Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan tingkat kemiskinan Indonesia 9,82 persen merupakan titik kemiskinan terendah Indonesia, terutama sejak krisis moneter 1998. Cukup banyak yang mempertanyakan angka ini, baik dari kalangan akademisi, masyarakat umum, tak terkecuali anggota dewan.Â
Data kemiskinan ini memang selalu menjadi sorotan dan bahan menarik serta paling asyik untuk jadi bahan diskusi, terutama menjelang pemilu. Selain data kemiskinan, data-data seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi dan data strategis lainnya sering kali menjadi alat pendukung kampanye untuk menggaet kawan atau justru senjata untuk menyerang lawan.
Sah-sah saja sebetulnya data ini digunakan untuk media kampanye. Namun ada hal fundamental yang perlu dipahami. Para pelaku diskusi sebaiknya memahami dengan benar apa itu angka kemiskinan, serta siapa dan bagaimana angka kemiskinan dihasilkan.
Angka kemiskinan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Mulai tahun 2012, BPS merilis angka kemiskinan dua kali dalam setahun. BPS mengategorikan seseorang sebagai penduduk miskin apabila pengeluaran per-kapita per-harinya di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok makanan dan minuman yang setara dengan 2100 kilo kalori per-kapita per-hari ditambah kebutuhan pokok bukan makanan.
Paket komoditi kebutuhan pokok makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sedangkan kebutuhan pokok bukan makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan, seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Saat ini GK nasional yang ditetapkan oleh BPS adalah Rp 401.220, sehingga sebuah keluarga dengan anggota keluarga sebanyak 4 orang harus berpenghasilan di atas Rp 1.604.880 (4 x Rp 401.220) untuk dapat dikategorikan sebagai penduduk tidak miskin. Setiap kabupaten/kota di Indonesia memiliki GK tersendiri. GK di kabupaten Simeleu berbeda dengan GK Kota Jakarta Timur, dan berbeda pula dengan GK Kota Jayapura. Untuk menyusun indikator kemiskinan tersebut, BPS melakukan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS).
Angka Kemiskinan Terendah merupakan Prestasi Pemerintah
Pemerintah mengklaim bahwa penurunan angka kemiskinan merupakan buah kinerja dari pemerintah. Klaim tersebut boleh diperdebatkan sepanjang masih dalam koridor diskusi ilmiah. Pihak pro dan kontra harus berargumen dengan data dan informasi yang jelas. Bukan sekedar membenarkan kelompoknya yang ujung-ujungnya hanya memperkeruh suasana.
Jika kita lihat sejarah data kemiskinan, angka kemiskinan Maret 2018 memang angka terendah sejak krisis moneter 1998. Di tahun 1999 angka kemiskinan menyentuh 47,97% dan mengalami tren penurunan sepanjang tahunnya hingga mencapai 10,12% (September 2017) dan 9,82% (Maret 2018).
Namun demikian, dengan angka kemiskinan 9,82%, jumlah penduduk miskin saat ini masih 25,9 juta jiwa. Angka tersebut sangat besar dan tentunya menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Selain itu, ukuran angka kemiskinan masih belum cukup untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ukuran-ukuran lain seperti daya beli, inflasi, angka harapan hidup dan indikator kesehatan dapat menjadi statistik pembanding dalam melihat kesejahteraan dari aspek lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H