Boleh dikatakan tulisan ini adalah curhat seorang ayah tentang anaknya yang sulit mencari kerja.
Anak keduaku selesai ujian sidang skripsi sebulan yang lalu. Tentu saja saya bangga dan bahagia, walaupun belum resmi lulus karena belum wisuda.
Tapi... rasa bahagia itu semakin hari semakin luntur. Bahkan berganti menjadi kekhawatiran. Bagaimana tidak, semakin hari berita yang kudengar adalah berita PHK di mana-mana, beberapa pabrik tutup, bahkan beberapa perusahaan milik negara pun, BMUN, bubar karena merugi.
Suasana seperti itu, jelas sesuatu yang buruk bagi anak saya dan teman-teman sebayanya, yang sedang mencari pekerjaan setelah selesai kuliah.
Sebagai seorang ayah, rasanya tidak ada yang lebih menyakitkan selain melihat anak sendiri harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan di tengah persaingan yang begitu ketat.
Saya sadar, bukan hanya anak saya yang mengalami hal seperti ini. Banyak teman-teman anak saya yang juga terjebak dalam situasi yang sama. Mereka semua mengeluh, dunia kerja sekarang seakan tertutup rapat untuk anak-anak muda yang baru lulus. Peluang kerja memang ada, tapi sangat sedikit dibanding jumlah pencari kerja yang terus meningkat.
Sebagai orang tua, saya merasa pemerintah perlu berperan lebih dalam masalah ini. Pendidikan yang telah anak saya jalani selama bertahun-tahun sepertinya tidak sepenuhnya selaras dengan kebutuhan pasar kerja. Anak saya dan yang seangkatannya ini lulus dengan gelar, tapi tetap bingung menghadapi dunia kerja. Bukankah seharusnya ada lebih banyak pelatihan vokasi, program magang, atau kerja sama dengan perusahaan untuk memberikan kesempatan lebih besar bagi mereka?
Transparansi tentang peluang kerja juga kurang. Para pencari kerja sering kali kesulitan menemukan informasi yang jelas tentang lowongan pekerjaan yang ada. Kami berharap pemerintah lebih serius dalam memfasilitasi penciptaan lapangan kerja. Anak-anak muda ini punya potensi, mereka hanya butuh kesempatan yang lebih banyak.
Selain itu, selama menunggu kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, saya sering memberi saran kepada anak saya agar waktunya tidak terbuang percuma. Meskipun sulit, saya selalu bilang padanya bahwa masa-masa seperti ini bisa jadi peluang untuk berkembang. Ada beberapa hal yang sebaiknya dia lakukan selama menunggu.
Pertama, saya sarankan anak saya untuk terus belajar dan menambah keterampilannya. Dunia kerja saat ini sangat dinamis, dan persaingan di luar sana sangat ketat. Setiap kali ada waktu luang, saya dorong dia untuk mengikuti kursus-kursus online. Banyak platform yang menawarkan pelatihan keterampilan secara gratis atau dengan biaya terjangkau. Keterampilan digital, bahasa asing, atau manajemen proyek adalah beberapa bidang yang selalu relevan di banyak industri. Ini bukan hanya memperkuat keahliannya, tapi juga membuatnya lebih kompetitif di mata perusahaan.
Kedua, supaya memperluas jaringan. Saya sering mengingatkan anak saya bahwa banyak peluang pekerjaan tidak hanya datang dari melamar secara online, tapi dari koneksi. Menghadiri seminar, workshop, atau acara-acara komunitas profesional bisa membantunya bertemu dengan orang-orang baru. Saya juga menyarankan agar ia lebih aktif di media sosial profesional seperti LinkedIn, karena sering kali perusahaan mencari kandidat potensial lewat sana.
Ketiga, saya juga ingatkan dia untuk tetap produktif. Jika tidak ada pekerjaan tetap, kenapa tidak mencoba pekerjaan lepas atau freelance? Banyak platform yang menyediakan pekerjaan freelance yang sesuai dengan keterampilannya. Ini bisa menjadi alternatif untuk tetap mendapatkan penghasilan sambil menunggu pekerjaan tetap. Selain itu, pengalaman freelance bisa menjadi nilai tambah di CV-nya, menunjukkan bahwa dia tetap produktif meski belum mendapatkan pekerjaan tetap.
Keempat, saya ingatkan ia untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Menunggu panggilan kerja bisa sangat menguras energi dan emosi. Saya selalu menekankan pentingnya menjaga pola hidup sehat. Olahraga teratur, istirahat yang cukup, dan menghindari kebiasaan buruk adalah langkah penting. Di sisi lain, saya juga menyarankan agar ia tetap terlibat dalam kegiatan sosial atau komunitas, supaya tidak merasa sendirian dan tetap terhubung dengan orang-orang di sekitarnya.
Terakhir, minta ia fleksibel. Saya sering bilang pada anak saya untuk tidak terlalu terpaku pada satu bidang pekerjaan. Kadang, kesempatan bisa datang dari arah yang tidak terduga. Mungkin pekerjaan pertamanya tidak sesuai dengan impiannya, tetapi bisa menjadi batu loncatan yang baik untuk karirnya di masa depan. Yang penting adalah mendapatkan pengalaman kerja terlebih dahulu, dan perlahan mencari jalan untuk meraih impiannya.
Semoga kondisi ini tidak berlangsung lama. Semoga di pemerintahan baru nanti situasi ekonomi semakin membaik. Industri dan bisnis pun kembali bergairah. Sehingga anak saya dan teman-teman sebayanya tidak terlalu lama menunggu dapat pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H