Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

May Day, Cak Imin, dan Buruh

1 Mei 2018   08:09 Diperbarui: 1 Mei 2018   09:27 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suka tidak suka, penulis kira konsekuensi ini melahirkan peluang dan tantangan sekaligus. Fenomena Globalisasai, barang, jasa, uang dan tenaga kerja merupakan fenomena yang biasa di era modern ini. Bila peluangnya ditolak niscaya kita akan ketinggalan dengan negara lain.

Sebuah bangsa tidak akan kehilangan identitas dan jatidirinya karena menjadi bangsa yang terbuka. Kita Bisa melihat fakta-fakta berikut ini; China menguasai surat utang Amerika US$ 1.15 Trilyun. Apakah otamatis Amerika dicaplok oleh China? Tidak.

Selanjutnya, Arab investasi di China 870 Triliyun. Apakah rakyat China terkencing-kecing merasa dijajah oleh Arab? Tidak. Amerika Investasi 122 Triliyun ke Singapore, apakah warga Singapore otamatis jadi antek asing ? Tidak.

Kemudian, sebanyak 252.000 TKI bekerja di Taiwan. Apakah rakyat Taiwan merasa dijajah Indonesia ? Tidak. Jumlah TKI yang bekerja di China 81.000, sementara TKI di Hongkong 153.0 00, di Macau 16.000, apakah rakyat China, Hongkong dan Macau merasa di jajah oleh Indonesia ? Tidak.

Penulis kira, berdasarkan data Kemenaker tahun 2017, jumlah TKA yang bekerja di Indonesia sebanyak 85.974 orang. Jika  dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini, berarti masih kurang dari 0,1 %. Bila jumlahnya lebih dari itu berarti ilegal, harus ditelusuri siapa aktornya intelektualnya.

Sementara itu, jumlah Tenaga Kerja dari Tiongkok, di Indonesia  ada 24.000. Angka ini relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah TKA secara keseluruhan yang mencapai 160.000. Anehnya, tiba-tiba beberapa pihak sudah merasa dijajah oleh China.

Bila TKI kita diterima berkerja di negara tujuan, ini bukti bahwa warganya bisa bernalar dengan benar. Mereka bisa membedakan antara bisnis dengan kedaulatan negara. Era globalisasi ini tidak dipetakan lagi oleh suku, ras dan agama. Masyarakat modern sudah tidak mempermasalahkan lagi perbedaan keyakinan. Mereka bersama-sama membangun peradaban.

 Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun