Sejak kemunculannya, media sosial telah mengubah banyak hal, terutama cara manusia berinteraksi---baik dengan dirinya sendiri, keluarga, orang lain, pekerjaan, dan bahkan dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Sebagai sebuah fenomena global, media sosial menghadirkan berbagai peluang sekaligus tantangan. Tidak ada yang memungkiri bahwa media sosial telah mempermudah komunikasi dan kolaborasi, tetapi di balik kenyamanan itu, ada harga yang harus dibayar.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana seharusnya kita, sebagai manusia yang semakin terikat oleh teknologi, menggunakan media sosial dengan bijak?
Pola Interaksi yang Berubah
Media sosial tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi dengan orang lain, tetapi juga cara kita memandang diri kita sendiri. Menurut Sherry Turkle, seorang profesor di MIT, media sosial dapat membuat suasana "kesepian bersama." Kita memiliki lebih banyak teman online, tetapi seringkali kita kehilangan keintiman dalam hubungan nyata. Turkle berpendapat bahwa di era media sosial, kita cenderung menggantikan percakapan tatap muka dengan komunikasi berbasis teks atau gambar yang tanpa emosi.
Bahkan dalam hubungan keluarga, media sosial bisa menjadi pengganggu. Waktu yang seharusnya digunakan untuk berbincang dan berinteraksi secara langsung, kini sering kali teralihkan oleh notifikasi atau keinginan untuk 'mengupdate status', atau hanya sekadar scrolling. Akibatnya, kedekatan emosional makin tergerus.
Interaksi di dunia kerja juga tidak lepas dari perubahan ini. Dunia profesional kini lebih terkoneksi, memungkinkan kolaborasi lintas negara dengan mudah. Namun, terlalu terlibat di media sosial terkait pekerjaan bisa membuat batasan antara waktu pribadi dan pekerjaan semakin kabur.
Sisi Positif dan Negatif
Mari kita akui, media sosial tidak sepenuhnya buruk. Di satu sisi, media sosial memberi akses informasi dan pengetahuan yang tak terbatas, memungkinkan orang membangun jaringan dan meningkatkan peluang karir. Dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh Pew Research Center, media sosial juga disebut bisa meningkatkan rasa kepedulian dan dukungan sosial, khususnya bagi mereka yang sebelumnya sulit dijangkau bantuan.
Namun, ada sisi gelap dari media sosial yang tidak bisa diabaikan. Andrew Przybylski, seorang peneliti dari University of Oxford, menekankan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Rasa cemas, depresi, hingga rendahnya harga diri sering kali diperburuk oleh tampilan yang berlebihan untuk citra pribadi yang 'sempurna' di media sosial. Kita secara tidak sadar membandingkan diri kita dengan orang lain, yang berujung pada perasaan tidak puas dengan kehidupan kita sendiri.
Kemudian ada pula masalah privasi dan informasi palsu. Media sosial memungkinkan kita berbagi informasi dengan mudah, tetapi ini juga membuka celah bagi penyebaran hoaks yang merusak kredibilitas dan kepercayaan.