Mohon tunggu...
Yus Mei Sawitri
Yus Mei Sawitri Mohon Tunggu... -

Suka membaca dan menulis sejak kecil....Hobi jalan-jalan, nongkrongin toko buku dan nonton sepak bola...:)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Meramal Nasib di Sam Poo Kong

6 Agustus 2010   14:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:15 2887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_127" align="alignnone" width="550" caption="Tiga bangunan utama di kompleks klenteng Sam Poo Kong "][/caption] Jika sedang berada di Semarang dan butuh ide mengunjungi tempat wisata yang eksotis, cobalah mampir di Klenteng Sam Poo Kong alias klenteng Gedong Batu. Klenteng ini letaknya di Simongan, tak terlalu jauh dari Simpang Lima. Cukup dengan membayar uang masuk sebesar Rp 3.000, kita akan disuguhi pemandangan indah, unik dan kaya akan sejarah. Tempat ini dijamin tidak bakal mengecewakan...buat sekadar foto-foto maupun menelusuri misteri sejarah masa lampau,,, Klenteng yang katanya tersohor hingga daratan Tiongkok ini, sangat lekat dengan seorang pelaut termasyur, Laksamana Cheng Ho. Ketika berlayar mengarungi lautan dan mengunjungi negara-negara lain untuk misi politik dan dagang mulai tahun 1400-an, ia dikabarkan sempat singgah di Nusantara, salah satunya di Semarang. Ia terpaksa berhenti di Semarang karena salah satu anak buahnya sakit keras dan butuh pengobatan.   Gua di Simongan tempat Cheng Ho beristirahat, kini menjadi bangunan utama klenteng Sam Po Kong. Pada tahun 2002, tempat ini mengalami pemugaran besar-besaran dan akhirnya menjadi indah seperti sekarang. Sepertinya pengembangan masih akan terus berlanjut. Apa sih yang unik dari klenteng ini sehingga layak untuk dikunjungi? Yang jelas, meski menjadi tempat ibadah pemeluk kepercayaan Kong Hu Chu, klenteng ini juga menarik dikunjungi umat Muslim. Hal itu tak lepas dari sosok Cheng Ho, yang konon merupakan seorang muslim. Sebenarnya niat mengunjungi klenteng ini sudah terpendam lama. Alhasil, ketika punya waktu ke Semarang, tempat inipun menjadi destinasi utama saya.. Saya datang cukup pagi (bisa dibilang pengunjung pertama...hehe). Setelah membayar tiket masuk, saya pun langsung ngeloyor ke dalam. Puas foto-foto dan melihat bangunan dari halaman luar, saya pun berniat masuk ke dalam klenteng. Sebenarnya ada loket lagi, dimana tertulis pengunjung harus merogoh kocek lagi sebesar Rp 20.000 untuk masuk ke klenteng. Tapi karena datang kepagian dan petugas loketnya belum datang, maka saya pun bisa melenggang dengan gratis..hehe. Sebelum masuk, saya pun menuruti saran seorang tukang foto komersial di sana untuk membeli hio. Itu piranti wajib untuk syarat supaya di dalam kita bisa minta diramal...asik juga tuh. Dengan uang Rp 10.000 hio (bisa dibeli di sana) ada di tangan dan dengan bersemangat masuk ke dalam klenteng...

Jangan salah, kita dilarang berbuat seenak hati di dalam klenteng. Selain ada peraturan gak boleh bawa makanan, pengunjung juga dilarang merokok. Bahkan saya sempat kena tegur ketika mengambil gambar di klenteng pertama. Tapi di klenteng yang paling besar, peraturan lebih longgar. Setelah puas melihat ornamen-ornamen di seputaran klenteng, saya pun ingin merealisasikan niat..minta diramal. Pertamanya bingung juga mau minta diramal sama siapa dan hanya bisa tengak-tengok. Saya kemudian dihampiri seorang petugas klenteng atau yang disebut biokong. Ketika ditanya mau ngapain, ya saya jawab saja terus terang. Saya disuruh menunggu karena yang mau meramal melakukan sembahyang dulu. Dengan patuh saya duduk di pinggir sambil melihat-lihat sekeliling klenteng.
Bagian yang menarik dari klenteng adalah lampion-lampion yang digantung di langit-langit. Di masing-masing lampion tergantung sebuah kertas, yang ternyata berisi nama orang yang menyumbang untuk klenteng (dengan jumlah tertentu lho, bukan sekedar menyumbang  langsung namanya digantung di situ). Di klenteng ini juga ada bedug seperti di masjid-masjid, yang menguatkan pengaruh Islam yang dibawa Cheng Ho. Lalu ada relief dan penjelasan tentang kisah Cheng Ho di bagian belakang klenteng, sekitar jalan masuk ke gua. Di situ juga ada gambar foto lawas klenteng jauh sebelum mengalami pemugaran. Setelah menunggu sekitar 15 menit,  saya pun akhirnya dihampiri biokong, tak lama setelah ia selesai sembayang. Dengan agak deg-degan saya mengikutinya ke bagian tengah klenteng. Wah penasaran juga nih dengar ramalan nasib di masa depan (walaupun dalam hati juga tak terlalu percaya).
Ketika sampai di tengah ruangan, ia langsung bertanya kepada saya minta diramal tentang apa. Saya jawab mau diramal nasib. Trus biokong itu bertanya,"Lha memang nasibnya kenapa mbak?" Saya jawab tidak apa-apa cuma mau tahu aja, soalnya tadi disarankan oleh mas-mas di depan untuk coba minta diramal. Mau tahu jawaban beliau..."Hionya disimpan aja di dalam tas saja mbak. Kalau gak punya masalah tidak perlu diramal. Dijalani saja seperti biasanya. Takutnya nanti kalau hasil ramalannya jelek, mbaknya malah patah semangat. Meramal disini tidak boleh dipakai sembarangan, harus ada tujuannya." Nah lho. Saya pun cuma bisa cengar-cengir, bilang terima kasih dan pamit. Niat pengen diramal jodoh pun saya batalkan dan lanjut acara foto-foto aja ...:) Sembari keluar, saya kembali melihat-lihat peta di bagian depan. Di situ dijelaskan tentang rencana pengembangan klenteng di masa mendatang. Sebenarnya di sana juga tersedia paket foto dengan pakaian khas China dengan merogoh kocek mulai Rp 75.000. Tapi sayang saat itu tempatnya belum buka, karena saya datang kepagian... padahal oke juga tuh berfoto ala Puteri Tiongkok berlatar belakang bangunan klenteng yang eksotis..Dan tur singkat saya di Klenteng Sam Poo Kong ditutup dengan pemandangan mencengangkan. Di toko penjual piranti sembayang yang terletak di kompleks klenteng, mata saya terkunci pada deretan lilin besar yang dipajang. Saya bukan terkaget-kaget dengan ukuran lilin yang super besar, tapi dengan kertas yang tertempel di benda itu. Mau tahu berapa harga satu lilin super besar itu? Busyett....Rp 14 juta!!! Walah mahal amat, masak seharga satu buah sepeda motor keluaran terbaru. Saya pun melangkah keluar dari klenteng sembari masih terheran-heran...:) [caption id="attachment_237717" align="alignnone" width="225" caption="Deretan lilin besar seharga Rp 14 juta di Sam Poo Kong"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun