Nuansa di akhir bulan September,
Aku bukanlah seorang ahli telepati,
Yang mampu membaca pikiranmu dari jauh.
Namun, aku merangkul bayangan tangismu,
Di saat subuh tak bisa meredakan kegelisahanmu.
Kita seperti dua roda karet,
Tak harus selalu sejalan, tapi tetap berjalan bersama.
Tak ingatkah kita? Saat aku berperan sebagai badut,
Hanya untuk melihat senyummu, dan menciptakan kebahagiaan.
Tapi apakah kau masih ingat awalnya?
Kisah picisan yang kita ciptakan,
Di mana kau adalah korban dari kurangnya rasa syukur,
Sementara aku tersangka dengan kebenaranku.
Namun alam akan menjadi saksi dari realitas sejati,
Biarkan mulut-mulut berbicara, menyambung setiap episode drama kita.
Aku akan membiarkan takbir memuji ahlakmu yang indah,
Wahai ibu dari anak-anak do'aku.
Lihatlah di atas, pecahan bulan menggantung di langit malam,
Memberikan isyarat, agar kita berbenah dari masa lalu.
Ketahuilah, kau masih tinggal di taman pikiranku,
Biarkan nuansa di akhir September ini selalu terasa dengan namamu.