Baru-baru ini, Kementerian Agama RI merilis hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama tahun 2019. Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah peraih skor kedua tertinggi berdasarkan hasil survei itu yakni sebesar 81,1 dibawah Papua Barat dengan skor 82,1. Dimensi Kerukunan Umat Beragama yang diterapkan dalam survei ini diantaranya terkait: toleransi, kesertaraan dan kerjasama antar umat beragaman.
Dalam waktu dekat yang lalu, penulis berkunjung ke Kota Kupang untuk sebuah kegiatan bertajuk Sekolah Legislator PKB Se-Nusa Tenggara Timur (NTT). Meski hanya empat hari tinggal disana, tak sedikit kesan yang membuat penulis bahagia sepulangnya ke Jakarta.
Mulai tiba di Bandara Eltari hingga menuju lokasi acara penulis disuguhi pernak-pernik Natal disepanjang jalan. Suasana meriah itu layaknya menjelang lebaran umat muslim dimanapun. Suasana damai penulis nikmati selama tinggal disana.
Kiranya penulis bisa menjadi saksi bahwa hasil survei yang menyatakan bahwa NTT sebagai provinsi dengan toleransi beragama terbaik di Indonesia memang benar adanya. Meski NTT berbasis kepulauan, keberadaanya tidak surut untuk menjunjung tinggi toleransi beragama.
Sebelum memulai kegiatan, penulis sowan ke kediaman H. Ismail Dean, Ketua Dewan Syuro DPW PKB NTT yang seorang muslim sekaligus pengusaha sukses galangan kapal dengan diantar oleh bapak Ir. Yucundianus Lepa Ketua DPW PKB NTT yang seorang Katolik taat.
Disana penulis mendapati cerita dari keduanya bahwa ditengah maraknya isu polarisasi agama di Jakarta sejak mencuatnya kasus Ahok, 212 hingga "perang urat syaraf" menjelang Pilpres 2019 tidak berpengaruh signifikan terhadap kedamaian kehidupan masyarakat NTT yang saling berdampingan satu sama lain meski berbeda keyakinan.
Menurut pak H. Ismail dan pak Yucun, dialog model ini sudah tidak tidak asing bagi kami yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Setiap kali mengemuka persoalan, dialoglah yang mereka utamakan, praktek kehidupan seperti ini mereka anggap sebagai warisan Gus Dur.
Tidak hanya itu, penulis berkesempatan ngobrol dengan Fastor Valen Boy salah satu imam Keuskupan Agung Kupang usai beliau membacakan do'a pada acara Sekolah Legislator PKB Se-NTT. Beliau bersyukur pernah kenal Gus Dur, karenanya kehidupan masyarakat di NTT begitu membaur, tidak hanya di Kota Kupang, di kabupaten lainnya pun demikian, toleransi mereka sangat tinggi.Tak jarang satu sama lain saling membantu membangun rumah ibadah.
Penulis bisa menjadi saksi bila kehidupan beragama di NTT sangat baik, rukun, damai, dan tanpa gejolak sosial yang besar, minimal dasarnya adalah dari obrolan penulis dengan dua tokoh lintas agama tadi. Soal pengamalan Pancasila, masyarakat Indonesia patut berguru kepada masyarakat NTT.
Soal empat pilar bangsa, yakni: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika masyarakat NTT tidak hanya hafal dan faham, lebih dari itu mereka mempraktekkannya langsung dalam proses kehidupan sehari-hari. Tetapi, soal kesejahteraan hidup mereka masih harus terus berjuang lebih keras mendayagunakan potensi sumber daya disana yang sangat melimpah. Kelak, jangan lagi muncul candaan NTT itu singkatan dari Nasib Tidak Tentu yang mengesankan ketertinggalan dalam hal ratap hidup masyarakatnya.
PKB untuk Kemaslahatan NTT