Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aa Uman, Ayah Ideologis dan Guru Rohani (Bagian III)

5 Agustus 2020   00:09 Diperbarui: 5 Agustus 2020   00:16 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehubungan sekretariat PC. PMII Kab. Tasikmalaya pada periode kepengurusan saya berada di Nagarawangi sebagai bagian wilayah pusat kota Tasik, letaknya tidak jauh dengan pusat dakwah Jemaat Ahmadiyah (JA) dan beberapa gereja. Bahkan tak jarang saya silaturahim ke kediaman tokoh JA di sana.

Kondisi itu saya utarakan saat Aa Uman berkunjung ke sekretariat. Bahkan saat itu beliau cerita tentang tokoh preman angkutan kota di kota Tasik (saya lupa namanya) yang merupakan anak buahnya saat bersama-sama berkelana di Tanjung Priok Jakarta.

Tidak hanya itu, melalui beliau saya dikenalkan kepada Pak Cahya Wandawa (Cahyo) sebagai salah satu tokoh Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), lalu melaui pak Cahyo saya dikenalkan ke beberapa pendeta, pendeta Andi salah satunya. Walhasil, setiap bulan pasti saya menyempatkan silaturahim ke kediaman mereka.

Ada satu hal yang berkesan dari Aa Uman dalam periode kepengurusan saya, beliau mengamanatkan supaya PMII lebih dikenal dan dekat dengan masyarakat. Atas dasar itu, kami menjadi tuan rumah Pelatihan Kader Dasar (PKD) PMII Se-Jabar dan Banten yang bertempat di kampung Pasanggrahan Rajapolah Kab. Tasikmalaya.

Kala itu saya ingin menciptakan metode yang berbeda dengan PKD-PKD sebelumnya, di mana rumah-rumah penduduk di sana menjadi tempat penginapan semua peserta. Melalui tiga hari kegiatan di sana, paling tidak melahirkan kesan yang berbeda antara peserta dan warga sekitar.

Tidak hanya itu, ada satu sesi di mana peserta diwajibkan melakukan live in (semi penelitian) di mana penduduk di sana menjadi objeknya. Orientasinya adalah supaya kader PMII senantiasa mengasah "kepekaan" sosial, tidak melulu berhenti dilevel wacana. Lebih dari itu mereka bisa menjadi problem solver atas relaitas yang dialami masyarakat.

Meskipun kami tidak saling mengenal dengan penduduk di sana, atas jasa Pak H. Endang Hidayat (mantan ketum PMII Tasikmalaya, mantan wakil Bupati Tasikmalaya) kami bisa berbaur dengan tokoh masyarakat, anak-anak muda dan warga disana meskipun hanya tiga hari.

Praktek kedua atas amanat Aa Uman supaya PMII lebih dikenal oleh masyarakat, kami mulai melakukan silaturahim dengan media lokal yang sedang merintis bisnisnya di Tasikmalaya. Radar Tasikmalaya dan Kabar Priangan menjadi mitra kami dalam menjalankan program pelatihan jurnalistik.

Hasil dari pelatihan selama tiga hari itu kader-kader PMII kemudian diberikan keleluasaan mengirimkan tulisan untuk dimuat media itu. Walhasil, mulai saat itu tidak jarang tulisan kader PMII mengisi kolom opini koran lokal itu.

Keluwesan komunikasi dan pergaulan dengan berbagai kalangan yang diajarkan Aa Uman saya coba terapkan saat itu. Masih belum hilang dalam ingatan ini kata-kata beliau: "Jurig oge lamun kongang mah wawuhan" (hantu juga bila memungkinkan, pergauli). Tak heran bila saat itu kami bisa leluasa berkomunikasi dengan Bupati, Birokrat, Anggota DPRD, tokoh lintas agama, preman, pengusahan dan lainnya. Semuanya atas wasilah Aa Uman.

Hal Gerakan

Dalam hal gerakan PMII yang lebih luas, pernah suatu hari kami berkumpul di Sangkali dalam rangka suksesi Kongres PMII di Bogor bulan Mei 2005. Sahabat-sahabat ketua PC PMII Se-Jawa Barat hadir, diantaranya: Wahyul Afif Al-Ghofiqi/Mako (ketua PC PMII Kota Bandung, Imron Rosyadi (ketua PC PMII Cirebon), Agus (Ketua PC PMII Indramayu), Pepe (ketua PC PMII Cianjur), Haerun Nasichin (ketua PC PMII Karawang) dan yang lainnya.

Tidak hanya itu, beberapa sahabat Pengurus PKC PMII Jawa Barat juga turut hadir, diantaranya: Dasuki, Hasan Al-Asyari, Lutfan Awaludin, Husnul Khotimah dan lainnya. Bahkan, acara non formal itu dihadiri juga oleh Sahabat Masmuni Mahatma yang saat itu menjadi pengurus PB PMII sekaligus kandidat ketua PB PMII pada Kongres Bogor.

Selain suksesi kongres, tema utama pertemuan berlangsung mulai sore hari hingga subuh itu adalah suksesi Sahabat Masmuni Mahatma sebagai kandidat ketum PB PMII. Kala itu, misi kami adalah bagaimana kemudian PMII Jawa Barat keluar dari tradisi menjadi "mainan" dan sekoci sahabat PMII Jakarta, Yogyakarta, Malang dengan kandidat yang diusungnya.

Berat memang, karena PMII Jawa Barat tidak pernah memiliki tradisi "komunitas" dimana satu sama lain saling support dan menguatkan sehingga ia dihitung oleh pra "pemain" dan "bandar" Kongres. Walhasil, diskusi saat itu rada alot kaitan dengan kondisi nyata bahwa PMII Jawa Barat sulit bersatu di ajang kongres dan lebih memilih "one man one show" alias berjalan sendiri-sendiri.

Setelah pertemuan usai, kami pun menghadap Aa uman untuk menyampaikan hal ihwal terkait hasil pembicaraan itu. Dengan gestur yang lugas, beliau mendukung atas rencana dan ikhtiar yang akan dilakukan menjelang dan saat pelaksanaan kongres.

Menjelang pamitan, saya pribadi diamanahi Aa untuk senantiasa memegang komitmen atas dukungan suksesi terhadap Sahabat Masmuni. "Sok tuturkeun jeung dukung si Muni sabubukna (ikuti dan dukung Masmuni sampai bisa menang): kalimat itu yang dilontarkan Aa kepada saya.

Dari pengalaman itu, beliau mengajarkan saya untuk senantiasa menjaga komitmen dalam kawan seiring, dangan sampai ada penghkhianatan atas komitmen yang telah dibangun bersama. "Ulah sok gedak kaanginan" (jangan suka terbawa pengaruh orang lain yang hendak menggoyahkan komitmen kita). Begitulah pepatahnya.

Amanat itulah yang saya pegang selama Kongres, bahkan saat Laporan Pertanggungjawaban Pengurus PB PMII oleh Sahabat A. Malik Haramain dimana sahabat Masmuni berada didalamnya saya satu-satunya ketua cabang dari Jawa Barat yang menyatakan "menerima" LPJ meski mendapat cemoohan dari sahabat yang lain. Tidak hanya itu, Masmuni pun gagal menang di kongres.

Hikmah memegang komitmen itu ternyata saya rasakan ketika awal-awal ke Jakarta menjadi Tenaga Ahli KH. Acep Adang Ruhiat sebagai anggota DPR RI pada tahun 2014. Saya dipertemukan kembali dengan mas Malik Haramain yang kala itu menjabat anggota DPR RI dari PKB, pun hingga kini saya berhubungan baik dengan beliau. Saya hakulyakin bahwa itu adalah berkahnya Aa Uman.

Hal Ikhtiar Kasab

Tahun 2005 setelah mengakhiri jabatan ketua PC PMII Kab. Tasikmalaya, saya memulai kegiatan wirausaha, ceritanya  untuk bekal berumah tangga kelak. Saya mengawalinya dengan tinggal di Cikatomas untuk merintis usaha toko buku bersama kang Deni Abdul Aziz (Abenk) dan kang Ade adik iparnya Aa Uman.

Saya bekerjasama dengan beberapa perusahaan penerbitan buku pelajaran SD, SMP, SMA dengan sistem prosentasi keuntungan. Ditengah keterbatasan modal finansial dan hanya mengandalkan modal kepercayaan, tak jarang saya harus bersaing dengan "pemain" buku yang sudah mentereng lebih dulu. Dengan mengandalkan pola door to door, dari sekolah ke sekolah ternyata tidak membuat usaha kami beranjak lebih maju.

Ditengah usaha yang cenderung jalan ditempat, dalam satu momentum saya dipasrahi tugas menjadi salah satu panitia Muharaman dan Bakti Sosial Paguron Nurul Gholabah yang Aa Uman asuh di Sangkali. Kegiatan itu menjadi pembelajaran bagi saya mewujudkan cinta kasih terhadap sesama, terlebih bagi mereka yang membutuhkan.

Selain ditugasi urusan bakti sosial, saya juga ditugasi tugas menjadi pembawa acara untuk mengatur acara Muharaman yang dihelat untuk kali pertama itu. Sejak saat itu hingga Muharaman tahu 2019 lalu saya masih tetap dipasrahi tugas itu dan saya pun tidak pernah menolak.

Pernah satu kali saya ditugasi beliau memberi sambutan atas nama paguron, saat itu saya menolak. Tapi karena tidak ada lagi yang lain, dengan terpaksa saya pun memenuhi tugas itu. Karena merasa tidak pantas, pada saatnya sambutan saya tidak kuat berkata-kata karena saya menganggap tidak pantas berbicara atas nama paguron. Sejak itu, meskipun setiap Muharaman  selalu diminta sambutan atas nama paguron, saya selalu menolak.

Tugas itulah yang mendasari kami menjadi leluasa menebar manfaat dan maslahat terhadap sesama manusia dan alam sekitar dalam konteks gerakan kemanusiaan. Sinergi Paguron Nurul Gholabah dengan institusi lintas iman sudah dilakukan sejak muharaman perdana, hingga kini sinergi itu masih terjalin dengan baik. Tak jarang tokoh lintas agama dari berbagai daerah berkunjung ke Sangkali, begitupun sebaliknya.

Atas pengalaman ini Aa Uman mewarisi saya dan para santrinya untuk senantiasa merawat nilai kemanusiaan, karena yang lebih tinggi dari kehidupan di dunia adalah nilai kemanusiaan. Tidak hanya itu, beliau pula mewarisi ajaran menabung uang koin (receh) yang disertai niat tulus dan do'a setiap memasukkannya pada "kencleng" untuk didermakan kepada yang membutuhkan pada setiap muharaman. Ternyata praktekkannya tidak mudah, dan dari riyadlah itulah dibuktikan nilai kasab kita ternyata.

Tahun 2008 setelah bekerja pada dua perusahaan konsultan perencanaan mulai tahun 2006 di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau, saya kembali ke Tasikmalaya tidak lama setelah bertunangan dengan calon istri. Lalu, saya mendirikan el-Fath Education Centre bernama bersama sahabat Adang Nurdin, Deni Abdul Aziz dan Asep Hernandi.

Selain mengamini saran Aa Uman, lembaga itu menjadi ruang ekspresi kami untuk menebar manfaat dan maslahat untuk sesama manusia terutama dibidang pendidikan. Nama lembaga visi, misi dan programnya pun hasil konsultasi kami dengan beliau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun