Mohon tunggu...
Ismail Marzuki
Ismail Marzuki Mohon Tunggu... Dosen - Hidup ini layaknya cermin, apa yang kita lalukan itulah yang nampak atau kita hasilkan

Memiliki banyak teman adalah kebahagiaan yang tak terkira. Senyum selalu dalam menjalani hidup akan memberi makna yang membekas dalam tiap bait hari-hari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kejanggalan yang Menyenangkan

10 Maret 2024   04:50 Diperbarui: 10 Maret 2024   07:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Abyan minta nonton memakai leptop sambil dipangku. Itu sudah menjadi kebiasaanya. Meski sudah 5 tahun, kebiasaan dipangku sulit dihindari. Akupun mengiyakan. Karena sudah pegal, aku suruh dia duduk sendiri di kursi. Akupun bergegas mengambil kursi coklat disebelah. "Sudah tidak bisa ngetik lagi kalau sudah begini", kataku dalam hati.

Kuraba ransel hitam disebelahku untuk mengambil novel yang kupinjam beberapa hari yang lalu. Sekilas kulihat Abyan sudah bisa mengganti short video dengan tombol panah atas-bawah di leptop. Kubiarkan sambil kuawasi. Jangan sampai menonto vidio yang tidak baik. Anak seumurannya sangat cepat untuk menangkap bahasa-bahasa yang tidak baik. Pernah suatu hari aku dibuat marah karena memakai istilah "ya cok" untuk menanggapi temanya. Aku marahi dia dan kujelaskan maknanya. Ia pun mengerti dan sampe sekarnag tidak penah mendengar kata itu dari bibirnya. Menyapa temannya saja yang lebih besar atau lebih kecil dengan menyebut nama saja aku larang, karena itu kurang sopan bagiku. Panggilan " adek atau kakak" diikuti nama  diikuti nama, itu jauh lebih sopan saat menyapa.

Kunikmati kata demi kata, kalimat demi kalimat dari  buku "Mengunyah Rindu" karya Budi Maryono. Lebih tepatnya ini adalah catatan seorang bapak yang berkisah tentang keluarganya yang dijadikan buku.

Beberapa menit kemudian. Ponselku berdering. Ternyata Ustaz Zul. "Pasti ada sesuatu", kataku sambil mengangkat. Beliau memintaku untuk menjadi MC diacara pengajian besok pagi. Awalnya, aku ragu dan malu. Tetapi, aku teringat dengan nasihat yang pernah kudapat. "Kalau kita diminta mengerjakan sesuau, berarti kita dianggap bisa". Akupun mengiyakan beliau dengan niat belajar. Berharap bisa melakukannya besok pagi dengan baik dan tidak mengecewakan.

Sebelum kami mengakhiri percakapan, beliau menjelaskan bahwa besok ada pengajian umum tentang Ramadhan di Masjid Nurul Islam. Pengajian ini dalam rangka menyiapkan warga agar lebih siap untuk menjalani bulan suci Ramadhan yang sebenatar lagi akan tiba. Ada tiga topik yang akan dibahas yaitu fiqih ramadham, fiqih zakat, dan sosialisasli program. Tak lupa juga beliau mengajakku untuk ikut serta pada pelatihan Da'i di kampus besok siang.

"Dek besok ada pengajian, dan aku diminta untuk jadi MC", kataku ke istri yang sedang membimbing mahasiswa yang tak jauh dariku dan Abyan. Itu adalah kode alam, bahwa aku menyerahkan Abyan dan Azima sepenuhnya untuk dijaga sepanjang hari.

Hari sudah petang. Sudah hampir Isa' kami masih di kampus. Jalanan sudah mulai legang dan sepi. Abyan dan Azima sibuk dengan menonton youtobe Kids yang sudah aku percaya menjadi Baby Sister terbaik sejak punya anak.  Itu kami berikan kalau sudah tidak bisa menemani keduanya main disebabkan bekerja.

