Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PKB, Politik, dan Toleransi

5 Maret 2020   17:55 Diperbarui: 5 Maret 2020   17:55 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin tanggal 4 Maret 2020 penulis mengikuti diskusi yang diselenggarakan di kantor DPP PKB bertajuk "Intoleransi VS Indonesia". Salah satu narasumbernya adalah Prof. Dr. Jamhari Makruf, direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta.

Beliau memaparkan hasil riset institusinya terkait Pandangan Wakil Rakyat tentang Peran Negara dalam Pendidikan Agama baru-baru ini. Riset dengan metode survei itu dilaksanakan tanggal 21 Oktober 2019 hingga 17 Desember 2019 melibatkan 575 responden yang merupakan anggota DPR RI periode 2019 -- 2024.

Yang menarik, dari hasil riset yang telah diuji quality control-nya itu 59,6 persen responden dari PKB memiliki kecenderungan paling tinggi yang menyatakan bahwa ada persoalan serius terkait dengan kebangsaan dan keragaman dalam kurikulum Pendidikan Agama. Berbeda halnya dengan responden dari PKS, kecenderungannya malah paling rendah.

Artinya, dari hasil survei tersebut Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah parpol yang paling konsisten terhadap isu keberagaman dan memandang ada persoalan serius dalam pendidikan agama ditengah esklalasi intoleransi yang menguat akhir-akhir ini.

Penulis kira, hasil riset itu menggambarkan bahwa anggota parlemen PKB sejak tahun 1999 yang mayoritas dari kalangan NU sebagai refresentasi Islam Tradisionalis hingga kini masih istikamah atau konsisten berpegang teguh terhadap nilai moderasi sebagai elan vital ajaran ahlu sunnah wal jama'ah an-nahdliyah yang dipraktikkan NU sebagai ibu kadung PKB.

Konsistensi tersebut tentu akan berpengaruh terhadap arah kebijakan PKB terkait peranannya di parlemen dalam hal: fungsi legislasi (pembuat undang-undang, fungsi budgeting (anggaran), dan fungsi pengawasan undang-undang. Bila kita cermati, ketiga fungsi tadi tentu ditasorufkan PKB untuk kemaslahatan publik yang lebih luas.

Selanjutnya, bila dikaitkan dengan manifesto partai, dalam proses berpolitiknya PKB selalu berpegang teguh terhadap sembilan nilai utama dalam Mabda Siyasi sebagai manifesto partai sekaligus dokumen historis PKB yang ditetapkan pada Muktamar kesatu di Surabaya tanggal 23-28 Juli 2000. 

Poin keenam dalam Mabda Siyasi dijelaskan bahwa dalam kaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kekuasaan yang bersifat demikian itu harus dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dalam rangka menegakkan nilai-nilai agama yang mampu menebarkan rahmat, kedamaian dan kemaslahatan bagi semesta.

Kemudian poin ketujuh hingga poin sembilan menguatkan poin keenam dimana PKB sangat akomodatif terhadap perbedaan, apapun itu, agama salah satunya. Bila dikaitkan dengan hasil riset tadi, poin-poin inilah sebagai pendulum bagi politisi PKB menjaga keseimbangan di parlemen.

Penulis kira, capaian institusi dan kontribusi PKB bagi kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan beragama tidak bisa dipandang sebelah mata. Tetapi, untuk menjadi partai pemenang dengan basis masa NU yang riil selalu saja tidak sedikit halangan dan rintangannya. 

Universalitas PKB

Sudah menjadi rahasia umum bila PKB didirikan diatas alas ide dan filosofi besar kebangsaan sebagaimana tertuang dalam Mabda Siyasi. Nawaitu (niat) yang sangat luhur para pendirinya harus senantiasa dirawat dan dipraktikkan oleh para pewaris dan penerusnya.

Komitmen tinggi para pendiri terhadap prinsip-prinsip kebangsaan, pluralitas, dan sikap toleran dalam menghadapi setiap perbedaan yang timbul ditengah kehidupan masyarakat ini menjadi tantangan bagi para pewaris dan penerus PKB, apakah ia bersedia istikamah atau malah tergerus oleh nilai lain yang kontra dengan cita-cita para pendiri untuk mewujudkan universalitas Islam ini.

Meskipun PKB berbasis masa Islam, tetapi ia bisa melampaui perbedaan ras, suku, agama, keurunan dan lainnya sehingga bisa diterima dikalangan non Islam. Fakta ini boleh jadi yang membuat beberapa orang tidak rela PKB menjadi partai pemenang karena memiliki potensi besar meraih suara dari 90 juta warga NU ditambah dari lintas agama.

Suka tidak suka, PKB sebagai citra yang ideal bagi sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Karena dalam praktek politiknya PKB senantiasa mengembangkan persaudaraan antar sesama warga dalam ikatan keagamaan (ukhuwah diniyyah), kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) dan kemanusiaan (ukhuwah insaniyyah).

Tidak bisa dinafikan bahwa raihan suara PKB untuk warga NU masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Wajar bila cita-cita luhur, gagasan besar, dan niat kuat para pendiri belum bisa diwujudkan dengan signifikan. Beruntung, dengan segala keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, PKB mampu meraih capaian tertinggi pada pemilu 2019. Masih ada harapan kedepan.

Sebagai partai berasas Pancasila, PKB hakulyakin bahwa Pancasila sebagai aras hukum untuk menjamin dan membangun toleransi beragama yang tentu berkeadaban. Artinya, negara harus memberikan jaminan dan perlindungan penuh atas setiap pemeluk agama utuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing tanpa diskriminasi.

Pada konteks ini berkorelasi dengan apa yang dipaparka Prof. Jamhari melalui hasil riset lembaganya tadi. Negara tidak semestinya memberlakukan hukum ajaran salah satu agama, termasuk dalam soal kurikulum pendidikan. Konsistensi PKB sangat jelas, tidak terbantahkan.

Hal ini menegaskan bahwa PKB mampu menjadi penguat konsepsi, bagian dari struktur pengawalan kaidah penuntun (Pancasila), dan pemain yang taat terhadap aturan main atas tujuan didirikannya Indonesia sebagai negara kebangsaan yang religius.

Selanjutnya, PKB hakulyakin bahwa Indonesia sebagai religious nation-state harus ditegakkan dengan supra maupun infra stuktur politik yang kuat. Indonesia didirkan dari berbagai ikatan primordial yang berbeda-beda tetapi bertekad untuk bersatu sesuai kesepakatan para pendiri negara ini.

Atas dasar itu, PKB nampak selalu menjadi avant garde (garda terdepan) meperjuangkan kemaslahatan bangsa diatas kepentingan partai. Mewujudkan harmonisasi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara adalah konsep utuh perjuangan PKB yang senantiasa dirawat.

Keistikamahan PKB merawat nilai universalitas Islam yang diejawantahkan dalam proses pengambilan keputusan politik di parlemen, kehidupan keagamaan yang melekat dengan NU, dan kehidupan sosial masyarakat yang plural tak jarang memancing orang untuk berbuat "jahat"mengganggu keharmonisan PKB dan NU.

Politik dan Toleransi

Partai Kebangkitan Bangsa
Bertakwa pada Tuhan
Perjuangkan keadilan dan persaudaraan

Tegakkan persatuan
Perkukuh Kesatuan

Penggalan bait lagu hymne PKB ini bila dimaknai mendalam akan berkorelasi terhadap pola pikir, pola komunikasi dan perilaku kader PKB dalam menjalankan politik ibadahnya. Wabilkhusus terkait merawat toleransi antara sesama warga bangsa dan dunia dalam bingkai kebinekaan.

Bagi PKB, bangsa Indonesia yang majemuk adalah hamparan ladang luas untuk menjalankan pengabdian kepada Tuhan. Sistem politik di Indonesia tidak bisa menghalangi PKB untuk senantiasa merawat harmoni dalam keragaman suku, golongan, ras, dan agama yang terus tumbuh sumbur di bumi pertiwi ini.

Sebagai partai yang praktikkan politik rahmatan lil'alamin, menjaga toleransi, kerukunan dan kedamaian sesama warga bangsa fardlu 'ain hukumnya. Mempraktikkannya diyakini PKB bisa menjadi wasilah meraih kebahagiaan di akhirat kelak.

Perbedaan sejatinya bukan pemicu terjadinya pertentangan bangsa ini, apalagi perbedaan agama yang selalu dialamatkan untuk menyulut konflik. Politik PKB tidak melulu ditujukan pada kepentingan kekuasaan, tapi bagaimana kemudian politik menjadi wasilah supaya masalah menjadi maslahat publik.

Lugas, bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah politisi ulung sekaligus sebagai suri tauladan yang baik, bukan hanya bagi umat islam tetapi berlaku bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Perangainya dalam dimensi moral, spiritual maupun sikap, sehari-hari yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dengan melepaskan sekat-sekat agama, suku, status sosial dan lainnya.

Spiritualitas Rasulullah inilah yang dijadikan alat perjuangan PKB dalam melahirkan kebijakan-kebijakan politiknya yang diorientasikan penuh untuk kemanfaatan dan kemaslahatan bagi publik. Bila politik itu kotor, untuk apa Rasulullah berpolitik kala itu. Bila politik itu kotor, untuk apa Gus Dur dan kiai khos NU lainnya mendeklarasikan PKB.

Islam mengharuskan para pemeluknya untuk menerima keberadaan agama-agama lain, bahkan diperintahkan untuk mengadakan hubungan baik dengan sesama pemeluknya sebagaimana ditetgaskan dalam Al-qur'an bahwa Allah telah mengirim Nabi kepada setiap umat (QS.27:25).
Labih jauh Al-qur'an juga menganjurkan untuk menerima pluralisme agama (QS.2:62), dan mengajarkan prinsip kebebasan beragama dan mengharuskan untuk hidup berdampingan secara damai (QS.2:256).

'Ala kulli hal, politik PKB mengikhtiarkan bahwa toleransi bukan lagi sebatas memperlihatkan bahwa agama berperan dalam kehidupan kebangsaan, tetapi ia muncul dari keyakinan yang utuh akan hakikat keberagamaan itu sendiri. Toleransi  senantiasa akan terus diperjuangkan PKB sekalipun terjadi perubahan sisem politik dan pergantian kepemimpinan. Karena Intoleransi adalah virus lebih menbahayakan dibanding virus Corona. Wallahu'akam bi ash showab.

Penulis adalah peminat masalah sosial, politik, dan keagamaan. Tinggal di Depok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun