Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place
For you and for me
Penggalan syair lagu yang dipopulerkan oleh mendiang Michael Jackson itu membuat bulu kuduk penulis merinding saat dinyanyikan ribuan santri pondok pesantren Pandanaran Yogyakarta kala menyambut peserta Executive Committee Meeting Centrist Democrat International (CDI)Â tanggal 25 Januari 2020 yang lalu.
Meski hanya menyaksikannya melalui link YouTube DPP PKB, keharuan lantunan lagu itu tidak bisa dihindarkan. Tak berlebihan kiranya bila sesekali penulis menyeka air mata yang tanpa disadari tak henti bercucuran. Setelah syair lagu itu penulis unggah ke mesin penerjemah, lalu dialihkan kedalam bahasa bahasa Indonesia, kalimatnya menjadi sebagai berikut:
Sembuhkan dunia
Buat ia menjadi tempat lebih baik
Bagiku dan bagiku dan seluruh umat manusia
Ada orang mati
Jika kau cukup peduli pada kehidupan
Buat tempat lebih baik
Bagiku dan bagimu
Baru satu bait saja dari lagu yang dirilis tahun 1991 ini sungguh syarat makna dan bikin "merinding disko". Konon lagu ini bercerita tentang harapan-harapan baik seseorang, untuk mewujudkan perubahan hidup yang damai dan bahagia di tengah kehidupan dimanapun.
Semua orang bisa mengubah dunia kearah lebih baik lagi, syaratnya: punya cinta di dalam hati, kepedulian, empati terhadap sesama, saling tolong menolong. Sudah menjadi hukum alam bila banyak orang-orang baik sudah berkerumun dalam sebuah lingkungan kehidupan, perubahan kehidupan ke arah lebih baik tidak bisa dielakkan.
Penulis meyakini ide melantunkan lagu Heal the World muncul dari Gus Muhaimin (H. A. Muhaimin Iskandar) sebagai sohibul bait Executive Committee Meeting Centrist Democrat International (CDI) atau pertemuan eksekutif partai menengah dunia dengan anggota di 92 negara mewadahi 151 partai. PKB satu-satunya partai di Indonesia yang menjadi anggota koalisi CDI terebut.
Dengan berlokasi di pondok pesantren NU, rupanya Gus Muhaimin ingin meyakinkan para delegasi CDI bahwa Humanitarian Islam tidak mati, malah terus menerus tumbuh dilandasi rasa cinta dalam hati, empati, saling peduli dalam diri generasi muda Islam Indonesia dan berpeluang besar ditebar ke seleuruh penjuru dunia.
Dari Gus Dur
Almaghfurlah Gus Dur selalu mendambakan kehidupan beragama yang dibaluti dengan keramahan. Masing-masing umat beragama tentu meyakini kebenaran ajaran agama yang mereka anut. Bagi Gus Dur, dalam keyakinan agama yang tulus terletak makna keberagaman yang hakiki. Pada saat yang sama mereka juga semestinya menghormati orang lain untuk meyakini kebenaran agama yang dianutnya dan melaksanakannya secara bebas.
Wajar bila kemudian Gus Dur selalu mewanti-wanti bangsa Indonesia dalam hal pergaulan antara sesama umat beragama, bahkan bagi mereka yang tidak beragama sekalipun mesti digauli dengan dilandasi rasa kemanusiaan tanpa kemudian mempertanyakan latar belakang ras, keturunan, agama, status sosial dan lain sebagainya. Inilah Rahmatan Lil'alamin atau Humanitarian Islam sesungguhnya.Â
Perjuangan yang dilakukan Gus Dur terkait Humanitarian Islam di Indonesia adalah bagian dari "perlawanan" terhadap dunia barat yang tidak berhenti mendiskreditkan Islam. Imaji negatif tentang Islam masif dilakukan oleh insan pers, sarjana, politisi dan para orientalis pasca runtuhnya komunisme di Uni Soviet tahun 1991.
Parahnya lagi, Imaji negatif Islam yang didengungkan tak jarang dirahkan kepada titik konfrontasi antara barat dengan Islam itu sendiri. Wajar bila kemudian Samuael P. Huntington dalam tesisnya The Clash of Civilization menyebut bahwa relasi Barat dengan Islam tak lebih dari sekadar konflik dan konfrontasi.
Penulis kira, tesis itu semakin menguatkan asumsi para orientalis bahwa Islam sebagai agresi dan ancaman. Ditambah dengan pemberian stereotif "Islam Fanatik", Islam Militan", "Islam Pundamenalis" dan lainnya. Inilah upaya Barat membangun imaji negatif Islam di seluruh dunia.
Gus Dur bukan hanya anugerah bagi bangsa Indonesia, tetapi bagi umat Islam dunia. Betapa tidak, imaji negatif Barat terhadap Islam perlahan beliau kikis dengan praktek-praktek humanitarian Islam. Tak heran bila beliau kemudian dikenal sebagai refresentasi muslim yang toleran dan inklusif dimata dunia.
New York Times, 21-10-1999 mengulas berita tentang pernyataan Ilmuwan Amerika Prof. James Clad: "Gus Dur sebagai pemimpin yang Muslim yang toleran, pejuang HAM, dan bukan pada tempatnya fundamentalisme bisa tumbuh di Indonesia, Islam di Indonesia tidak akan tumbuh secara ekstrem-ortodok".
Masih ingat kunjungan Gus Dur ke AS dan Eropa bertemu Bill Clinton, Tony Blair, Carlo Aseglio Ciampi, Massimo D'Alema, Paus Johannes Paulus II dan lain-lain dulu. Kepiawaian diplomasi Gus Dur mampu menjungkirbalikkan persepsi Barat terhadap Islam yang selalu negatif kala itu.
Sudah menjadi rahasia umum bila Gus Dur adalah pengamal setia teologi inklusif. Baginya suatu inklusivitas kebenaran agama seantiasa harus memancar keluar, ke berbagai agama. Wajahnya selalu plural bahkan tidak tunggal.
Lebih dari itu, melalui Gus Dur, demokrasi sebagai term Barat dikenalkan kepada Muslim untuk memahami hakikat substansialnya kemudian menerapkannya kedalam sistem politik modern tanpa mengorbankan sistem keyakinan yang dianut masing-masing. Walhasil, wajah Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim menjadi demokratis. Tidak seperti yang dipersepsikan Barat, cenderung tidak demokratis
Kembali kepada aliansi internasional yang dibangun Gus Muhaimin melaui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan CDI. Bila dahulu jejaring Gus Dur dalam konteks menebar nilai toleransi, pluralisme, inklusifme dan lainya sebagai wujud Humanitarian Islam atau Islam Rahmatan Lil'alamin belum terlalu kuat. Kini Gus Muhaimin akan meguatkan frekuensinya dengan membangun jejaring yang lebih luas dan tema yang lebih luas pula.
Penulis kira, Gus Muhaimin layak disebut orang kedua setelah Gus Dur dalam konteks ikhtiar dan perjuangannya merawat harmoni dunia ditengah berbagai persoalan yang mengarah kepada perpecahan diberbagai kawasan dengan PKB sebagai "alat" memperluas dan memperkuat jejaringnya.
Dengan PKB menjadi tuan rumah pertemuan tokoh dan perwakilan partai di seluruh dunia yang tergabung kedalam CDI untuk membahas mengenai aliansi abad 21, Humanisme Barat, Demokrasi Kristen dan Humanisme Islam tanggal 22-25 Januari 2020 di Jogjakarta adalah bukti bahwa beliau konsisten merawat dan menjalankan warisan Gus Dur.
Mempertemukan pimpinan partai, tokoh agama, akademisi, dan pembuat kebijakan dari berbagai budaya dan agama di dunia bukan perkara enteng. Bahkan forum Eurasia untuk para pemimpin dunia dalam membentuk aliansi abad ke-21 belum pernah ada sebelumnya. Tetapi. Â Gus Muhaimin mampu mewujudkannya.
Hadirnya KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) sebagai orang yang mendeklarasikan berdirinya PKB bareng Gus Dur dan kiai khos lainnya semakin meneguhkan bahwa apa yang diinisiasi Gus Muhaimin benar-benar sejalan dengan semangat perjuangan Gus Dur terkait Western Humanism, Christian Democracy, dan Humanitarian Islam demi wujudkan harmoni dunia.
Tidak hanya itu, kehadiran Perdana Menteri Hongaria Victor Orban, Eva Senz-Dez dari Universitas Katolik Louvain Belgia, Nizar Baraka (Sekretaris Jenderal Partai Kemerdekaan Maroko), KH. Yahya Cholil Staquf (PBNU), serta Franz Magnis Suseno, S.J. (Universitas Driyakarya, Jakarta) akan semakin menguatkan posisi PKB dan CDI menebar harmoni dunia.
Pertemuan empat hari dengan menghasilkan sepuluh resolusi itu yang kelak menjadi alat pijak PKB dan CDI menebar perdamaian dunia, di antaranya berisi tentang: upaya CDI mempromosikan tatanan internasional berbasis regulasi, etika universal dan nilai-nilai kemanusiaan, menolak pemimpin diktator, mendukung keadilan demokrasi, mengecam aksi terorisme, anti kejahatan kemanusiaan, memperkuat nilai Humanitarian Islam dan lain sebagainya.
'Ala kulli hal, segala ikhtiar Gus Muhaimin melalui kerjasama PKB dengan CDI wajib kita dukung dengan segala potensi sumberdaya yang dimiliki. Sehingga perdamaian diatas dunia senantiasa terawat dan bisa dinikmati oleh kehidupan kita hari ini dan anak cucu kita kelak.
Gus Muhaimin sedang terus berikhtiar meneruskan perjuangan Gus Dur terkait cita-citanya melihat taman Indonesia dan dunia dipenuhi harmoni dengan membiarkan berbagai jenis bunga tumbuh dan berkembang tanpa paksaan hingga kemudian mengeluarkan semerbak wangi masing-masing. Kemanusiaan selalu ditempatkan diatas kepentingan politik. Wallahu'alam bi ash-showab.
*Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H