Pelataran rumahku masih bersih
Hanya ada bekas dedaunan yang gugur dari dahannya
Serta serbuk benang sari yang berterbangan ditiup angin lara
Ditinggalkannya bercak kenangan yang perih
Tepat pukul lima sore tadi
Kita bertemu kembali di tempat yang lalu
Tempat dimana kita bertemu pada saat bulan merindu
Memintal kepahitan yang sama-sama kita alami
Tiada yang pernah indah sejak kala itu
Saat matahari menyembulkan kehangatannya
Melalui kabut gelap selepas gulita
Berganti dengan lugunya langit yang membiru
Retorika dari sebuah masa percintaan
Yang apatis dan sarkastis
Buah dari cibiran gairah birahi yang diciptakan
Telah menggariskan cerita yang begitu manis
Melepaskan hasrat dari permukaan yang lembut
Sampai menyusup ke sela-sela badan
Merambat dan tersemat dari balik selimut
Oh Tuhan, tiada tara keindahan bagi setiap pasang insan
Bibir kita beradu
Membisikkan buih-buih kenikmatan
Melekat dalam sehelai kain belacu
Sedikt terangkat ketika kita mulai permainan
Sampai puas, kita kembali pada dunia
Mengatakan bahwa tiada cinta yang abadi
Dan tidak ada rasa yang pantas untuk diagungkan
Semua hanya formalitas dan akan hilang sampai ujung persimpangan
Begitu kata merpati yang kutemui setelah kau mencari pengganti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H