Segala bentuk transaksi ini halal dengan syarat kedua pihak sama-sama senang. Apabila ada pada dua pihak, baik penjual dan pembeli yang masih belum cukup usia, maka syarat bisnis dianggap tidak terpenuhi. Pada saat terjadi transaksi yang berikrar, baik lisan maupun tulisah, harus pemilik langsung atau orang yang didelegasikan/diberi kuasa.
Â
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah bisnis online dianggap memenuhi rukun dan syarat jual beli konvensional oleh para ahli hukum Islam? Dalam ortodoksi ulama diungkap bahwa segala macam jual beli adalah boleh sepanjang tidak melanggar rukun dan syaratnya. Melanggar rukun jual beli, seperti tidak adanya barang, haram transaksi tersebut.
Â
Namun adanya barang secara fisik tidaklah jadi syarat sebuah transaksi. Sementara dalam bisnis online spesifikasi barang diperlihatkan secara audio-visual. Maksudnya, media internet adalah majelis akad. Kendati penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara fisik. Karena bertemu secara fisik bagi penjual dan pembeli tidak jadi syarat jual beli.
Â
Artinya, dalam bisnis online penawaran suatu barang lengkap dengan spesifikasi dan harganya yang ditayangkan oleh penjual di media sosial, lalu direspons dengan memesan barang tersebut secara online juga oleh pembeli, maka antara penjual dan pembeli dianggap sudah ada pertemuan. Selanjutnya, aspek yang tak kalah pentingnya adalah saling jujur.
Â
Dalam bisnis online selain harus memenuhi rukun dan syarat jual beli, harus juga diketahui kualitas fisik barang yang dijual, apakah benda tersebut halal secara dzatnya dan halal juga cara memperolehnya. Menjual barang curian secara online akan tetap dihukumi tidak halal kendati transaksi yang terjadi memenuhi rukun dan syarat secara mutlak.
Â
Dalam bisnis online pedagang boleh menawarkan gambar barang secara audio-visual kendati fisik barang tersebut tidak ada padanya. Apabila pedagang mensyaratkan pembeli untuk membayar lunas barang tersebut baru kemudian mengirimnya, transaksi ini dihukumi halal. Dalam fikih klasik inilah yang disebut dengan akad salam.*