Mohon tunggu...
Ismail Marzuki
Ismail Marzuki Mohon Tunggu... Dosen - Hidup ini layaknya cermin, apa yang kita lalukan itulah yang nampak atau kita hasilkan

Memiliki banyak teman adalah kebahagiaan yang tak terkira. Senyum selalu dalam menjalani hidup akan memberi makna yang membekas dalam tiap bait hari-hari

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi sebagai Wujud Perasaan yang Nyata

2 September 2016   06:26 Diperbarui: 2 September 2016   17:16 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puisi menjadi wadah yang sangat puitis untuk mengungkapkan rasa. Mengungkap rasa perlu kepercayaan diri yang tinggi. Tanpa PD itu, tentu tidak mungkin kita melakukan sebuah tindakan kecil. Apalagi tindakan besar. ya kan?  Semakin besar rasa PD yang kita taruh di benak kita, maka semakin besar karya (hasil) yang akan didapat. 

Biarkan semua itu keluar dengan sendirinya. Jangan pernah mengekang imajinasi dengan anggapan, bahwa puisi saya tidak bagus, atau apalah namanya. Biarlah orang menilai, karena ukuran setiap orang berbeda-beda. "Menulis puisi dari hati adalah kunci". Mohon maaf itu nasehat untuk pribadi...he he. Puisi-puisi di bawah ini hasil belajar saya. Semoga terhibur...

AKU INGIN MEMAHAMIMU

Aku ingin memahamimu dengan sederhana...
Dengan kata yg tak sempat diucapkan angin pada embun, yang menjadikannya tiada.

 Aku ingin memahamimu dengan sederhana...
 Dengan kata yg tak sempat diucapkan pasir pada ombak, yang menjadikannya pergi.

 Aku ingin memahamimu dengan sederhana...
 Dengan kata yg tak sempat diucapkan burung pada pohon, yang menjadikannya terpisah.

 Aku hanya ingin memahamimu dengan sederhana...

Puisi di atas adalah puisi pak SDD. Saya begitu jatuh cinta dengan puisi beliau yang berjudul "Aku Ingin". Hanya saja sebagai pencinta baru dalam puisi, saya belajar menggubah puisi tersebut dengan mengganti beberapa diksi. Ternyata hasilnya lumayan juga . Misalnya, diksi "mencintai" saya ganti dengan "Memahamimu".

MAAFKAN

Maafkan,...
 Jika telah menyadap madu pada kesetiaanmu..
 Aku hanya tak bisa menahan liur untuk merasakannya..
 Karena, di antara keduamu, ada sekeping matahari yang selalu sama, membuat lapis jantungku selalu terbagi dua..
 Maafkan,...
 Aku telah berada pada pagi dan senja...

SEMENJAK ITU

Semenjak itu kagumku sudah bertalang pusara...
 Kayu telah berubah menjadi arang, dan arang menjadi abu.
 Tak ada lagi jejak cahaya di matanya..
 Yang tertinggal hanyalah bayangan kegelapan, dan jejak tak mampu ditahu.
 Asah itu telah lama hilang...
 Membuat karat pada baris tajamnya pisau harapan.

BIARKAN

BIarkan ku tulis karma rindu..
 Yang tertanam di antara sepasang harapan
 Biarkan ku ucapkan dosa rindu..
 Yang berlaku pada sepasang kehinaan
 Biarkan ku gubahkan syair penyiksaan
 Yang terlena pada sajak kebodohan...
 Biarkan ku ekspresikan ego rindu...
 Yang terpatri dalam gelombang hati paling dalam
 Biarkan....dan Biarkan ku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun