Muktamar PKB 2019 di Nusa Dua Bali seminggu yang lalu telah terselenggara dengan sangat sukses. Mulai dari acara pembukaan oleh Presiden Jokowi, pemilihan Gus Muhaimin secara aklamasi, Munas Alim Ulama, sidang-sidang komisi, hingga penutupan oleh Wakil Presiden terpilih KH. Ma'ruf Amin.
Dari semua rangkaian kegiatan yang dihelat, ada satu pemandangan paling menarik dari sepanjang helaran hajatan lima tahunan PKB ini. Yang dimaksud adalah momen saat ribuan Muktamirin (peserta muktamar) bersalaman satu persatu sekaligus foto bareng Gus Muhaimin sebagai sohibul hajat usai penutupan Muktamar.
Betapa tidak, berfoto bareng dengan Ketua Umum terpilih hasil muktamar seolah menjadi pelengkap kegembiraan dan sukacita bagi ribuan Muktamirin yang hadir dari pelosok negeri, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote.
Penulis yang hadir di lokasi dan menyaksikan momen itu dari awal hingga akhir tak pelak terbawa suasana dan perasaan mereka yang berbunga-bunga. Bahkan saking bungahnya ada yang sampai matanya berkaca-kaca karena atas segala perjuangannya akhirnya momen yang dicita-citakan terwujud.
Telisik demi telisik, sesi salaman dan foto satu persatu peserta dengan Gus Muhaimin adalah permintaan Gus Muaimin sendiri. Beliau langsung request kepada Event Organizer (EO) atau penyedia jasa profesional penyelenggara acara yang ditunjuk Panitia Muktamar untuk menyediakan kamera polaroid, kamera langsung jadi yang dapat memproses hingga cetak foto saat itu juga.
Penyediaan alat ini sebagai solusi menghindari "kekacauan" bila keinginan selfi peserta dengan beliau pasti tak bisa dibendung. Walhasil sesi salaman dilanjut foto bareng ini berjalan sangat tertib karena sudah disetting sedemikian rupa.
Sesi ini ditenggarai sebagai wujud "memuliakan" Gus Muhaimin dalam kapasitasnya sebagai sohibul hajat sekaligus sohibul bait terhadap ribuan muktamirin sebagai tamunya. Betapa tidak, kehadiran ribuan muktamirin ke arena muktamar bukan tanpa perjuangan dari daerahnya masing-masing.
Sejak awal keberangkatan, perjuangan mereka dimulai dari menyebrang lautan dari pulau ke pulau, melalui pegunungan dan lembah dalam perjalanan darat sebelum menuju bandara diwilayahnya, bahkan di antaranya ada yang rela melakukan perjalanan darat dengan bus secara rombongan (muktamirin dari pulau jawa) ke lokasi Muktamar.
Bagi mereka, bisa bersalaman dan berfoto langsung dengan tokoh utama PKB sang ketua umum yang mereka banggakan didaerahnya masing-masing pada momen muktamar tentu menjadi keharuan tersendiri dan belum tentu bisa dialami lima tahun berikutnya.Â
Kebanggaanya berlipat saat cetakan fotonya langsung jadi sekaligus dijadikan buah tangan saat mereka kembali ke daerah asalnya. Sementara, bila foto selfi dari handphonenya belum tentu mereka cetak sendiri.
Akhlak Melayani
Diksi ini yang paling sering terlontar baik dari Gus Muhaimin sendiri maupun para punggawanya yang diberikan tugas memimpin forum-forum mulai dari rapat pleno, rapat komisi, munas alim ulama dan forum rapat lainnya.
Selain diksi ini menjadi salah satu kata dalam tema muktamar yakni "Melayani Ibu Pertiwi", memperbanyak ucapan "melayani" boleh jadi salah satu cara dari iktiar Gus Muhaimin dan stakeholder PKB menanamkannya ke alam bawah sadar muktamirin yang mayoritas pengurus disemua tingkatan bahwa ber-PKB sejatinya melayani umat, bukan mencari posisi atau jabatan.
Momentum salaman satu-satu peserta dilanjut foto bareng yang diceritakan tadi adalah praktek nyata Gus Muhaimin terhadap diksi "melayani".Â
Secara tidak langsung beliau praktekkan fungsi pemimpin yang sejatinya melayani siapapun yang dipimpinnya tanpa membedakan latar belakang apapun.
Melayani warga, simpatisan dan pengurus PKB dibawah kepemimpinannya meski hanya melalui jabat tangan dan foto bareng adalah proses yang sedang ingin ditunjukkan Gus Muhaimin dari internal menuju ke tahap ekternal dengan wilayah yang lebih luas "Melayani Ibu Pertiwi".
Bukan Gus Muhaimin namanya bila tak melakukan sesuatu "out the box", diluar kebiasaan banyak orang. Penulis kira, baru Gus Muhaimin yang berani dan bersedia menyalami dan foto bareng dengan ribuan warganya satu persatu secara bergiliran pada forum besar seperti muktamar atau istilah lain di partai politik yang lain.
Bisa kita bayangkan, berapa lama waktu yang dibutuhkan dan stamina yang disiapkan. Durasi waktu tujuh detik yang disediakan perorang dengan jumlah peminat seribu lima ratus orang dari jumlah 3.000 peserta muktamar, maka waktu yang harus dilalui nyaris 3 jam.
Dengan estimasi waktu kurang 3 jam atau bahkan lebih karena terjadi problem teknis, Gus Muhaimin  mampu melaluinya dengan penuh senyuman dari awal hingga akhir. Nyaris tidak nampak rona lelah, tetap fresh. Entah karena sambil diiringi performance (penampilan) artis Nella Karisma, tapi penulis kira bukan hanya karena itu.
Penulis hanya bisa membayangkan betapa besarnya energi positif yang terpancar dari ribuan orang tadi yang didasari "kebahagiaan" dalam venue muktamar. Penulis haqul yakin, limpahan energi postitif itu beralih ke energi positifnya Gus Muhaimin sehingga ia nampak bugar.
Proses itu boleh jadi relevan dengan apa yang disebut Isaac Newton sebagai hukum kekekalan energi. Dimana di dalam tubuh manusia tersimpan sumber energi yang tak terbatas. Lebih dari itu, setiap energi yang dilepaskan tubuh baik energi positif maupun energi negatif sejatinya ia tidak akan hilang dalam kehidupan kita.
Apa yang diyakini Newton tentu menjadi keyakinan penulis, bila energi yang dipancarkan tubuh kita adalah energi positif, maka kita akan kembali menerima energi positif. Sebaliknya, bila energi negatif yang kita pancarkan maka yang akan kembali adalah energi negatif pula. Semua itu tidak akan berubah kedudukannya.
Diksi "melayani" penulis kira menjadi amunisi baru bagi PKB dalam menebar manfaat dan maslahat publik untuk lima tahun kedepan paska muktamar 2019. Bila istiqomah, cita-cita PKB menjadi pemenang pada pemilu 2024 dan partai kelas atas tentu bukan angan-angan semata.Â
Politik "Menyapa"
Dalam suasana sumringah muktamirin usai bersalaman dan foto bareng Gus Muhaimin, penulis menghampiri beberapa orang, diantaranya: Hamdan Simbolon, Ketua DPC PKB Kota Medan yang rela antri dengan ribuan muktamirin lainnya hingga akhirnya ia mendapatkan giliran.
Disela ia kibaskan foto hasil cetaknya penulis bertanya kepadanya terkait apa yang membuat wajahnya berbinar-binar. "Kesempatan terbaik seperti ini belum tentu datang dua kali, belum tentu saya bisa ketemu ketum diluar momentum ini. Ini yang membuat saya bahagia, meski jauh-jauh datang dari Medan, rasa lelah saya rupanya tergantikan dengan hasil foto ini". Jawabnya.
"Sebagai ketua DPC saya merasa terhormat atas kesempatan terbaik ini, luar biasa Ketum kita ini. Beliau telah menanamkan pelajaran kepada kita tentang politik menyapa dan saya akan praktekkan ini terhadap pengurus dan warga PKB di Kota Medan". Tambahnya.
Berlanjut kepada muktamirin selanjutnya yang berpeci dan bersorban (seorang kiai), usianya 61 tahun dan sudah ber-PKB sejak didirikan Gus Dur tahun 1998. Beliau (tak mau sebut nama) memiliki pengalaman, pernah bertemu dengan Gus Dur dirumahnya di Ciganjur usai sholat subuh, sekedar ingin berkeluh kesah terkait aktifitasnya sebagai pengurus PKB di daerah.
Menurutnya: "Salah satu kehebatan Gus Dur, beliau rela meluangkan waktu istirahatnya hanya sekedar menjadi wadah keluh kesah para pengurus yang datang jauh-jauh dari daerah, padahal yang datang waktu itu bukan hanya saya, saya pun sampai antri".
"Anehnya, meski Gus Dur waktu itu sudah mulai sakit-sakitan pada saat yang sama justeru nyaris tidak ada rona sakit ditubuhnya. Beliau nampak sangat menikmati pembicaraan kami meski itu isinya keluh kesah. Saya berharap tradisi itu diteruskan kembali oleh Gus Muhaimin". Tambahnya.
'Ala kulli hal, pelan tapi pasti rupanya Gus Muhaimin tak henti praktekkan ilmu Gus Dur bila dikaitkan dengan pengalaman Bang Hamdan dan kiai tadi. Dilayani dan disapa hanya akan membuat orang merasa dihargai segala jerih payahnya yang pada ujungnya kerianganlah yang akan didapat.
Tak heran, bila dalam pidato pada acara penutupan muktamar Gus Muhaimin menekankan kepada seluruh pengurus PKB disemua tingkatan dan anggota legislatif disemua level untuk tidak berhenti menyapa warga, relawan dan para simpatisannya bila ingin berpolitik di PKB mengandung nilai ibadah. Nilai inilah yang diwariskan Gus Dur dan para muassis PKB.
Semua ikhtiar dan proses tentu tidak akan menghianati hasil. Siapa pengurus yang nyapa dan ngayomi pengurus dibawahnya tentu akan melahirkan soliditas yang kuat sebagaimana simbol lebah yang menjadi maskot Muktamar PKB 2019 ini.
Selanjutnya, anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota yang rajin menyapa konstituennya tentu pada pemilu yang akan datang mereka tidak akan pindah kelain hati. Selalu ada konsekwensi atas apa yang ditanam. Bila benihnya baik tentu kebaikanlah yang akan dipanen, sebaliknya bila benih yang ditanam kejelekan niscaya yang dipanen adalah kejelekan.
Muktamar sudah usai, pengurus DPP PKB yang baru dibawah komando Gus Muhaimin sudah terbentuk. Menu "melayani" dan "menyapa" yang dihidangkan Gus Muhaimin selama ini tentu akan menjadi nutrisi lengkap dalam berikhtiar menebar manfaat dan maslahat bagi ibu pertiwi. Wallahu'alam bi ash-showab.
Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H