Mohon tunggu...
Devy Arysandi
Devy Arysandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remahan Rakyat

Masih memanusiakan manusia dengan cara manusia hidup sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mimpi yang Belum Terbangun di Pundak Merdeka

19 Agustus 2021   23:25 Diperbarui: 19 Agustus 2021   23:34 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bung, bisakah kita merdeka esok hari?

Setelah apa yang terjadi, air mata usai ditangisi

Dua tahun lamanya, badan meringkuk dalam sangkar

Hanya ada hembusan angin yang sesekali berkabar

Dinding pun menjadi bisu, menyekat asa yang tak jua pasti

Wajah ini, dibuatnya pucat pasi

Lalu, ditahan dalam jeruji pandemi

Selepas Adzan Subuh tempo hari

Kantor-kantor, mereka gulung tikar

Anak-anak sekolah terpaksa dirumahkan

Terkaman wabah tak mampu dikendalikan

Sengaja mengikis kehidupan, dari sendinya sampai ke akar

Bapak-bapak nelangsa di pinggiran kali

Merenungi kelanjutan nasib anak dan istri

Sedari pagi, berebut minta jatah nasi

Sampai mengorek sampah, hanya ada sepotong roti

Lihatlah, Bung...

Tumpukan mayit yang berserakan di seberang sana

Sudah berapa banyak kayu yang dihabiskan untuk membuat peti mati?

Sementara, di rumah sakit para calon mayit masih menunggu

Apakah Izrail akan datang membawa perintah Tuhan?

Bung...

Rindu diri ini untuk bersua

Berjumpa dengan handai tolan dan sanak saudara

Tapi perantau seperti kami ini, tak kunjung bisa pulang

Mau pulang, kami tak punya uang

Kapan, Bung kita kembali bersama-sama memeluk pertiwi?

Merasakan belaian kelembutan Sang Saka

Dalam balutan kehangatan kemerdekaan kita

Sembari memekikkan hormat yang ada di dalam sanubari

Saat ini saja, kita tidak boleh berjabat tangan

Tatap muka hanya sebatas media belaka

Belum lagi, didera dengan banyaknya pembatasan

Sampai kapan akan terus tersandera?

Bolehkah, Bung kita membangun dengan pondasi yang baru?

Dalam suasana yang berbeda, tapi masih pada makna yang sama

Tetap mencintai Tanah Air sebagai pandu ibu

Menunaikan kewajiban sebagai seorang anak yang menghamba

Bung, masih ada mimpi yang belum terbangun dari tidurnya

Berharap esok hari kita akan merdeka dengan semangat membara

Walaupun, hanya ada dalam bayangan yang maya

Tapi tetap nyata untuk keabadian Indonesia Pusaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun