Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Allah sebagai Rabb, Malik, dan Ilah: Sebuah Refleksi Spiritual

10 Desember 2024   08:45 Diperbarui: 10 Desember 2024   08:45 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia, khususnya seorang Muslim, memiliki kewajiban mendasar untuk mengenal siapa Tuhannya. Tanpa pemahaman yang mendalam tentang Allah SWT, bagaimana mungkin kita tahu cara bersikap kepada-Nya? Padahal, hubungan kita dengan Allah menentukan takdir kita: berakhir sebagai hamba yang bahagia atau justru sebaliknya.

Dalam Al-Alquran, Allah memperkenalkan diri-Nya dengan sangat jelas, dimulai dari surat pembuka (Al-Fatihah) hingga surat penutup (An-Naas). Ini bukanlah kebetulan, melainkan petunjuk bahwa mengenal Allah adalah landasan yang akan membawa kita pada pemahaman hidup yang sejati.

Allah sebagai Rabb: Pemelihara dan Pelindung

"Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam," demikian bunyi ayat kedua dari Al-Fatihah. Dalam surat An-Naas, Allah juga menyebutkan, "Aku berlindung kepada Rabb manusia." Kata Rabb berarti pencipta, pemelihara, pengatur, dan pelindung.

Baca juga: Kita dan Allah Swt

Sebagai Rabb, Allah adalah sumber segala sesuatu yang ada. Dialah yang menciptakan kita, mengatur alam semesta, dan menjaga setiap makhluk. Rasulullah SAW bersabda, "Allah adalah Rabb kalian, yang memelihara rezeki kalian dan memberikan rahmat kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim).

Merenungkan makna ini membuat kita sadar bahwa setiap hembusan napas, setiap rezeki yang kita terima, adalah bukti kasih sayang Allah. Jika Allah telah begitu memperhatikan kita, mengapa kita ragu untuk sepenuhnya menggantungkan hidup kepada-Nya?

Allah sebagai Malik: Raja Segala Raja

Dalam Al-Fatihah, Allah berfirman, "Maaliki yawmiddiin" (Yang menguasai Hari Pembalasan). Sementara dalam An-Naas, Dia menyebut diri-Nya "Malikinnaas" (Raja manusia). Sebagai Malik, Allah adalah penguasa mutlak yang memiliki segala sesuatu. Allah lah satu-satunya yang berhak membuat aturan hidup manusia. Apapun aturan yang bertentangan dengan aturan Allah, akan membawa pada kesengsaraan.

Bayangkan kekuasaan ini: pada Hari Kiamat, bumi akan tergenggam di tangan-Nya, dan langit dilipat oleh-Nya. Lalu Allah berkata, "Aku adalah Raja, di manakah raja-raja dunia itu?" (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca juga: Mengomeli Allah

Pemahaman ini mengingatkan kita bahwa tidak ada kekuatan di dunia yang benar-benar abadi. Pangkat, harta, bahkan kekuasaan manusia hanyalah titipan yang sewaktu-waktu akan kembali kepada-Nya. Sebagai hamba, tugas kita adalah tunduk kepada aturan-Nya dan menjadikan syariat-Nya sebagai pedoman hidup.

Allah sebagai Ilah: Satu-satunya yang Disembah

Di surat Al-Fatihah Allah SWT berfirman, "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin" (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan). Sementara di surat An-Naas, Dia berfirman, "Ilaahinnaas" (Ilah manusia). kedua ayat ini menegaskan kedudukan Allah sebagai Ilah, satu-satunya yang layak diibadahi.

Sebagai pengingat, ibadah adalah alasan manusia diciptakan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya di surat Adz-Dzariyat ayat 56, "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Sebagai Ilah, Allah adalah pusat cinta dan pengabdian kita. Setiap sujud, setiap doa, bahkan setiap usaha dalam hidup seharusnya tertuju kepada-Nya. Mengingat Allah sebagai Ilah membantu kita menjaga keikhlasan dalam beribadah, baik dalam hubungan dengan-Nya maupun dengan sesama manusia.

Hikmah yang Menggerakkan Hati

Mengenal Allah sebagai Rabb mengajarkan kita untuk percaya bahwa tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi tanpa izin-Nya. Sebagai Malik, Allah menunjukkan bahwa hanya Dia yang memiliki hak untuk mengatur kehidupan kita. Sebagai Ilah, Dia mengingatkan bahwa semua ibadah kita, dari yang kecil hingga besar, hanya pantas ditujukan kepada-Nya.

Ketika kesadaran ini meresap dalam hati, kita tidak hanya akan hidup lebih tenang, tetapi juga lebih bijaksana. Kita akan berhenti mengeluh tentang apa yang tidak kita miliki dan mulai bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Kita akan lebih peduli pada aturan Allah daripada mencari pembenaran atas keinginan duniawi.

Allah tidak membutuhkan pengakuan kita. Dialah yang Maha Segalanya, tanpa atau dengan kita. Namun, mengenal Allah adalah kebutuhan kita. Karena hanya dengan mengenal-Nya, kita akan menemukan arah hidup yang sejati, kebahagiaan yang hakiki, dan kedamaian yang abadi.

Mari kita merenung sejenak: Sejauh mana kita telah mengenal Allah sebagai Rabb, Malik, dan Ilah? Sudahkah kita bersikap sesuai kedudukan-Nya?

Semoga perjalanan ini membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Karena pada akhirnya, hanya Allah yang akan menjadi pelindung, pemimpin, dan penolong kita di dunia dan akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun