"PSSI Bobrok" menjadi ilustrasi tak terbantahkan yang menggambarkan sejarah panjang sepak bola Indonesia yang tak luput dari cerita kegaduhan, kekisruhan, bahkan keruwetan. Padahal, Soekarno, Hatta, Otto Iskandar Dinata bahkan Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa sepak bola adalah alat menumbuhkan nasionalisme.
Sepanjang yang penulis ketahui, sepak bola Indonesia sejak dahulu selalu diluputi kegaduhan hingga kerusuhan antar supporter. Anehnya, sejarah itu selalu terulang seolah tiada ujung pangkalnya. Begitupun halnya terkait mafia sepak bola, tak luput dari cerita bahwa ia sesungguhnya kawan intim ketua PSSI.
Masih ingat kan PSSI eranya Nurdin Khalid yang mebuahkan perseteruan antara Liga Prima Indonesia (LPI) dengan Indonesia Super League (ISL) eranya Djohar Arifin Husein. Kasus itu kental nuansa politiknya, nampak betul politik mengendalikan sepak bola kala itu.
Penulis kira, kegaduhan dan kekisruhan yang dialami berulang oleh dunia sepak bola kita menggambarkan bahwa sepak bola dan politik memiliki relasi yang unik. Keduanya memiliki kesamaan: penggemarnya jutaan, menghasilkan primordialisme yang kuat, memunculkan harapan berbagi, bersenang-senang dalam kemenangan, persaingan dan kekalahan dan lain-lain.
Wajar bila kemudian Gus Dur semasa hidupnya dikenal pencinta sekaligus sebagai pengamat sepak bola. Tak jarang analisa Gus Dur selalu dinanti setiap kali ada perhelatan Piala Dunia atau Piala Eropa. Kala menjadi presiden, beliau pernah mengaku bahwa strategi mengelola negara beliau ambil dari sepak bola.
Layaknya Gus Dur, sebagai politisi Cak Imin faham betul bahwa sepak bola itu tidak mengenal penyelesaian matematis. Bola itu bundar dan tak akan pernah berubah, karenanya ia terus dinamis.
Begitupun halnya dengan politik. Bagi Cak Imin politik itu seni bermain dengan kemungkinan. Mana kemungkinan yang paling benar dan bagaimana menggunakan kemungkinan-kemungkinan itu untuk mencapai tujuan sesuai dengan kesepakatan. Keduanya berlaku dalam sepak bola dan politik.
Bila sebagian orang menganggap risi dengan pernyataan sikap Cak Imin yang bersedia menjadi Ketua Umum PSSI, bagi penulis justeru itu langkah cerdas Cak Imin sekaligus momentum tepat bagaimana beliau membentuk "kesebelasan" PSSI yang berintegritas dan berkarakter.
Sudah menjadi rahasia umum bila beliau adalah calon presiden yang disiapkan PKB untuk tahun 2024. Melalui sepak bola nampaknya beliau sedang ingin berlatih menguatkan kepekaan bagaimana ia harus mencari orang yang mumpuni dibidangnya bila kelak "kesebelasannya" turun gelanggang. Lebih dari itu, Cak Imin faham bahwa rakyat Indonesia adalah pecinta bola. Sepak bola boleh jadi menurutnya sebagai jalan untuk menguatkan kepekaan intuisi politiknya.
Santri untuk PSSI
Sebagai Panglima Santri, Cak Imin memiliki obsesi besar suatu saat santri menjadi bagian tidak terpisahkan dalam mewujudkan prestasi sepak bola negeri ini. Sangat wajar jika kemudian beliau menginisiasi Liga Santri Nusantara (LSN) sebagai ikhtiar pembinaan sepak bola yang berbeda dengan pembinaan lainnya.