Menjelang Pilkada serentak, perhatian publik tertuju pada karakter para calon pemimpin daerah. Setiap calon menawarkan berbagai visi dan janji, namun satu pertanyaan mendasar jarang diajukan: seperti apakah karakter pemilih yang nantinya akan menentukan wajah kepemimpinan daerah kita?
Dalam pandangan Islam, karakter pemimpin sering kali mencerminkan karakter rakyat yang memilihnya. Karena itu, memahami hubungan antara pemilih dan pemimpin adalah hal yang sangat penting, terutama dalam menghadapi Pilkada yang kian dekat.
Pemimpin adalah Cerminan Pemilihnya
Konsep bahwa pemimpin mencerminkan para pengikutnya bukan hal baru. Ulama maupun pemimpin dalam sejarah Islam kerap menegaskan pandangan ini, salah satunya adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Khalifah ini pernah menyampaikan kepada rakyatnya, "Wahai rakyatku, bersikaplah adil! Kalian ingin pemimpin seperti Abu Bakar dan Umar, tapi kalian sendiri tak hidup sebagaimana rakyat Abu Bakar dan Umar!"Â
Ungkapan ini, lebih dari sekadar nasihat, tetapi sebuah sindiran yang tajam kepada umatnya, bahwa jika mereka menginginkan pemimpin yang bijaksana, mereka juga harus membangun kebijaksanaan dalam diri mereka.
Sindiran ini mengingatkan kita pada fakta yang sering kali diabaikan: kita sering menuntut pemimpin yang jujur, amanah, dan anti-korupsi, sementara dalam kehidupan sehari-hari kita sendiri mungkin masih jauh dari karakter-karakter tersebut. Kita berharap pemimpin yang saleh, tetapi apakah kita telah berusaha menjadi masyarakat yang saleh? Hal ini menjadi refleksi penting bahwa pemimpin terpilih sebenarnya adalah representasi dari karakter kolektif masyarakatnya.
Al-Quran tentang Pemimpin dan Masyarakat
Al-Quran juga menyinggung tema ini dalam Surat Al-An'am ayat 129,
Baca juga: Mengapa Seorang Muslim Harus Membaca Al-Qur"Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan."
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah akan memberikan pemimpin yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Al-Imam Ath-Thurthusy menafsirkan bahwa Allah akan menurunkan seorang pemimpin sesuai dengan kondisi rakyatnya, sebagai konsekuensi dari perbuatan mereka. Pemimpin yang baik lahir dari masyarakat yang baik, dan begitu juga sebaliknya.