Lima menit kemudian kamipun bergegas pulang. Sekitar lima menit, kamipun sampe rumah. Kampus memang tak jauh dari rumah. Lampu depan teras mati. Kurkira pulsa listrik habis. Pintu kubuka lalu taruh tas di atas meja. Lalu meraih kursi plastik untuk mengecek bola lampu yang tak lagi menyala di teras. Karena tidak terlalu tinggi, tanganku langsung menyentuh bola lampu itu. Ternyata baunya hangus. "Wajar, sudah 3 tahun lampu itu menyala terus. Sudah waktunya diganti.

Aku, istri, Abyan dan Azima tak langsung masuk rumah. Aku main ke rumah tetangga. Kebetulan ada Arsy yang sepelantaran dengan Azima datang ke komplek untuk main. Azima dan Abyan main dengan Arsy. Aku dan tetangga asik ngombrol tentang anggur dan cabe serta hal-hal lain untuk mengisi kekosongan topik.

Beberapa menit kemudian. Kulirik HP, ternyata sudah pukul 22.00 malam. Akupun pamit, tidak enak terlalu larut.

Abyan dan Azima kuminta untuk cuci tangan dan kaki ke kamar mandi. Mereka tidak protes. Kutuankan sabun cair di tangan mereka mereka masing-masing dan membilasnya sampe bersih.

Stelah keluar dari kamar mandi, mereka minta susu. "Bapak mintak susu", kata keduanya. Akupun mengiyakan. Lalu masuk dapur dan menyalakan Dispenser. Susu Dancow yang kami beli seminggu yang lalu sudah setengahnya habis. Awalnya, hanya Azima yang minum susu sebelum tidur, karena belum genap tiga tahun. Lama-lama Abyan iku dan tahu enaknya, dan sebelum tidur selalu minta susu juga.

Setelah susu habis, kamipun bergegas tidur. Abyan disamping kiriku. Diikuti ibunya, lalu Azima paling pojok. Kuminta Abyan untuk beroda. Lalu kupeluk dia sambil menghadap kanan. Tak sengaja tanganku menyentu tangan ibunya. Abyan melihat itu heran, senyum-senyum dan tertawa. Mungkin ia merasa geli melihat tanganku dan istri bersentuhan. Ibunyapun menyeriusi dengan memangambil tanganku untuk dijadikan bantal. Abyan merasa tambah geli dan tertawa.

"Lucu ya kakak", tanyaku penasaran.

"Ya, hahaha"

"Memang tidak boleh", tanyaku lagi.

"Boleh kok", jawabnya sambil tertawa geli.

Ibunyapun menambah ekting untuk menggenggam tanganku. "Gitu doang kan seru", kata Abyan sambil tertawa. "Kayak orang nikah saja", katanya lagi sambil terpingkal-pingkal. Karena terdengar janggal, Azima menegok lalu langsung loncat ke tengah antara ibunya dan Abyan. Kajanggalan itupun buyar dan Abyanpun berhenti tertawa. Azima memang paling marah kalau melihatku dan istri berdekatan. Itulah ekspresi seorang anak kepada orang tuanya. Aku dan istri tidak protes.

Di depan anak-anak kami memang jarang pegangan tangan. Sejauh ini, Abyan dan tidak pernah melihat kami pegangan tangan. Mungkin itu, sehingga kelihatan janggal dan lucu. Mungkin semua orang yang sudah punya anak mengalami hal yang sama atau tergantung kebiasaan di depan anak.

Memang, adanya anak mengurangi kemesraan, namun adanya anak akan menambah eratnya pernikahan. Karena ada buah hati yang harus dibesarkan setelah cinta didapatkan.

Benar adanya, cinta permulaannya. Lalu seiring awaktu berubah menjadi tanggug jawab. Cinta boleh bergeser dengan apa saja, namun tannggung jawab tidak akan bisa digeser dengan cinta lain. Itulah yang aku rasa sejak kehadiran Abyan lalu ditambah dengan Azima.

Hari ini usiaku bertambah, tanggung jawabku bertambah, cintaku bertambah, dan bahagiakupun bertambah.

___

Sorong, 10 Maret 2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun