pakai di bagasi motor. Cukup kesal dan geram belum sampai setengah jalan dengan waktu yang terus berlari hujan tak kunjung berhenti. Sempat putus asa dan mengirim sms ke panitia: “afwan, sepertinya an cancel. Hujan di jalan”. Karena waktu itu ada seminar juga di sekolah. Tiada rotan akar pun jadi, pikirku. Qadarullah, setengah jam kemudian hujan reda! Dengan batik yang sudah setengah basah dan dengan semangat saya kendarai lagi motor jupiterZ ini.
Keluarga ini begitu istimewa. Pak Tamim dan Ibu Wiwi begitu biasa dipanggil berhasil mengajarkan Qur’an semenjak anak-anaknya dalam kandungan. Mutammimul’ula dan Wirianingsih yang menikah dijalan dakwah melahirkan anak-anak penghafal Qur’an. Anaknya ada 10 dari 11 bersaudara yang berhasil menyetor 30 juz Alqur’an. Karena begitu inspiratifnya mereka, saya sampai hafal sekali nama-nama mereka. Afzalurahman alumni ITB yang kuliah di Malaysia, Faris Jihady alumnia LIPIA Jakarta yang kuliah di Riyadh, Saudi Arabia, Maryam Qanitat juga alumni LIPIA yang kuliah di Mesir, Scientia Afiffah baru lulus dari Hukum UI tahun ini dan yang lainya bisa dicheck di buku “10 Bintang Alqur’an” untuk detailnya. Dan tak akan terlupa salah satu dari mereka, Saihul Basyir yang belum lulus SD telah menjadi Hafidz 30 juz!
Sulit rasa-rasanya menjadi keluarga seperti ini ditengah hiruk pikuk globalisasi teknologi yang umumnya “memabukan” dengan hiburan-hiburan yang ditawarkan. Mulai dari siaran televisi yang tak layak tonton, film dengan berbagai budaya jahiliyah dan music yang tak jauh dari itu. Butuh komitmen yang kuat dengan dibarengi konsistensi “tingkat dewa” untuk terus bertaqarub dengan Allah lewat Alqur’an setiap waktu, setiap hembusan nafas. Wallahu’alam. They did it! They did it really Great!
Pukul 10.00 WIB akhirnya sampai di tempat yang dituju dan mendapatkan tempat duduk kosong yang ada di barisan kedua paling kanan bagian ikhwan. Alhamdulillah, Sharing dan tausyiah Qur’an belum dimulai. Saat itu peserta lumayan banyak. Ikhwan, ummahat dan akhwat maupun umum memadati gedung asrama Haji IPHI dekat Rumah Sakit Juanda Kuningan. Tidak dipungkiri kuningan salah satu basis pondok pesantren terbesar kalau menyangkut tarbiyah, sama seperti Bogor dan Depok. Terbukti dengan jumlah para santri yang mendaftar ke Pondok Husnul Khotimah semakin membludak setiap tahunya, ya setiap tahun seperti itu.
Taujih dan sharing diisi oleh dua pemateri. Pemateri pertama adalah Ust. Ahamad Taufiq, LC, peserta terbaik Mukhoyam Alqur’an beberapa waktu lalu dan pemateri kedua adalah Scientia Afiffah, hafidzah yang mewakili Ust. Mutamimmul’ula yang berhalangan hadir. Pak Tamim yang saya harapkan ternyata tidak datang, agak kecewa memang. Semoga di lain kesempatan bisa bertemu dengan beliau dan keluarga, Aamiin.
Beberapa catatan yang berhasil saya kumpulkan: Begitu banyak keutamaan dalam menghafalkan Alqur’an. Seorang muslim selain dituntut untuk meyakini dan mengamalkan Alqur’an juga dituntut untuk menghafalakanya. Dengan cara menghafalkan kita akan terjaga untuk tidak melakukan atau bahkan perbuatan yang dilarang Allah, persis seperti ketika akan ke kamar mandi, kita mesti mesti menjaga Alqur’an dengan menaruh mushaf Alqu’an diluar/ tidak dibawa masuk.
“Untuk menghafalkan Alqur’an selain strong willingness kita butuh community untuk berkumpul bersama dan berkeinginan dengan satu tujuan untuk berkomitmen dekat dengan Alqu’an. Community berfungsi selain sebagai controller juga sebagai usaha untuk me-manage Qur’an yang kita hafal. InsyaAllah dimudahkan” ujar Ust. Taufiq.
Beliau juga men-share beberapa ayat dan hadist tentang keutamaan menghafal Qur’an beserta ancaman-ancamanya ketika melepas hafalan tersebut. MasyaAllah, ilmu yang bermangfaat. Semoga Allah memuliakan usia beliau untuk pensyiaran dakwah ini. Aamiin.
Berbeda dengan Ust. Taufiq, Scientia Afiffah mengatakan sulit sekali untuk menghafal Alqur’an sekarang ini. Kesimpulan ini juga setelah diskusi dengan Faris Jihady, kakak keduanya. Butuh usaha dan pengorbanan yang berdarah-darah untuk berkomitmen menghafal Alqur’an. Butuh jiwa yang besar dan kuat yaitu jiwa manusia untuk mengemban AlQur’an yang suci karena gunung saja meledak hancur lebur ketika diberi tugas mengemban AlQur’an.
Bagaimana agar hafalan Qur’an kita kuat melekat? Beliau merekomendasikan untuk selalu mentadaburi apa yang kita hafal, diskusikan dengan teman dan kita cerminkan dengan realitas masyarakat yang sedang berkembang. Seperti para sahabat yang mulia yang mengamalkan tiap 10 ayat yang dihafal atau seperti K.H Ahmad Dahlan yang mengulang terus surat Al-Maun kepada para santrinya.
“Menghafal dengan terjemah juga menjadikan kita menjadi pencerita yang baik, contohnya kisah-kisah para nabi pada surat yusuf, misalnya.” tambah Afiffah.
Kedua pemateri setuju untuk mengurangi waktu tidur agar lebih dekat dengan Alqur’an, dengan Allah Ta’ala. Mindset yang baik mesti kita punyai, belajar untuk focus terhadap AlQur’an dan produktif dengan amaliyah umum dan istiqomah dengan wajibat yang sudah disusun. Merupakan tiga pilar yang dipunyai seorang penghafal Qur'an.
MasyaAllah, begitu mengunggah hati kita karena itulah kebahagian yang sebernarnya dalam kehidupan (truly happinest in life) selalu bertaqarubullah setiap waktu dengan menghafalkan Qur’an. Dibutuhkan Visi dan Misi Qur’ani yang disuport sepenuhnya oleh partner dan lingkungan yang kondusif. Mereka mampu, InsyaAllah kita bisa tentu setelah melakukan perenungan yang panjang untuk membentuk kelurga Qur’ani. Wallahu’alam.
P.S: Mencoba membiasakan diri hidup tanpa TV sekeluarga di rumah mulai sore hari sampai pagi dan juga menambah intensitas tilawah Qur’an per hari. Mohon do’a dari para pembaca ya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H