Ketika rasa itu hadir aku tak lagi mampu menahannya
Hadirnya sangat kunantikan
Meski kutahu rasa itu dapat membunuh diriku sendiri
Tapi inilah rasaku dengan segala caranya
Kukutip sebait sajak rasa yang ada dalam hati, rasa yang telah hadir itu kini telah membayar semua hasrat di jiwa.
Pernahkah kalian merasakan hal yang serupa dengan rasaku? Dimana rasa itu sangat dinantikan, tapi ketika rasa itu hadir ia dapat menjadi pembunuh. Ini yang kualami, akulah pemilik hati dari rasa tersebut. Aku manusia biasa yang tak mengerti apa-apa, sampai semesta mengajarkanku segala hal yang belum kuketahui sebelumnya.Â
Kota Jakarta ini sebagai saksi bisunya, ia yang menyaksikan ketika rasa itu mulai membunuh diriku. Ketika suatu masa sutradara semesta menuliskan skenario dimana dua insan dipertemukan dalam sebuah ketentuan. Akan tetapi, ada sekat yang memisahkan keduanya.
Di antara Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal cerita dua insan itu bermula, suatu pertemuan yang menyuratkan perbedaan di antara mereka. Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal adalah tempat bersejarah bagi dua dimensi agama yang berbeda. Namun, berkaitan satu sama lain.Â
Keduanya membangun suatu hubungan yang sarat akan makna dan menjadi tempat dua umat beragama berkomunikasi dengan Sang Pencipta.Â
Antara Vatikan dan Baitullah memang berbeda dalam hal penafsiran ketuhanan. Akan tetapi, umat beragama di Indonesia khususnya Jakarta, perbedaan yang ada bukanlah penghalang toleransi, tapi menjadikan keberagaman tersendiri bagi setiap pasang mata. Itulah yang dicontohkan Katedral dan Istiqlal.