Mohon tunggu...
Uruqul Nadhif Dzakiy
Uruqul Nadhif Dzakiy Mohon Tunggu... Peneliti -

Saya seorang peneliti di bidang manajemen teknologi dan entrepreneurship, berdomisili di kota Bandung http://www.uruqulnadhif.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Taman Tematik Berbasis Komunitas

19 Februari 2017   17:08 Diperbarui: 19 Februari 2017   17:18 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa kepemimpinan walikota Ridwan Kamil dibangun puluhan taman tematik dengan ciri khas masing-masing seperti Taman Film, Taman Musik, Taman Lansia, dan lain sebagainya. Taman-taman itu didesain sedemikian hingga sehingga diharapkan akan muncul keunikan (diferensiasi) yang kumudian menjadi ajang bertemu warga kota Bandung. 

Pembentukan taman-taman itu tak lain adalah sebagai upaya untuk meningkatkan indeks kebahagiaan (index of happiness) warga kota Bandung. Kota ini di masa Ridwan Kamil memang lebih unik di bandingkan kota-kota lain di Indonesia karena parameter kesuksesan pembangunan kota tak lagi ditumpukan pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) semata melainkan indeks kebahagiaan.

Sampai saat ini menurut situs resmi Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Diskamtam) Kota Bandung, telah dibuat 23 taman tematik yang tersebar di berbagai lokasi di kota Bandung. Satu yang paling baru di luar yang disebutkan di atas adalah Taman Sejarah yang terletak di kompleks Balaikota Bandung. Ide dibuatnya taman ini sangat baik yaitu menghadirkan sejarah kota Bandung dari periode awal berdiri sampai sekarang. Harapannya dengan hadirnya taman ini, warga kota Bandung sadar akan asal muasalnya yang pada akhirnya peduli akan kemajuan dan pengembangan kota.

Tidak CukupSpace

Taman dalam ilmu Arsitektur masuk dalam domain ruang (space). Ruang ini erat kaitannya dengan nilai guna atau fungsional ruang. Taman tematik dibuat tentu untuk menjembatani orang-orang atau komunitas yang merepresentasikan tema taman tersebut. Sebagai contoh Taman Musik dibuat tak sekedar hanya menyajikan bentuk taman dengan arsitektural musik namun yang lebih penting taman itu hidup dengan aktivitas-aktivitas bermusik. 

Nah disini peran musisi atau musikus indie menjadi penting. Contoh lainnya, Taman Lansia. Taman ini menjadi unik ketika dalam taman ini para lansia dapat beraktivitas di ruang publik, mulai dari berolahraga, berkerajinan tangan, dan lain sebagainya. Umumnya yang terjadi saat ini, taman-taman tematik yang ada sekarang dipenuhi warga kota yang homogen dan umumnya anak muda yang kumpul-kumpul atau sekedar swafoto (selfie).

Jika pemahaman akan space ini utuh, maka parameter kesuksesan sebuah taman tematik tidak terbatas pada ruang fisik yang megah namun yang lebih penting adalah aktivitas di dalamnya. Bagaimana taman-taman itu menjadi hub dengan komunitas-komunitas yang ada di kota Bandung. Pola hubungannya bisa dalam wujud pengelolaan atau manajemen taman dengan memberikan otoritas yang besar pada komunitas yang ada di Bandung. 

Sebagai contoh Taman Film dikelola oleh komunitas film yang ada di Bandung seperti Layarkita dan sebagainya. Komunitas-komunitas ini nantinya yang akan menentukan film apa yang akan diputar secara rutin. Selain itu jika komunitas yang terjalin lebih luas maka akan muncul inisiasi-inisiasi baru dan berdampak lagi seperti festival film indie dan lain-lain. Langkah inilah saya kira cara yang konkret dan riil untuk mewujudkan visi Bandung sebagai kota kreatif (creative city).

Menggandeng Komunitas

Pelibatan komunitas dalam pengelolaan tiap taman tematik adalah sebuah cara efektif untuk mewujudkan keberlanjutan dari setiap taman. Bangunan fisik biarpun dibuat sedemikian hingga bagus akan hilang ketika tak ada aktivitas aktif di dalamnya. Maka upaya membentuk kerjasama dengan komunitas terkait menjadi  penting dan mendesak untuk dilakukan Pemkot Bandung. 

Bandung dikenal secara luas dengan warganya yang kreatif karena mereka membentuk komunitas swadaya yang hampir tidak ada Peran Pemkot di dalamnya.  Saya kira di periode Ridwan Kamil adalah kesempatan untuk melakukan hub dengan komunitas-komunitas itu sehingga nantinya klaim kesuksesan tak hanya terlihat dilakukan oleh Pemkot Bandung semata melainkan seluruh warga kota Bandung.

Kini kita bisa melihat banyaknya taman di kota Bandung yang tak terurus dengan banyaknya sampah di sana, juga terlihat tiada keunikan dari masing-masingnya. Itu menunjukkan bahwa warga kota Bandung tidak merasa memiliki. Dalam tataran yang lebih luas, taman tematik hanya merepresentasikan simbol-simbol fisik padahal sebenarnya sama saja dengan taman lainnya. 

Maka di sini timbul pertanyaan, mengapa taman tematik ? Mengapa tidak usah saja pakai nama sekalian? Maka cara yang pas untuk mengedukasi warga berdasarkan taman ini adalah memastikan setiap taman tematik ini hidup dengan aktivitas-aktivitasnya. Di situlah letak edukasi. Pada akhirnya warga Bandung nantinya tak sekedar masyarakat yang genit dengan kehebohan-kehebohan sosial media, namun yang jauh lebih penting adalah masyarakat yang cerdas (knowledge-based society). Bukannya itu inti daricreative society bukan ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun